Terungkap Suara Pemilih Haji Syahrir Digeser, DKPP: Secara Sadar KPU Kabupaten Bekasi Abaikan Aduan
TRANSINDONESIA.co | Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ungkap pergeseran perolehan suara dan mencerca berbagai pertanyaan bahkan sempat menegur para teradu saat sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 91-PKE-DKPP/V/2024. Sidang perkara yang diadukan oleh Agung Lesmana Sukma dan Muhammad Fajri, mengadukan Ketua KPU Kabupaten Bekasi Ali Rido dan Ketua Bawaslu Kabupaten Bekasi Akbar Khadafi masing-masing sebagai Teradu I dan II, digelar di Kantor Bawaslu Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung, Jumat (5/7/2024).
Teradu I diduga tidak melakukan pencermatan dan verifikasi terhadap kebenaran rekapitulasi perolehan suara tingkat Kecamatan Pebayuran oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Pebayuran. Padahal dalam berita acara rekapitulasi hasil penghitungan suara diketahui telah terjadi pergeseran suara Partai Gerindra ke calon Anggota DPRD (caleg) Jawa Barat, Haji Syahrir, Daerah Pemilihan Jawa Barat IX.
Terhadap teradu 1, Ketua Majelis DKPP, Ratna Dewi Pettalolo, menyatakan tidak terlihat ada upaya untuk memperbaiki karena secara sadar tidak mau menyampaikan (ke KPU Provinsi). “Begitu ya?” tanya Majelis Ratna.
“Ya, yang mulia,” jawab teradu 1.
Majlis Ratna kemudian menanyakan terpadu 2 terkait pelanggaran. Kemudian melontarkan teguran teradu 1 dan dan 2.
“Maaf tidak ada boleh diskusi di situ ya. Kalau mau diskusi di luar aja dulu ya. Kalau ada penting mau dibicarakan bisa izin keluar dulu nanti masuk lagi ya,” kata Majelis Ratna.
Sekarang saya tanya ke teradu 2 lanjut Majlis Ratna, ada keterangan berbeda antara teradu 2 dengan pihak terkait.
“Yang saudara ketahui sebagai ketua apakah dalam persidangan itu terjadi penyandingan data atau tidak?”
“Saya kebetulan tidak hadir yang mulia,” jawab teradu 2.
“Yang Anda ketahui” tanya Majelis Ratna.
“Secara prosedur semestinya dilakukan,” kata teradu 2.
“Yang Anda ketahui saya tanya,” ulang Majelis Ratna.
“Terjadi,” jawab teradu 2.
“Jangan ke sana ke mari jawabannya ya, terjadi ya. To the point saja jawabnya,” tegas Majelis Ratna.
“Terjadi penyandingan data. Data siapa yang disandingkan?,” tanya Majelis Ratna kembali.
“Data pelapor dan data kami,” ucap teradu 2.
Sedangkan Teradu II didalilkan oleh para Pengadu tidak profesional dalam menangani laporan pelanggaran pemilu yang terjadi di Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi.
Dalam sidang yang di pimpin Ketua Majelis Ratna Dewi Pettalolo, didampingi hakim anggota majelis/ TPD Provinsi Jawa Barat unsur masyarakat, Ujang Chandra, hakim anggota majelis/ TPD Provinsi Jawa Barat unsur Bawaslu, Ferredy, dan anggota majelis/ TPD Provinsi Jawa Barat unsur KPU, Abdullah Sapi’i, terungkap teradu 1, KPU Kabupaten Bekasi secara sadar tidak pernah melaporkan ke KPU Provinsi Jawa Barat terkait pergeseran suara.
Begitu pun teradu 2 mengakui ada terjadi pergeseran suara seperti yang diadukan pengadu, tapi tidak melakukan perbaikan hingga pleno suara pengadu tidak bisa dikembalikan yang mestinya menjadi hal suara pengadu.
Oleh majelis kembali menanyakan apa di benak saudara ketika hal ini tidak bisa saudara diselesaikan?
Kedua teradu tersebut terlihat tidak siap menjawab bahkan lebih banyak beralasan karena sehari lagi dan sudah sidang pleno tingkat Provinsi Jabar.
Hingga hasil rekap tingkat provinsi, Bawaslu dan KPU Kabupaten Bekasi juga tidak melakukan perubahan terhadap adanya pergeseran suara pengadu.
Bila teradu memperbaiki suara itu apa yang terjadi? tanya Majelis Ratna.
“Terjadi perubahan si pemilih,” jawab teradu 2.
Sementara, pihak terkait KPU Provinsi Jawa Barat menyatakan kasus pergeseran suara di Kecamatan Pebayuran tidak muncul dari KPU Kabupaten Bekasi.
KPU kabupaten fokus di Tambun Selatan karena terkait KPU pusat tidak ke Pebayuran
“Tapi kan tidak boleh mengesampingkan masing-masing dari perolehan suara peserta pemilu di kecamatan lain,” cerca Majelis Ratna.
Kepada pihak terkait Bawaslu Provinsi Jawa Barat majelis hakim menanyakan bukti yang apa yang di periksa, dengan data hasil sama?
“Sama yang mulya,” kata pihak terkait 2.
Sebagai pengawas lanjut Majlis Ratna, Anda tidak melakukan pengambilan mensrea bagaimana anda mengambil keputusan
“Bagiamana bila semua datang melaporkan bukti apa saudara nilai tidak sah. Siapa lagi mau dipercaya selain pengawas terkait laporan foto C hasil,” katanya.
Majelis melanjutkan, oleh pengadu tidak ada perubahan di C hasil tapi setelah di print out nampak perubahannya.
“Disitulah mereka (pengadu) dalilkan. Yang dipermasalahkan itu dari D hasil ke C hasil,” terangnya.
Dalam sidang itu juga terungkap ada kejanggalan pemberhentian PPK tanggal 21 Maret 2024, sedangkan klarifikasi 22 Maret 2024.
Hal tersebut terjadi pemecatan lebih dahulu baru klarifikasi terhadap petugas PPK yang dipecat.
Oleh teradu beralasan surat tersebut ada kesalahan pada tanggal.
Sebelum menutup sidang, Majelis Ratna menanyakan pengadu “Anda yakin ada pergeseran suara, apakah yakin ada pergeseran suara caleg Haji Syahrir?”.
“Bismillahirrahmanirrahim saya yakin” ucap pengadu Muhammad Fahri menjawab pertanyaan majelis.
“Boleh saya tambahkan yang mulia, bahwa kami mencari keadilan bukan persoalan Haji Syahrir terpilih, tapi ini demi Keadilan. Pemilu curang, suara pemilih dicurangi. Andai pun Haji Syahrir, suara ini berubah pun tidak terpilih tidak masalah, tapi keadilan harus ditegakkan,” tambah Fajri.
Sementara, teradu 1 dan 2 menjawab pertanyaan yang sama dengan pengadu disampaikan Majelis Ratna, menjawab singkat “Tidak ada perubahan,” kata teradu 1 dan teradu 2.
Tidak ada perubahan maksud kedua teradu, adalah suara perolehan Haji Syahrir yang digeser hingga pleno KPU tingkat Provinsi Jawa Barat tetap sama seperti pleno KPU tingkat Kabupaten Bekasi.
Agenda sidang ini adalah mendengarkan keterangan dari para pihak, baik pengadu, teradu, saksi, maupun pihak terkait.
Pemanggilan para pihak secara patut sesuai ketentuan Pasal 22 ayat (1) Peraturan DKPP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu sebagaimana diubah dengan Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.
Bila nanti dalam putusan Majelis DKPP nanti terbukti pelanggaran etik dilakukan oleh KPU maupun Bawaslu Kabupaten Bekasi bisa terancam pemecatan.
“Banyak penyelenggara pemilu diberhentikan atau dipecat DKPP,” ungkap Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi dikutip dalam siaran pers DKPP.
Secara langsung maupun tidak langsung, persoalan tersebut berdampak pada lembaga serta kinerja penyelenggara pemilu.
Saat ini DKPP sedang kebanjiran perkara dugaan pelanggaran KEPP, baik perkara yang berkaitan langsung dengan tahapan maupun non-tahapan. Dalam perkembangan terakhir, jumlah perkara non-tahapan cenderung meningkat.
“Ini merupakan fenomena tersendiri, di mana persoalan hubungan pribadi yang tidak sah penyelenggara cukup mengemuka dalam pemilu kali ini, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota,” katanya. [nal]