Pemimpin Eropa Beri Selamat kepada Trump di Tengah Kekhawatiran akan Masa Depan Hubungan Transatlantik

TRANSINDONESIA.co | Sekutu-sekutu AS di Eropa menyampaikan ucapan selamat kepada presiden terpilih Donald Trump setelah kemenangannya dalam pemilihan presiden pada Selasa (5/11/2024), meskipun ada kekhawatiran mendalam mengenai makna masa jabatannya yang kedua terhadap hubungan transatlantik.

Di Inggris, apa yang disebut sebagai “hubungan khusus” dengan Amerika Serikat telah lama dijaga. Namun, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengalami awal yang sulit dengan tim Trump bulan lalu, setelah para pejabat di Partai Buruh pimpinannya memberikan saran mengenai pemilu kepada pesaing Trump, Kamala Harris, semasa kampanye.

Namun, Starmer termasuk di antara pemimpin dunia yang pertama memberikan ucapan selamat kepada Trump pada Rabu (6/11/2024) dini hari.

“Saya berharap dapat bekerja sama dengan Anda dalam beberapa tahun mendatang. Sebagai sekutu terdekat, kita bahu membahu dalam membela nilai-nilai bersama mengenai kebebasan, demokrasi, dan ekonomi. Dari pertumbuhan dan keamanan hingga inovasi dan teknologi, saya tahu bahwa hubungan khusus Inggris-AS akan terus maju di kedua sisi Atlantik dalam tahun-tahun mendatang,” kata Starmer.

Perubahan mendatang

Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan Eropa harus bersiap menghadapi perubahan.

“Banyak hal pasti akan berbeda di bawah pemerintahan yang dipimpin Donald Trump. Donald Trump selalu menjelaskannya secara terbuka. Pesan kami jelas,” kata Scholz kepada wartawan di Berlin, Rabu. “Pertama-tama, Jerman akan tetap menjadi mitra transatlantik yang dapat diandalkan. Kami menyadari kontribusi yang kami berikan bagi kemitraan ini dan akan terus melakukannya pada masa mendatang. Ini juga berlaku terkait dengan ancaman yang diyakini oleh semua sekutu NATO bahwa Rusia menimbulkan ancaman terhadap keamanan di kawasan Eropa-Atlantik.”

Reaksi Rusia

Rusia memberi reaksi yang tidak terlalu kuat terhadap kemenangan Trump.

“Hampir mustahil memperburuk (hubungan AS-Rusia) lebih jauh lagi – hubungan ini sedang berada pada titik terendah dalam sejarah. Dan kemudian hubungan ini akan bergantung pada pemimpin AS berikutnya,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan pada Rabu dalam percakapan telepon.

Trump kerap mengkritik dukungan AS untuk Ukraina sewaktu negara itu berjuang melawan invasi Rusia, dan ada kekhawatiran ia mungkin mengakhiri bantuan militer dan finansial untuk Kyiv.

Pada masa jabatannya yang pertama, Trump mengancam akan menarik keluar AS dari NATO, dengan mengklaim bahwa para sekutu memanfaatkan payung keamanan AS dengan tidak mau berbagi beban pengeluaran pertahanan.

Namun, dalam pernyataan hari Rabu, Sekjen NATO Mark Rutte berfokus pada kontribusi positif Trump terhadap aliansi itu, dengan mengklaim bahwa Trump telah “mengubah keadaan pengeluaran pertahanan Eropa, meningkatkan pembagian beban transatlantik, dan memperkuat kemampuan aliansi” pada masa jabatannya yang pertama.

Agenda Uni Eropa

Selama masa jabatan pertama Trump, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen adalah menteri pertahanan Jerman, negara yang kemudian kerap dikecam presiden AS itu karena tidak memenuhi target belanja pertahanan NATO.

Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Rabu, von der Leyen mengatakan ia berharap “akan bekerja sama dengan Presiden Trump kembali untuk memajukan agenda transatlantik yang kuat.”

“Marilah kita bekerja sama dalam kemitraan transatlantik yang terus bermanfaat bagi rakyat kita. Jutaan lapangan kerja dan miliaran dalam perdagangan dan investasi di kedua sisi Atlantik bergantung pada dinamika dan stabilitas hubungan ekonomi kita,” lanjut von der Leyen.

‘Kemenangan gemilang

Presiden Hungaria Viktor Orban tidak merahasiakan preferensinya atas kemenangan Trump selama kampanye. Dalam video yang diposting online, Orban mengatakan kemenangan Trump akan bergaung di Eropa.

“Saya melihat kemenangan yang gemilang, mungkin kebangkitan terbesar dalam sejarah politik Barat. Ini merupakan pertarungan luar biasa. Ia diancam dengan hukuman penjara, kekayaannya disita, mereka ingin membunuhnya, seluruh dunia media berpaling darinya di Amerika, dan ia masih menang,” kata Orban.

“Bagi dunia, ini berarti harapan bagi perdamaian. Pada awal tahun, kita berharap bahwa pada akhir tahun kekuatan properdamaian akan menjadi mayoritas, dan kita akan mengalahkan kekuatan properang. Sekarang, peluangnya besar sekali untuk ini,” lanjutnya.

Hubungan Macron

Presiden Prancis Emmanuel Macron memiliki hubungan yang bergejolak dengan Trump sejak kemenangan pertama Trump dalam pemilu pada tahun 2016. Macron mengundang Trump sebagai tamu kehormatan pada parade Hari Bastille tahun itu di Paris, tetapi kedua orang itu kerap berselisih dalam dialog online.

Macron mengatakan pada hari Rabu bahwa ia siap bekerja sama dengan “keyakinan Anda dan saya. Dengan respek dan ambisi. Untuk perdamaian dan kemakmuran yang lebih banyak.”

Ketegangan pada masa mendatang

Terlepas dari kata-kata hangat, para sekutu di Eropa bersiap menghadapi hubungan bergejolak, kata Garret Martin, salah satu direktur di Pusat Kebijakan Transatlantik di American University di Washington.

“Empat tahun ketika Trump berkuasa cukup bergejolak, Ada momen-momen pertengkaran terus menerus, banyak perpecahan, kurang kekompakan. Jadi, saya pikir itu terjadi pada waktu yang tidak terlalu berbahaya seperti sekarang.”

“Kita sekarang berada di tengah-tengah perang besar di Eropa yang telah berlangsung selama dua setengah tahun. Jadi, paling tidak, kita dapat berasumsi bahwa ketegangan itu akan terulang,” kata Martin kepada VOA.

Pembicaraan iklim

Eropa juga sangat khawatir mengenai kemungkinan dampak masa jabatan kedua Trump terhadap upaya-upaya global memerangi perubahan iklim, dengan KTT COP29 yang penting di Azerbaijan pekan depan kemungkinan besar akan dibayangi oleh kemenangan Trump dalam pemilu.

Trump menarik AS keluar dari perjanjian Paris tentang perubahan iklim pada 2017, mengklaim bahwa komitmen untuk memangkas emisi itu tidak adil bagi negaranya.

Pengganti Trump, Joe Biden, bergabung kembali dengan perjanjian itu pada hari pertamanya menjabat pada 2021. Terdapat kekhawatiran Trump akan kembali keluar dari perjanjian tersebut, meskipun para ilmuwan memperingatkan tentang pemanasan global yang membahayakan jika tidak ada tindakan segera yang diambil. [voa]

Share