Romo Magnis: Kekompakan DPR dan Eksekutif Bisa Hancurkan Demokrasi
TRANSINDONESIA.co | Guru Besar Filsafat STF Driyarkara, Franz Magnis Suseno atau Romo Magnis mengkritik Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang belakangan ini banyak melakukan kebijakan Revisi Undang-Undang (RUU) tanpa urgensi yang jelas.
Romo Magnis menyebut, jika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terlalu sejalan dengan eksekutif, maka dapat menghancurkan demokrasi di Indonesia.
“Sekarang misalnya, kita lihat masih tinggal beberapa bulan mereka cepat-cepat memasukkan undang-undang yang problematik dan tidak dibicarakan, itu tidak beres,” ucap Romo Magnis dalam diskusi publik dengan tema “Hukum Sebagai Senjata Politik”, di Jakarta, Rabu (19/6/2024) “Itu berarti demokrasi menurut saya akan habis. Kalau suatu pemerintah didukung oleh hampir seluruh partai, lalu eksekutif berarti bisa berbuat apa saja,” sambungnya.
Romo Magnis pun menyinggung DPR yang jarang menyuarakan kritik terhadap banyaknya dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 oleh pemerintah.
Ia khawatir jika partai mudah diadopsi oleh pemerintah, maka tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum pejabat akan terus berjalan. “Saya khawatir kalau korupsi jalan terus kalau partai mudah diadopsi oleh pemerintah, lalu kita akan kemana. Saya khawatir terjadi bahwa lantas partai-partai dibeli oleh pemerintah, tentu saja pemerintah perlu dukungan dalam DPR,” ujar Romo Magnis.
Di sisi lain, Romo Magnis juga berpendapat, dalam konteks reformasi, Indonesia sebetulnya sudah berhasil dalam menyatukan pandangan dan keberagaman. Namun, menurutnya Indonesia masih belum berhasil dalam memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang sudah mengakar.
“Yang tidak berhasil itu adalah membuat nyata tuntutan mahasiswa berantas kKN, berantas korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan itu sesuatu yang gagal,” ucap Romo Magnis.
“Negara masih saja menjadi korup. Terus korupsi itu masuk, semakin nyata ketidakadilan. Itu akan masuk juga. Kita tidak bisa membangun suatu negara yang aman kalau tidak ada adil,” sambungnya. (Kompas.com)