Prof. DR. dr. Irfan Wahyudi, SpU(K) Persahabatan Bagai Kepompong

TRANSINDONESIA.co | Momen yang terjadi pada Sabtu(28/9) di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia membawa ingatan Prof. Dr. dr. Irfan Wahyudi, SpU(K) pada sebuah kenangan manis yang dilaluinya dengan para sahabatnya dan peristiwanya pun sama-sama berada di Jalan Salemba Raya juga, tepatnya di SMPN 216 Jakarta 41 tahun lalu, sejak dia duduk di kelas 1 SMP itu.

Kesederhanaan dan kerendah-hatian Prof Irfan yang sudah menjadi ciri khasnya sejak dulu, membuat mereka bisa bersama-sama menikmati suasana hiruk-pikuknya suasana jalan Salemba Raya (saat masih menggunakan seragam Putih Biru dan mereka sekelas duduk di SMPN 216 itu. Saling berbagi pengalaman dan suka duka kehidupan. Namun, ada satu hal yang menarik, saat itu mereka berfirasat pada sahabatnya ini, Prof Irfan Wahyudi suatu saat akan menjadi yang terbaik di profesinya nanti.

Seperti layaknya anak muda kebanyakan di jaman itu, musik dari grup legendaris (saat itu) seperti Rolling Stone, Queen jadi makanan mereka sehari-hari. Ditambah lagi era musik kekinian (di era itu) seperti WHAM, New Kids On The Block dan AHA pun juga jadi santapan mereka. Apalagi lagu-lagu tersebut senandungnya menjadi sebuah cerita tersendiri saat mereka nikmati langsung di counter musik “Duta Suara” Jl. Haji Agus Salim (dikenal juga Jl Sabang). Sementara malam harinya, mereka selalu setia menanti “Catatan Si Boy”, yang disiarkan langsung dari Radio Prambors yang letaknya jauh di belakang SMPN 216 itu sendiri.

Kenangan itu, seakan jadi mozaik dan rangkaian keindahan persahabatan antara tujuh Bocil (Bocah Kecil) yang kebetulan duduk sekelas: Wahyu Kumis, Ivan Bapet, Miko Jagger, Fery Farouk, Nova Bibir, Bonardo dan tentunya Irfan Wahyudi sendiri, yang dalam kelompok itu dia yang senantiasa sederhana dan bersahaja. Mereka dipersatukan lewat program kelas ANAK BERBAKAT, kelas khusus hasil saringan yang merupakan siswa yang berprestasi dan berkompetisi  yang memang lahir di era Presiden RI saat itu, Soeharto. Bukan hanya SMPN 216 saja yang ada program anak berbakat, beberapa SMPN lainnya pun menghadirkan program itu seperti: SMPN 1 Jakarta, SMP Labschool IKIP Jakarta dan SMPN 2 Cianjur.

Kesederhanaan dan kerendah-hatian Prof Irfan Wahyudi jadi sebuah hal, kehadirannya tiap hari pun selalu ditunggu-tunggu oleh para sahabatnya itu. Kenapa? Karena bisa dipastikan saat itu (SMP) Irfan Wahyudi (salah satu  siswa) yang kerap membawa bekal dari rumah sendiri yang telah dipersiapkan oleh kedua orang tuanya tercinta. Wafer KHONG GUAN salah satu yang pasti ada dalam isi bekalnya Irfan dan jadilah barang itu menjadi bahan rebutan bagi teman-temannya dan yang selalu dapat barang itu adalah sobatnya, si Wahyu Kumis.

Selain dia terlihat lebih besar postur badannya, juga karena dia paling tua diantara para sahabatnya. Satu moto yang dibawa oleh Wahyu saat itu “Biar Norak yang Penting Kampungan”.

Dengan motonya itu dia pun easy going dalam melangkah menghadapi masalah dan cercaan dengan penuh kesabaran dan candaan. Hingga kemudian (tidak salah), Wahyu didapuk jadi Ketua Seksi Keamanan SMPN 216 Jakarta (saat itu).

Di akhir masa SMP-nya itu, sebuah kegilaan pun terjadi, lagi-lagi ide Wahyu Kumis penyebabnya. Mengisi liburan akhir masa sekolah ke Gunung Lawu – Tawangmanggu, Jawa Tengah. Tugas meminta ijin pada orang tua masing-masing yang akan ikut pun dibebankan pada Wahyu seorang. Penuh lika-liku awalnya dan sempat membuat teman-temannya nervous. Maklum, mengajak anak kecil tanpa pengawalan orang tua apalagi jaraknya sejauh 561 km dari Jakarta tentunya bukan hal mudah.

Hingga kemudian seperti kisah dalam film 5 cm, senyum mengembang pun tersungging di bibirnya Wahyu, semua anggota genk itu pun hadir, termasuk Irfan Wahyudi sendiri yang tentunya sudah mendapatkan permit dari sang ayah, Prof Samsurizal.

Momen saat perpisahan SMP (Irfan Wahyudi berdiri paling kiri) di Curug Sewu. [Transindonesia.co /Mirza Ichwanuddin]

Petualangan pun dimulai, dari menginap di vila milik Nova Bibir di Tawangmangu. Sebuah vila yang sarat akan kesan mistisnya dan beragam kisah mistis pun dialami oleh ketujuh sobat itu, termasuk Irfan sendiri. Namun, untuk urusan doa, memang Irfan yang jadi andalannya.

Bukan hanya itu, keseruan yang coba diciptakan oleh Wahyu Taqwa Dhie, dia bisa menghadirkan tukang sate dan minuman ringan hingga ke tepi Air Terjun Grojokan Sewu, yang tadinya mustahil bisa menurut teman-temannya.

Bahkan Irfan Wahyudi pun hanya bisa tertegun dan melongo saat melihat tukang sate menyambut mereka dengan lambaian kipas satenya. Akhirnya, mereka pun makan rame-rame sate dengan minum coca-cola dingin hasil rendaman di Air Terjun Grojokan Sewu. Semua itu berkat jiwa korsa persahabatan mereka sebagai murid SMPN 216 yang tentunya akan jadi sebuah cerita tersendiri bagi anak cucu mereka.

Yang menarik lagi, Wahyu Kumis mengajak teman-temannya itu untuk sama-sama berikrar untuk masuk Boedoet (SMAN 1 Jakarta) bareng-bareng. Ikrar itu diucapkan di Terminal Bus Tawangmangu sembari ngopi hingga larut malam.

Menurut Wahyu, “Hanya SMAN 1 Jakarta (Boedoet) lah yang dapat menampung segala keseruan, kegilaan, dan kekompakan persahabatan kita”.

Sejarah pun mencatat, ketujuh anak Bocil itu pun masuk Boedoet bersama-sama dan selama di Boedoet mereka mewarnai kehidupan di Boedoet lewat kiprah mereka masing-masing.

Akhirnya ketujuh bocil tersebut dapat mandiri dan tidak merepotkan pemerintah dengan berkarya pada profesinya masing-masing, yaitu : Wahyu Kumis sempat memegang peranan sebagai  VP Treasury di salah satu holding Pertamina Hilir, Miko Jagger menjadi salah satu petinggi di Sampoerna Group, Ivan Bapet menjadi petinggi Tax di Astra Internasional, Nova Bibir menjadi petinggi di Group Kala Lines, Fery Farouk sempat menjadi salah satu Direksi di anak usaha Pertamina Hulu, Bonardo menjadi salah satu petinggi di anak usahaTelkom, dan Irfan Wahyudi menjadi salah satu petinggi di RSCM Kencana dan juga merupakan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kemarin, Sabtu (28/9) Wahyu Taqwa Dhie (Wahyu Kumis) jadi saksi, sahabatnya Prof. Dr. dr. Irfan Wahyudi, SpU(K) jadi Guru Besar bidang Urologi di FKUI dengan pidato pengukuhannya yang berjudul, “Evaluasi Urologi Pediatric di Indonesia. Belajar dari Sejarah, Menghadapi Masa Kini, dan Menyongsong Tantangan Masa Depan”.

Saat berjalan untuk memberikan ucapan selamat pada Prof Irfan Wahyudi, Wahyu bukan hanya sekedar bersalaman saja, namun peluk erat antara dua sahabat dekat pun menyeruak dari begitu banyak hadirin yang menyaksikan. Bahwa ada yang autentik akan makna persahabatan yang mereka jalankan.

Seperti lantunan lagunya Sindentosca ciptaan Jalu Hikmat Fitriadi:

o Persahabatan bagai kepompong……..mengubah ulat menjadi kupu-kupu

o Persahabatan bagai kepompong……..hal yang tak mudah berubah jadi indah

o Persahabatan bagai kepompong……..maklumi teman hadapi perbedaan. [Mirza Ichwanuddin]

Share