Batik Jogja Mendunia
TRANSINDONESIA.co | Jogja Membatik Dunia menandai puncak acara sekaligus penutup rangkaian Jogja International Batik Biennale (JIBB) 2023 di Pendapa Agung Kedhaton Ambarrukmo pada Kamis 26 Oktober 2023.
Setidaknya 15 Kedutaan Besar RI di luar negeri secara daring serta peminat dan pencinta batik memeriahkan penutupan rangkaian JIBB 2023 bertema Borderless Batik – Sustainable and Marketability ini.
Wagub DIY KGPAA Paku Alam X mewakili Gubernur DIY mengatakan, implementasi JIBB melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk pelaku usaha, pecinta batik dan masyarakat umum.
Menjadi momentum saling belajar, berdiskusi, serta memperkuat jejaring pengembangan sehingga menemukan praktik terbaik dalam konteks keberlanjutan batik sebagai sebuah kekuatan budaya dan kekuatan ekonomi.
Mengangkat tema ‘Borderless Batik – Sustainable and Marketability’, Jogja International Batik Biennale (JIBB) 2023 mendatang akan menjadi ajang promosi agar batik semakin dikenal luas dan mendunia.
Hal ini diungkapkan Wakil Ketua JIBB 2023, Tazbir Abdullah dalam dialog Ranah Publik di Stasiun TVRI Yogyakarta, Jumat 20 Oktober 2023. JIBB telah dilaksanakan sejak Juni 2023 lalu, di mana launching pembukaannya dilakukan di Mall Sarinah Jakarta.
“Puncak kegiatan JIBB akan dilaksanakan pada Kamis 26 Oktober 2023, dengan konsep Jogja Membatik Dunia. Pada acara ini, kami juga mengundang 15 negara tetangga dan beberapa negara yang memiliki jalinan erat dengan Indonesia, untuk ikut serta membatik bersama,” ungkapnya.
Tazbir mengungkapkan, 15 negara tersebut ialah Brunei Darusalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Timor Leste, Republik Tiongkok, Jepang, Korea Selatan dan India. Acara yang akan digelar di Pendopo Agung Hotel Royal Ambarrukmo ini juga dilakukan bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri RI.
“Sebagai wujud konsistensi dan pelestarian batik, event JIBB diadakan setiap 2 tahun sekali. Karena pada dasarnya batik punya sesuatu yang turut membesarkan Jogja. Apalagi sejak Jogja terpilih sebagai Kota Batik Dunia. Bagi Jogja, batik adalah warisan budaya yang perlu dikembang secara konsisten,” paparnya.
Ketua Harian Dekranasda DIY, GKBRAyA Paku Alam mengatakan, era globalisasi memberi pengaruh positif dan negatif bagi batik di nusantara, di Jogja khususnya. Pengaruh positifnya ialah batik semakin dikenal masyarakat luas, termasuk dunia internasional. Sedangkan pengaruh negatifnya, batik dapat tergerus di tengah era globalisasi.
“Untuk itu pelestarian batik perlu dilakukan terus menerus. Semenjak Yogyakarta ditetapkan sebagai kota batik dunia oleh Dewan Kerajinan Dunia pada 2014, Pemda DIY beserta masyarakat berupaya penuh untuk mempertahankan predikat tersebut agar tidak dicabut. Untuk mempertahankannya, salah satunya dilakukan dengan mengenalkan batik tulis pada anak-anak usia dini,” ungkap Gusti Putri.
Menurut Gusti Putri, melalui JIBB ini pihaknya juga berupaya agar batik tidak hanya mendunia tapi juga dicintai, utamanya oleh generasi muda. Karenanya, pada JIBB 2023 digelar pula kegiatan kolaborasi batik dengan para desainer yang tentu mengikuti perkembangan fashion dunia saat ini.
“JIBB ini adalah milik semua masyarakat Jogja. Untuk itu, mari kita mencintai batik, mencintai adat budaya Jogja,” imbuh Gusti Putri.
Pengrajin Batik, Sardi mengatakan, gelar Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia diberikan karena Jogja mampu memenuhi tujuh kriteria, yaitu nilai historis, orisinalitas, upaya konservasi melalui regenerasi, nilai ekonomi, ramah lingkungan, reputasi internasional, dan konsistensi. Selain itu, batik yang juga telah diakui sebagai warisan dunia dari Indonesia memiliki berdampak langsung pada sisi ekonomi.
“Ekonomi yang terus tumbuh diiringi dengan kelestarian lingkungan hidup yang tetap terjaga, tentu menjadi harapan dari semua negara di dunia. Apalagi dengan semakin giat diterapkannya konsep ekonomi sirkular yang merupakan bagian dari implementasi industri hijau, di mana industri batik juga dapat mengimplementasikannya,” imbuhnya. [nag]