TRANSINDONESIA.co | Negara berdaulat dalam berbagai pendekatan dapat di lihat adanya:
1. Kuatnya ideologi
2. Kuatnya pertahanan
3. Kuatnya keamanan dalam negeri
4. Kuatnya SDM sebagai aset utama bangsa
5. Kuatnya sektor bisnis
6. Kuatnya pengelolaan sumber daya alam
7. Kuatnya ilmu pengetahuan dan teknologi
8. Kuatnya hukum dan penegakan hukum
9. Kuatnya birokrasi yang rasional dan anti korupsi
10. Kuatnya seni budaya
Ke 10 point tsb saling terkait
Konteks pilar secara umum dpt dikatakan pada
1. Kemanusiaan
2. Keteraturan sosial
3. Peradaban
Konteks pemolisian yang dapat dijadikan pendukung adalah pada implementasi community policing sebagai filosofi dan strategi pemolisian. Pola pola yang dibangun dapat berbasis pada smart policing yaitu harmoninya antara
1. Conventional policing
2. Electronic policing
3. Forensic policing
Pemolisian di atas dibangun pada pemolisian yang dibangun dengan model smart city. Kekuatan smart city dengan pilar antara lain menjadikan model Smart City dalam Pelayanan Publik sebagai penjabaran community policing dalam konteks smart living dan smart mobility.
Smart city menjadi harapan dan tujuan bagi masyarakat dapat hidup tumbuh dan berkembang dalam kawasan yang fungsional yang pelayanan publiknya berstandar prima. Kualitas hidup yang meningkat terjaga dan terpeliharanya keteraturan sosial (keamanan dan rasa aman bagi warga masyarakat) adanya anti premanisme dalam pembangunan suatu peradaban.
Publik dapat dipahami sebagai masyarakat atau rakyat atau orang banyak. Apa yang mereka butuhkan secara umum dan mendasar ? Kebutuhan publik ini dapat dikategorikan pada ruang publik bagi perorangan maupun secara bersama sama. Di sini saya melihat publik sebagai masyarakat di ruang publik yang mereka butuhkan setidaknya mencakup kawasan yang sehat, aman, nyaman, ada saling keterhubungan dengan kawasan kawasan lainnya sehingga mudah dicapai. Dengan demikian menjadi smart living dan smart mobility.
Pelayanan publik untuk mencapai atau setidaknya memenuhi standar apa yang dibutuhkan publik maka dibutuhkan sistem pelayanan publik yang prima. Pelayanan publik yang dengan standar prima ( cepat , tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses) adalah sistem pelayan publik yang dibangun secara on line dan berbasis elektronik. Di era digital maka dasar membangun sistem pelayanan prima adalah adanya:
1. Back Office yang dapat menjadi operation room pusat k3i ( komunikasi komando pengendalian koordinasi dan informasi). Back office berfungsi sebagai pusat data menuju big data system dan one stop service system.
2. Application yang berbasis artificial intellegence yang memcakup aplikasi :
a. Call centre
b. Comand centre
c. Monitoring system
d. Digital Map untuk pemetaan wilayah, pemetaan masalah dan pemetaan potensi dsb
e. Smart management untuk inputing data, analisa data dan produk dalam bentuk algoritma ( info grafis, info statistik, info virtual ) yang dinamis sesuai real time yang dpat diakses secara on time dan any time.
f. Sistem penegakan hukum secara elektronik (electronic traffic law enforcement / etle) yang didukung ” data jalan, data kendaraan bermotor, data pengemudi, data populasi publik dalam berlalu lintas dsb. Selain itu juga didukung sistem pembayaran elektronik, sistem digital record untuk TAR ( traffic attitude record) dan de merit point system untuk sistem perpanjangan SIM
g. Sistem panggilan darurat emergency / contigency system
h. Sistem pelayanan cepat ( quick response time )
i. Sistem laporan dan sharing data
j. Sistem sinergitas pelayanan publik antar pemangku kepentingan
k. Sistem akuntabilitas algoritma yang dapat menunjukkan index kualitas pelayanan publik
l. Algoritma untuk memprediksi, mengantisipasi dan solusi
m. Management media sebagai wadah untuk : informasi, komunikasi, inspirasi, edukasi, solusi, motivasi, counter issue, fun/ menghibur.
m. Sistem pengamanan data dan sistem sistem lainnya (cyber security), dsb.
3. Net Work atau jejaring yang berbasis IoT,
kekuatan jejaring bagi konektifitas sistem sistem on line menjadi dasar pelayanan prima dan hidupnya sistem sistem lainnya.
4. Sistem updating dan up grading untuk sistem yang terus dinamis dan terus bisa ditumbuh kembangkan.
5. Petugas yang mengawaki pada back office dapat memberdayakan dan mengontrol aplikasi maupun jejaring yang ada. Mampu inputing data, analisa data dan menghasilkan produk serta mampu membangun jejaring.
Pelayanan publik yang prima pada smart living maupun smart mobility merupakan standar keberhasilan smart city. Kemampuan sistem sistem tersebut adalah untuk mampu memberikan pelayanan prima di bidang:
1. Pelayanan keamanan
2. Pelayanan keselamatan
3. Pelayanan hukum
4. Pelayanan administrasi
5. Pelayanan informasi
6. Pelayanan kemanusiaan
Kesemua itu dapat ditunjukan indexnya pada sistem algoritma yang berupa info grafis, info statistik, info virtual yang dapat diakses secara real time, on time dan any time.
Analisa algoritma smart city dapat dilihat dari :
1. Bgm tingkat kualitas keamanan
2. Bgm tingkat kualitas keselamatan
3. Bgm tingkat kualitas kelancaran
4. Bgm tingkat kualitas ketertiban
5. Bgm tingkat kualitas pelayan di bidang LLAJ
6. Bgm tingkat kualitas management media
7. Bgm tingkat kecepatan penanganan masalah / quick response time nya.
Ke 7 point itu nanti yg dilihat kemampuan sistem Eling Solo baik management maupun operasionalnya dari:
1.Kompetensi SDM
2.Tingkat penggunaan aplikasi yang ada
3. Tingkat kepuasan masyarakat
Point point di atas menjadi landasan dari index keteraturan sosial di suatu kota, kawasan, dsb.
Standardisasi implementasi Polmas (community policing) sebagai pilar profesionalisme.
Standar merupakan pilar dasar profesionalisme. Dengan standar road map akan dapat dibuat sebagai pola pola implementasi grand strategi, pengaturan atau dasar hukum hingga panduan operasionalnya maupun penyiapan sumber daya manusia yang akan mengawakinya. Standar dapat dikategorikan dalam :
1. Standardization of work input,
2. Standardization of work process dan
3. Standardization of work out put.
Melalui standardisasi akan dapat ditentukan atau dibuat model dasar, proses dan pencapaian tujuannya. Standar di era digital dibangun dalam smart management yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Teknologi informasi merupakan suatu kebutuhan dan keharusan di era digital, tentu saja hal ini juga berlaku bagi kepolisian di dalam pemolisiannya. Pemolisian secara garis besar dapat dilihat dalam ranah kerja birokrasi maupun dalam masyarakat sebagai usaha atau upaya kepolisian pada tingkat manajemen maupun operasional, dengan atau tanpa upaya paksa untuk mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial.
Dengan demikian tatkala membahas teknologi kepolisian maka model teknologinya adalah untuk mendukung pekerjaan kepolisian di ranah birokrasi dan ranah masyarakat untuk mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial. Sistem teknologi kepolisian merupakan suatu rangkaian atau model untuk menyatukan back office, application dan network yang berbasis artificial intellegence dan internet of things. Yang dioperasionalkan pada ranah birokrasi maupun masyarakat untuk:
1. Memetakan atau mengkategorikan apa yang menjadi variabel atas pekerjaan kepolisian
2. Dari sistem pemetaan tsb maka dibangun sistem inputing data atau sistem recognize
3. Point 1 dan 2 dapat dihubung-hubungkan secara holisitik untuk membuat model model yang dibutuhkan sehingga dapat menjawab model model sistem pelayanan teknologi yang berupa prediksi antisipasi maupun solusi dlm bentuk algoritma.
4. Dari algoritma yang ada dapat menjadi landasan atau acuan pengambilan keputusan untuk sistem pelayanan kepolisian: a. Pelayanan keamanan, b. Pelayanan keselamatan c. Pelayanan hukum d. Pelayanan administrasi e. Pelayanan informasi dan f. Pelayanan kemanusiaan.
5. Pelayanan-pelayanan pada point 4a sd 4f dapat diimplementasikan pada komunitas maupun lalu lintas.
6. Point 1 s 5 dapat dibangun big data system dengan one gate service system
7. Sistem teknologi kepolisian jenisnya dapat beragam sesuai dengan fungsi kepolisian atau sesuai dengan wilayahnya juga atas dampak masalah yang mengganggu atau merusak keteraturan sosial.
8. Teknologi kepolisian secara manajerial maupun operasional kesemuanya dikaitkan dengan adanya digital record yang dapat dikaitkan pada program merit system.
9. Implementasi atas teknologi kepolisian ini dilakukan pada sistem E policing.
E policing atau electronic policing merupakan model pemolisian di era digital yang berbasis pada back office aplication dan network. Dengan berbasis pada artificial intellegence dan internet of things dan sistem yang ada pada point 1 sd 8 merupakan basis landasannya. E policing model sistem pemolisian secara virtual yang dapat melayani 1×24 jam dan 7 hari seminggu secara terus menerus tanpa terputus dengan standar pelayanan yang prima. Yaitu pelayanan kepolisian yang berstandar cepat tepat akurat transparan akuntabel informatif dan mudah diakses. Model e policing dapat dikategorikan dalam komunitas (harmoni pemeliharaan keamanan yang modern dan manusiawi) dan lalu lintas (it for road safety).
Mengimplementasikan Harmoni maupun it for road safety prinsipnya adalah dengan membangun back office, aplication dan network. Back office berfungsi sbg operation room atau ruang kontrol pusat k3i ( komando kendali koordinasi dan informasi) sbg pusat data dan analisis. Aplication dlm konteks E policing merupakan sistem inputing data analisa data dalam berbagai indikator yang nantinya dapat menghasilkan sistem data secara on time dan real time dalam bentuk info grafis dalam wujud indeks keamanan. Adapun network di sini adalah pada model jejaring yang menghubungkan antar aplikasi dengan back office. Sistem operasional harmoni maupun intelejen akan di jabarkan melalui sistem pembangunan big data dengan berbasis geografi dlm sistem pemetaan wilayah sistem sistem informasi wilayah masalah dan berbagai kepentingan maupun daei dampak masalah. Sistem big data merupakan pilar one gate service. Pada semua sistem on line atau elektronik yang dibangun mampu menyajikan informasi yang akurat dan cepat secara on time dan real time dlm wujud info grafis. Hasil analisa data yang dihubung hubungkan sesuai indikator masing masing sub bagian akan menghasilkan indeks keamanan dan keselamatan (road safety) yang mampu memprediksi mengantisipasi dan memberikan solusi yang tepat dan dapat diterima semua pihak yang diyakini sebagai upaya pencegahan melalui langkah proaktif dan problem solving sehingga dapat mengurangi ketakutan masyarakat akan adanya ATHG (ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan) serta dapat terwujudnya keamanan dan rasa aman yang mendukung produktifitas masyarkat.
Keteraturan sosial baik di dalam komunitas maupun lalu lintas merupakan bagian dr ketahanan nasional. Karena daya tahan suatu bangsa merupakan kemampuan berdaya tahan suatu bangsa terhadap berbagai hal yang kontra produktif pd semua aspek kehidupan dari luar maupun dari dalam dapat menggerus nasionalisme kebangsaan. Membahas ketahanan nasional dapat dianalogikan sebagai tubuh manusia yang tidak hanya fisik tetapi juga filosofi, pandangan hidup dan berbagai upaya menata keteraturan dalam aspek kehidupan berbangsa dan bernegara (gatra, setidaknya ada 8 gatra ditambah dari hukum, teknologi). Gerusan terhadap gatra kehidupan berbangsa dan bernegara di era digital yang mampu menembus ruang dan waktu bukan lagi dengan cara cara fisik semata melainkan dari cara cara virtual dapat memecah belah keamanan dalam negeri, menggerus nasionalisme. Di dalam pemanfaatan teknologi 4.0 inilah manusia bisa menjadi budak teknologi. Gempuran sistem on line pada berbagai pelayanan publik akan menimbulkan gesekan baru. Dunia virtual akan menguasai dunia aktual. Konflik benturan peradaban pun dapat terjadi yang berdampak luas.
Dalam negara yang modern dan demokratis ketahanan nasional merupakan suatu dasar untuk dapat hidup tumbuh dan berkembang. Maka diperlukan adanya produktifitas dalam semua aspek dan lini kehidupan. Namun faktanya di dalam proses produktifitas ada ancaman tantangan hambatan dan gangguan (ATHG) yang dapat merusak bahkan mematikan produktifitas. Di sinilah fungsi negara hadir untuk menata keteraturan sosial mendukung produktifitas dan mengatasi ATHG dengan menjamin keamanan dan rasa aman seluruh rakyat sebagai anak bangsa. Yaitu dengan adanya hukum yang kuat adanya aparatur dan para pemangku kepentingan lainya yang bersinergi sehingga ATHG dari luar maupun dalam dpt diatasi bahkan dapat memberdayakan menjadi kekuatan atau potensi potensi yang mendukung produktifitas.
ATHG dari dalam maupun luar yang berdampak tergerusnya nasionalisme dan ketahanan nasional antara lain :
1. pembodohan melalui sistem pendidikan yang menanamkan nilai nilai anti Pancasila anti Kebhinekaan dalam berbagai doktrin yang merusak ideologi dan nasionalisme bangsa,
2. teknologi yang mencandui warga dalam memangkas sistem sistem sosial yang ada
3. pengadu dombaan antar anak bangsa dengan pemanfaatan primordialisme
4. Perdagangan narkotika
5. perusakan sistem birokrasi melalui korupsi
6. Sistem monopoli sistem bisnis dan perdagangan dsb.
Tatkala hal tersebut diatas tidak lagi mampu diatasi atau cara penanganan masih sebatas cara yang manual parsial konvensional maka kemampuan berdaya tahan akan lemah tentu saja tidak mampu berdaya saing dengan bangsa lain.
Dalam membangun ketahanan suatu bangsa dari sisi gatra keamanan dapat menjadi pilar penyangga bagi gatra lainnya. Keamanan yang berdaya tahan terhadap gerusan secara internal maupun eksternal adalah membangun sistem good and clean government sehingga premanisme atau mafia birokrasi atau peluang terjadinya penyimpangan penyalahgunaan kewenangan dapat di atasi dengan membangun E government. Dukungan bagi terbangunnya E government adalah dengan membangun sistem E policing dan E banking. Konteks membangun keamanan dengan teknologi 4.0 yaitu dengan adanya back office, aplication dan network untuk adanya sistem big data.
Dukungan bagi terwujudnya E government maka standarnya adalah pendekatan keamanan adalah melalui pemolisian yang proaktif dan problem solving. Kemitraan dengan mengutamakan pencegahan serta mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat, model pemolisian tersebut dikenal sebagai community policing. Sistem yang dibangun pada community policing berbasis wilayah, berbasis fungsi dan berbasis dampak masalah. Dalam mengimplementasikan community policing ada dua ranah kerja polisi yaitu pada ranah birokrasi dan ranah masyarakat. Keberadaan polisi dapat diterima oleh masyarakat yang dilayaninya bahkan dapat menjadi ikon kedekatan jarak polisi dengan masy hanya 3 digit melalui call centre dapat dihubungi no 110 atau 911. Ikon kecepatan merespon aduan atau laporan atau saat ada kejadian yang mengganggu keteraturan sosial. Dan menjadi ikon persahabatan antara polisi dengan komuniti yang dilayani saling memahami saling mendukung dan menjadi mitra dalam mewujudkan dan memelihara keamanan dan rasa aman warga masyarakat.
Di era digital dengan teknologi 4.0 implementasi community policing tidak hanya secara faktual namun juga diimbangi pemolisian scr virtual melalui E policing. E policing merupakan model pemolisian di era digital sebagai implementasi community policing secara virtual yang dapat melayani masyarakat 1x 24 jam sehari dan 7 hari seminggu secara terus menerus. Dalam E policing sistem keamanan yang mampu mendukung ke tahanan nasional yang dilakukan scr prima. Yaitu pelayanan: keamanan; keselamatan; hukum; administrasi; informasi dan kemanusiaan dapat dilayani dengan standar prima. Yaitu pelayanan yang cepat tepat akurat transparan akuntabel informatif dan mudah diakses. **