“Galanggang Arang” Bangkitan Nilai Universal Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto

TRANSINDONESIA.co | Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan akan menyelenggarakan serangkaian kegiatan “Galanggang Arang” sebagai gelaran atas penetapan situs tambang batubara Ombilin sebagai warisan dunia.

Pada tahun 2019, UNESCO telah menetapkan situs tersebut sebagai Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS). Penetapan ini dilatarbelakangi oleh sejumlah argumentasi yang menunjukkan nilai universal luar biasa dari pembangunan tambang batubara tersebut.

“Pembangunan tambang batubara Ombilin merupakan salah satu bukti bagaimana manusia dapat mengatasi berbagai tantangan alam yang ekstrim dengan teknologi yang diciptakan. Warisan dunia ini perlu kita respon secara kreatif, dialogis, maupun akademis, agar seluruh pihak dapat merawat dan memanfaatkannya,” ucap Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, dikutip dalam keterangannya, Ahad (22/10/2023).

Sawahlunto merupakan salah satu daerah yang berada di perbukitan.  Dengan jalur yang cukup rumit dan susah untuk diakses dengan alat transportasi biasa dari Padang, Sumatera Barat, sebagai pintu masuk, keberhasilan pembangunan tambang batubara dan jalur kereta api sebagai sarana transportasinya adalah sebuah kesuksesan yang luar biasa. Teknologi tinggi terkait dengan operasionalisasi tambang didukung oleh keberhasilan dalam membuat jalur kereta api. Jalur kereta api ini juga bukan perkara mudah.

Kawasan Kayu Tanam hingga Padangpanjang merupakan jalur pendakian dengan tingkat kemiringan ekstrim hingga 80 derajat. Diperlukan desain luar biasa untuk dapat membuat jalur yang dapat dilalui oleh kereta api, serta jenis mesin lokomotif yang harus dirancang khusus.

“Rangkaian aktivasi yang dilakukan akan menyediakan ruang bagi keterlibatan anak-anak, pelajar, dan generasi muda. Karena warisan dunia bukan hanya milik masa lalu dan masa kini, tapi juga bagi generasi muda di masa yang akan datang,” jelas Hilmar Farid.

Tambang batubara Ombilin tidak berdiri sendiri. Daerah-daerah penyangga, terutama tujuh kabupaten dan kota yang terhubung dengan industri ini, yaitu Kota Solok, Kabupaten Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kota Padangpanjang, Kabupaten Padang Pariaman, dan Kota Padang, memiliki keterkaitan sebagai dampak dari keberadaan tambang batubara Ombilin. Dampak tersebut dihasilkan dari interaksi yang terjadi, mulai dari bidang ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, gaya hidup, baik sebagai hasil dari mobilitas dan interaksi manusia maupun barang.

Upaya untuk merespon penetapan tambang batubara Ombilin sebagai warisan dunia segera dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek. Aktivasi dilakukan dengan cara memperkuat ekosistem yang terkait dengan WTBOS.

Serial kegiatan yang akan dilaksanakan diberi tajuk “Galanggang Arang.” Kata “Galanggang” memiliki arti ruang, lapangan atau keramaian, sementara kata “Arang” adalah sebutan lokal untuk batubara. Sebagai istilah, kata “Galanggang” juga berarti medan perjuangan atau arena perlombaan, sementara “Arang” juga berarti sumber energi yang siap digunakan.

Dengan demikian, Galanggang Arang kurang lebih berarti sebagai gerakan untuk menghidupkan semangat menggali berbagai potensi yang terpendam dalam Warisan Budaya Dunia ini. Potensi itu yang utama adalah nilai-nilai universal meliputi perkembangan kebudayaan, pertukaran nilai antar budaya, juga persebaran dan pembentukan budaya baru sebagai bentuk pemuliaan kemanusiaan.

Dalam serial Galanggang Arang akan diselenggarakan sejumlah kegiatan seperti seminar, dialog warisan budaya, pameran foto WTBOS, pemetaan dan kajian objek WTBOS, pertunjukan kesenian tradisi, bazar kuliner, ekspedisi, penciptaan karya kreatif (berupa seni musik, film, rupa), dan gelaran forum pemangku kepentingan. Tujuan utama dari pelaksanaan kegiatan ini adalah menumbuhkan dan menjaga warisan budaya yang terkait dengan WTBOS, terutama di nagari-nagari yang terhubung melalui jalur kereta api.

“Galanggang Arang diharapkan dapat menjadi wadah gotong royong bagi segenap pemangku kepentingan untuk bersama-sama menggali nilai dari Cagar Budaya (CB) dan Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) yang tersebar di sepanjang Kawasan Warisan Budaya ini,” tutur Hilmar.

Ia menambahkan, tujuan akhir Galanggang Arang yaitu agar berbagai nilai tersebut dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dunia, serta dimanfaatkan sebagai sumber pengetahuan, teknologi dan ekspresi seni dan budaya, bagi terwujudnya ketahanan budaya dan kesejahteraan masyarakat.

Pembukaan Galanggang Arang akan dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 2023, bertempat di Asrama Haji dan Fabriek Bloc, Tabing, Padang. Pada pembukaan ini akan dilaksanakan kegiatan dialog warisan budaya, seremoni pembukaan, dan penampilan kesenian tradisi dan modern. Dialog warisan budaya difokuskan pada pembahasan bersama dengan para pemuka masyarakat yang berasal dari nagari-nagari di tujuh kabupaten dan kota di Sumatera Barat. Para pemuka masyarakat yang terdiri dari ketua kerapatan adat nagari, camat, dan bundo kanduang ini dipandang sebagai pelaku penting dalam upaya merawat dan mengembangkan objek-objek warisan budaya. Kesepahaman untuk merawat warisan budaya diharapkan muncul sebagai gerakan bersama.

Rangkaian kegiatan berikutnya akan dilaksanakan di Kota Padangpanjang (7-8 November 2023), Kayu Tanam (10-12 November 2023), Sijunjung (12-14 November 2023), Tanah Datar (17-19 November dan 26-27 November 2023), Kota Padang (18-19 November), Kabupaten Solok (25-26 November 2023), Sawahlunto (28-30 November 2023), dan penutupan di Kota Solok (14-15 Desember 2023). Masing-masing pemerintah daerah di tujuh kabupaten dan kota di Sumatera Barat tersebut juga turut mendukung kegiatan aktivasi dan penguatan ekosistem kebudayaan WTBOS, yang diharapkan dapat menjadi desain besar pengelolaan pada masa yang akan datang.[eso]

Share
Leave a comment