Kompolnas Soroti Polisi Pegang Barang Bukti Tawuran Berujung Penembakan Siswa SMK Semarang Tanpa Sarung Tangan
TRANSINDONESIA.co | Warganet di media sosial X ramai-ramai menyoroti polisi yang tidak memakai sarung tangan saat menunjukkan barang bukti tawuran terkait kematian siswa SMK 4 Semarang, Jawa Tengah.
Untuk diketahui, jajaran Polrestabes Semarang melakukan konferensi pers terkait kasus tawuran yang berujung pada penembakan GR (16) oleh polisi pada Minggu (24/11/2024) dini hari.
Sorotan polisi yang membawa barang bukti tanpa menggunakan sarung tangan itu banyak diungkapkan warganet, salah satunya akun X @sis*** dalam sebuah kolom komentar.
“Lucu yaa, bukti bisa dipegang2 tanpa sarung tangan,” ujarnya, Kamis (28/11/2024).
Lantas, apakah polisi memang diizinkan memegang atau membawa barang bukti tindak kriminal tanpa sarung tangan?
Barang bukti harus steril
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Muhammad Choirul Anam mengatakan, dalam banyak aturan dan praktik di seluruh dunia, memegang barang bukti harus menggunakan handscoon atau sarung tangan.
Hal ini bertujuan agar barang bukti tersebut tidak tercampur oleh sidik jari orang lain, termasuk sidik jari petugas.
“Barang bukti itu memang watak dasarnya adalah harus sesuai dengan apa adanya, kondisi apa adanya (steril),” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (28/11/2024).
“Oleh karenanya, memang dalam berbagai aturan dan praktik, memegang barang bukti memang jangan sampai menghilangkan atau menghapus jejak yang ada dalam barang bukti tersebut,” sambungnya.
Ia menyayangkan tindakan Propam (Profesi dan Pengamanan) dan Polda Jawa Tengah (Jateng) dalam menangani barang bukti tersebut.
Menurutnya, Polda Jateng perlu menjelaskan alasan memegang barang bukti tersebut tanpa sarung tangan.
“Ini mohon Propam dan Polda Jateng bisa menjelaskan kenapa terjadi pemegangan barang bukti tanpa adanya sarung tangan. Padahal SOP juga jelas dan KUHAP juga jelas prinsipnya,” kata Choirul.
Tak hanya itu, Anam juga menyoroti perlakuan polisi terhadap empat tersangka yang dihadirkan dalam konferensi pers.
Sebab, empat tersangka tersebut duduk di lantai depan meja konferensi pers, sehingga tidak sesuai dengan SOP. Ia menuturkan, dalam penegakan hukum, dignity atau kehormatan harus tetap dilindungi dan dihargai.
“Oleh karenanya, persoalannya tidak hanya soal barang buktinya, tapi soal foto satunya yang disuruh duduk di belakang itu karena tidak mencerminkan satu proses yang manusiawi,” tegasnya.
“Ini perlu menjadi refleksi bersama, perlu menjadi evaluasi bersama. Khususnya bagi Propam Jawa Tengah, ini harus menjadi atensi, ini tidak boleh berulang kembali,” tambahnya.
Atas dasar itu, Kompolnas akan melakukan penyelidikan dan memberikan perhatian mengenai tata kelola yang sesuai dengan aturan. [kompas.com]