Surya Paloh: Pidato Ketua DPD soal Amendemen UUD 1945 Menarik

TRANSINDONESIA.co | Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menilai pidato Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti tentang mengembalikan MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara dengan mengamandemen UUD Negara RI Tahun 1945 merupakan hal yang menarik.

“Hal yang menarik tadi adalah sambutan ketua DPD, yang membawa kembali sebuah pemikiran agar kita kembali mengamendemen UUD 1945, menempatkan posisi MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara,” kata Paloh usai menghadiri Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2023 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (16/8/2023).

Paloh menilai gagasan tersebut merupakan sesuatu yang baik, karena nantinya pemilihan presiden akan dipilih kembali lewat MPR RI.

“Konsekuensi nanti adalah pemilihan presiden tidak lagi secara langsung, tapi tentu ditempatkan melalui proses pemilihan di MPR itu sendiri. Saya pikir ini luar biasa, pikiran-pikiran yang bagus, ya, kan?” katanya.

Dia pun berharap gagasan yang sejalan dengan Partai NasDem tersebut mampu direalisasikan lebih konkret lagi ke depannya.

“Ini satu PR (pekerjaan rumah) tersendiri bagi MPR, DPR, DPD sendiri, untuk bersama-sama duduk, berembuk, dan mengusulkan usulan ini agar lebih konkret lagi dan segera sosialisasikan ke masyarakat,” kata Paloh.

Sebelumnya, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam pidatonya mengatakan bahwa DPD RI akan menawarkan proposal kenegaraan dengan naskah akademik penyempurnaan dan penguatan sistem bernegara yang meliputi lima hal pokok.

“Pertama, mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang berkecukupan,” kata LaNyalla saat berpidato pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2023 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (16/8/2023).

Kedua, lanjutnya, ialah membuka peluang adanya anggota DPR RI yang berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan, selain dari anggota partai politik.

Ketiga adalah memastikan utusan daerah dan utusan golongan diisi melalui mekanisme pengisian dari bawah. Artinya, kata LaNyalla, bukan penunjukan oleh presiden seperti yang terjadi pada era Orde Baru.

Keempat, memberikan kewenangan kepada utusan daerah dan utusan golongan untuk memberikan pendapat terhadap materi rancangan undang-undang yang dibentuk oleh DPR bersama presiden, sebagai bagian dari keterlibatan publik yang utuh.

Kelima adalah menerapkan secara tepat tugas, peran, dan fungsi lembaga negara yang sudah dibentuk di era reformasi, sebagai bagian dari kebutuhan sistem dan struktur ketatanegaraan. [ant]

Share