Forensic Policing
TRANSINDONESIA.co : Pemolisian dalam pendekatan forensik (forensic policing) merupakan model pemolisian untuk menghadapi berbagai permasalahan keteraturan sosial atas serangan, gangguan maupun kejahatan yang di desain sedemikian rupa dari berbagai cara yang berbasis nubika (nuklir, biologi, kimia, fisika) maupun dari berbagai masalah sosial ( idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya, keselamatan, dsb).
Forensic cops untuk mengimplementasikan forensic policing dbangun berbasis polisi super/ super cops yaitu polisi dengan pemolisiannya memiliki kompetensi berkualitas tinggi yang mampu mengatasi berbagai masalah keteraturan sosial dengan dampak luas dan bereskalasi tinggi. Juga mampu memberikan pelayanan kepada publik secara prima dalam situasi emerjensi maupun kontijensi.
Di era digital polisi super ini diharapkan mampu bekerja dalam smart policing yang mengharmonikan antara conventional policing, electronic policing maupun forensic policing untuk menghadapi berbagai gangguan kejahatan: aktual, virtual maupun secara forensik.
Secara aktual dapat dikategorikan dalam hal pemolisian yang manual atau bisa dikategorikan konvensional dan masih bertemu face to face atau less technology. Pemolisian secara virtual dapat dikategorikan model E Policing atau pemolisian secara elektronik yang berbasis pada back office, aplication ( dengan artificial intellegence) dan net work ( berbasis internet of thing) untuk mendukung terbangunnya big data system dan one stop service system.
Pemolisian forensik dalam konteks kenormalan baru dapat dikembangkan dalam berbagaimodel pola pemolisiannya maupun penyiapan petugas kepolisian yang berbasis replika genetika.
Polisi super dalam konteks aktual, virtual dan forensik merupakan basis bagi polisi dan pemolisiannya karena dalam era digital sekalipun cara aktual masih diperlukan dan kemampuan dasar pada penanganan kejahatan konvensional diperlukan polisi yang tangguh secara fisik atau otot prima. Pemolisian virtual mapun forensik diperlukan otak atau kemampuan secara intelejensia tinggi untuk mampu menghadapi kejahatan siber maupun kejahatan biologi, kimia nuklir maupun kejahatan di era kenormalan baru. Pelemahan atas pertahanan suatu bangsa dapat dimulai menggerus dari sumber dayanya, keamanan dan rasa aman. Masalah nuklir biologi kimia dan fisika ( nubika) maupun sosial pun menjadi trend kejahatan baru yang dapat menlumpuhkan produktifitas masyarakat dan memicu terjadinya konflik sosial yang besar.
Sebagai contoh masa pandemi covid 19 yang melanda hampir dibseluruh dunia mampu melemahkan bahkan mematikan secara fisik maupun psikis. Kekuatan polisi super ini tentu juga dituntut memiliki spirit sebagai penjaga kehidupan, pembangun peradaban sekaligus pejuang kemanusiaan.
Membangun polisi super tentu memerlukan energi besar dari proses rekrutmen, proses pembentukan, proses edukasi, proses penggunaannya, prmerupakan pemikiran prof satjipto rahardjo yang memikirkan bagaimana seorang petugas polisi memiliki otak otat dan hati nurani sebagai bhayangkara sejati ( penjaga kehidupan, pembangun peradaban dan sbg pejuang kemanusiaan).
proses rekrutmen, proses pembentukan, proses edukasi, proses penggunaannya, proses pemeliharaan dan perawatan hingga proses pengakhiran dinasoses pemeliharaan dan perawatan hingga pengakhiran dinas. Polisi super dikembangkan dan dibangun secara O2H (otak otot dan hati nuraninya).
Pemolisian di era digital kita dapat mengenal dan memahami E policing atau pemolisian yang on line dan berbasis elektronik. Sistem big data menjadi bagian one stop service. Di samping E policing kita perlu memahami dan mengembangkan forensic policing.
Forensic policing dibangun dan dikembangkan berbasis pada ilmu pengetahuan secara makro maupun mikro sebagai model pemolisian yang berkaitan dengan nuklir, biologi, kimia, fisika (nubika), ilmu sosial maupun ilmu ilmu lainnya.
Masalah keteraturan sosial yang terganggu atau terhambat bahkan rusak akibat nubika atau dampak masalah sosial perlu penanganan secara profesional tidak sebatas kulitnya melainkan sampai dengan tingkat yang paling mendasar. Dampak dari nubika dan sosial sangat luas yang berdampak pada hidup dan kehidupan sosial kemasyarakatan. Petugas kepolisian forensik ditumbuhkembangkan secara komprehensif mulai dari rekrutmen pendidikkan penggunaan hingga pengakhiran dinasnya. Satuan tugas identifikasi, satuan tugas nubika, laboratorium forensik maupun penelitian dan pengembangan dapat menjadi pendukung forensic policing.
Di masa kenormalan baru paska pandemi covid 19 sekarang ini bisa dikatakan kegiatan sosial kemasyarakatan terdampak bahkan ada yang mati sama sekali tidak lagi bisa bertahan. Berbagai model pandemi atau kejahatan forensik yang mematikan manusia sebagai mahkluk sosial.
Ada banyak kemungkinan dari masalah listrik, masalah internet, masalah udara, air dsb bisa menjadi ini suatu pandemi baru atau produk rekayasa untuk meneror dunia
Forensic policing ( FP ) dapat dibangun melalui:
1.Political will ( dukungan keputusan politik) yang kuat untuk membangun dan mengembangkan forensic policing
2.Kepemimpinan yang kuat dan transformatif sehingga kepemimpinannya dan kebijakkannya berpihak pada pembangunan pengembangan Forensic Policing
3.Penyiapan konsep dasar hingga pengembangannya
4.Penyiapan SDM yang akan mengawaki ( dari rekrutmen pendidikan dan latihan penggunaan perawatan hingga pengakhiran atau purna tugas)
5.Peralatan pendukung ( laboratorium forensik dsb)
6.Program riset atau penelitian bagi pencegahan penanganan hingga rehabilitasi dampak rekayasa nubika
7.Tim transformasi sebagai support team yg mendukung secara konseptual maupun manajerial
8.Membuat model simulasi implementasi dalam suatu pilot project
9.Penyelenggaraannya perlu di monitor dan terus dievaluasi
10.Pola pengembangannya disesuaikan dengan model model simulasi untuk prediksi antisipasi serta solusinya.**
Feeder 131024