Praktik Politik Uang Sering Terjadi H-1 Pemungutan Suara

TRANSINDONESIA.co | Bawaslu RI menyebutkan, praktik politik uang kerap terjadi sebelum masa kampanye hingga H-1 pemungutan suara pemilu dan pilkada. Bahkan, terdapat praktik transaksi politik uang secara digital.

“Termasuk juga kegiatan sosial. Yang diwarnai politik luar dan program pemerintah,” kata Komisioner Bawaslu Lolly Suhenty dalam pidatonya di acara Peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 Isu Strategis Politik Uang, di Bandung, Jawa Barat, Minggu (13/8/2023).

Berdasarkan pemetaan Bawaslu soal IKP (Indeks Kerawanan Pemilu dan Pemilihan), Maluku Utara (100) paling rawan politik uang. Kemudian, diikuti empat provinsi lainnya, yakni Lampung (55,56), Jawa Barat (50), Banten (44,44), dan Sulawesi Utara (38,89).

Namun, jika dilihat berdasarkan agregasi tiap kabupaten/kota, Papua Pegunungan menjadi provinsi dengan tingkat kerawanan tertinggi politik uang. Selanjutnya, ada Sulawesi Tengah, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Banten, Lampung, Papua Barat, Jawa Barat, Kepulauan Riau, Maluku Utara.

Sementara, Kabupaten Jayawijaya, Papua, menduduki urutan pertama kabupaten dengan kerawanan isu politik uang paling tinggi. Disusul, Kabupaten Banggai dan Banggai Kepulauan di Sulawesi Tengah, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, dan Kabupaten Lampung Tengah, Lampung.

Berkaca pada pengalaman penyelenggaraan Pemilu 2019 dan Pilkada 2020, menurutnya, modus politik uang terbagi dalam beberapa bentuk. Seperti, memberikan langsung; memberikan barang; dan memberikan janji.

“Modus memberi langsung itu salah satunya berupa pembagian uang. Lalu voucher atau uang digital dengan imbalan memilih (kepada salah satu peserta pemilu),” ucap Lolly.

Lanjutnya, Lolly membeberkan, pelaku sering terlibat politik uang mulai dari kandidat, tim sukses/kampanye. Kemudian, aparatur sipil negara (ASN), penyelenggara ad hoc, dan simpatisan atau pendukung (peserta pemilu).

“Pemetaan kerawanan politik uang ini berupaya mengelompokkan kerawanan. Dalam kategori, modusnya apa, pelakunya siapa, dan wilayahnya dimana?” ujar magister Ilmu Hukum dari Universitas Pakuan Bogor ini. [rri]

Share
Leave a comment