Litle Mermaid: Bagai Putri Duyung yang Mendamba dalam Reformasi Birokrasi

TRANSINDONESIA.co | Kisah litle mermaid karya HC Anderson dari Denmark mengisahkan putri duyung yang mendamba pangeran ganteng, yang rela ekor ikannya menjadi kaki manusia, demi mengejar cintanya. Dalam birokrasi mereformasi bagai putri duyung yang mendamba. Menunjukan betapa sulitnya dari ekor ikan menjadi kaki manusia.

Putri duyung ada dua bagian besar, bagian atas dapat digolongkan manusia. Golongan bawah, golongan binatang. Manusia mengikuti binatang pasti dianggap gila. Binatang mengikuti manusia itu tidak mungkin. Jika dipisahkan maka akan mati karena ke dua bagian itu saling menyatu.

Kira kira demikianlah menghadapi birokrasi yang harus direformasi. Kelompok yang pro reformasi akan berpikir visioner. Yang anti reformasi akan mati matian mempertahankan apalagi kalau sudah mapan dan nyaman. Kekuasaan akan terus diperebutkan dan saling adu kekuatan.

“Bener yen ra umum iku salah, salah yen wis umum iku dadi bener”, Benar kalau tidak  umum itu bisa dianggap salah dan hal yang salah bila sudah menjadi hal yang umum bisa dianggap benar.

Menyatakan dan menegakkan kebenarann bagai mengurai benang kusut yang kecemplung aspal. Dalam birokrasi patrimonial, anggotanya pembebek semua manut apa kata ndoronya:” siap ndan … perintah”, dengan gaya dan nada yang menyebalkan karena penuh ketidaktulusan serta kepura puraan. Salah sekalipun kalau apa kata ndoro menjadi kebenaran dan diikuti kaum bebek dibawahnya. Pepatah mengatakan, “pemimpin itu kesepian tidak mempunyai teman yang ia punyai adalah penjilat”.

Birokrasi yang patrimonial biasanya akan penuh dengan kepura-puraan (baik bila ada pimpinanya, yang kumuh, yang kotor disingkirkanya agar mata sang ndoro menikmati yang indah berseri bersih harum dan wangi).

Acara-acara seremonial yang pseudo bertaburan di mana-mana demi menunjukan kehebatan sang Ndoro yang sebenarnya juga sebuah penipuan karena sebatas pencitraan belaka. Selesai acara, selesailah programnya (ibarat cinta cukup sampai disini). Kegiatan superfisial bagai sebuah kegiatan pariwisata menyalahkan dan mencari kesalahan.
Mengapa demikian? Karena memang perintah dan spiriitnya adalah jangan sampai ndoro kecewa, apalagi sampai menemukan kesalahan, selesailah sudah. Dengan mampu membahagiakan dan memuaskan ndoronya dan tanpa kesalahan, akan memiliki nilai tawar dan menaikan gradenya sebagai bagian ndoro. Diaangkat menjadi kroni orang pusat, orang berkuasa walau semangat dan kinerjanya bukan untuk memperbaiki, menyelesaikan masalah tetapi spirit ngarit wani piro.

Dalam berbagai aktifitas apapun sifatnya, yang temporer, reaktif ala pemadam kebakaran tetap saja dianggap berprestasi.  Kaum pembebek akan serempak kompak melawan pembaharuan, mempertahankan status quo dan mati-matian berusaha menyingkirkan bahkan mematikan siapa saja yang berani mengusik kenyamananya.

Walaupun upaya-upaya yang disampaikan baik dan benar secara moral, logika, administrasi dan hukum tetap dianggap sebagai duri dalam daging yang harus dicabut dan dibuang jauh. Tanpa perlindungan dan dukungan dari akar rumput maupun ndoro yang waras, orang-orang baik dan benar pasti kalah atau dikalahkan dan bahkan bisa dicabut dan dicampakan pada perapian untuk melumatkan selama-lamanya.

Pepatah jawa mengatakan: ” bener durung temtu pener”, Benar belum dapat dipastikan tepat ubtuk diterapkan. Di lingkungan yang sarat dengan berbagai penyimpangan dan hampir semuanya permisive, menunjukkan ada sesuatu yang aneh dan sakit. Yang waras disalahkan yang gila dipuja dan ditinggikan.

Tatkala kita melihat ada rasa sakit namun tidak merasa sakit tentu kita bertanya masih waraskah kita? Ya hanya orang sehat sajalah yang merasakan sakit. Orang gila walau makan di tempat sampah, tidak mandi berbulan bulan, telanjang sekalipun tidak ada rasa apapun.

Orang sehat ada selip sedikit di gigi sudah sibuk mencari tusuk gigi dsb. Hal ini bisa menjadi perumpamaan pada birokrasi. Tatkala semua sibuk ngarit (mencari tambahan gaji entah benar atau tidak entah meras atau terima suap sd membackingi hal hal ilegal) ada orang yang tidak mau ngarit apa pendapat lingkunganya. Pasti orang ini dikatakan sok suci sok bersih munafik dsb. Àpa yang dilakukanya benar tetapi dianggap tidak tepat bahkan bisa saja dimusuhi atau malah disingkirkan.

Pak Hoegeng menjadi ikon anti korupsi dalam birokrasi kepolisian, sangat keras dan tegas untuk tidak melakukan korupsi  bahkan gratifikasipun ditolaknya. Namun ia malah dicopot dan dianggap duri dalam daging. Bahkan polisi polisi mudapun ada yang berteriak: kalau mengikuti pak Hoegeng, bisa miskin kita ini”.

Bisa dibayangkan betapa putri duyung bisa merana tatkala ingin mereformasi ekornya menjadi kaki manusia. Sekalipun pak Hoegeng diakui dan diapresiasi sebagai oase polisi baik dan benar dalam gerakkan anti korupsi. Pada masa lalu pak hoegengpun harus dipensiun dini pada usia 49 tahun, berhenti sebagai Kapolri. Namun spirit pak Hoegeng sangat luar biasa, berani menolak perintah pimpinan di jaman Orde Baru.

Apa yang dilakukan berdampak luas dari pencekalan ke luar negeri, acara siaran di TVRI tha hawaian seniors pun dihentikan tayanganya. Kebenaran adalah tetap kebenaran apa yang dilakukan oleh pak Hoegeng tdklah sia sia. Beliau menjadi legend, nama harum dikenang sepanjang masa. Bahkan Gusdurpun memberi label anekdot polisi yang tidak bisa disuap yaitu polisi tidur, patung polisi dan pak Hoegeng.

Adakah Hoegeng Hoegeng muda di era digital ini?

Tentu banyak namun sikap dan tindakanya tidaklah sepopuler teman temannya yang membebek. Orang orang macam beginj akan jadi bahan olok olokan, yang secara struktural maupun fungsional akan tersingkir atau malah disisingkirkan.

Salah satu di antara mereka adalah Kombes Pol Drs Darmanto yang berdinas di Sekolah Inspektur Polisi (dahulu di Secapa Polri). Saya mengenal Darmanto sejak Taruna bahkan 2x sekolah bersama saya saat PTIK dan Sespim.

Darmanto tidak pernah marah bila diabaikan dengan sikapnya. Ia sangat tekun dalam beribadah. Darmanto banyak mengalah untk hal yang sarat dengan perkeliruan berani, untuk tidak ikut hanyut. Darmanto pernah bertugas pada posisi yang dianggap basah namun merasa tidak nyaman, tidak kerasan dan tidak nyaman.

Di sekolah Inspektur  Polri pun ia tetap konsisten dengan prinsipnya. Bekerja dengan baik dan benar. Saat ia memiliki sedikit tabungan untuk sekolah namun diurungkan karena anaknya membutuhkan biaya untk kuliah.

Banyak hal unik dan menarik dari sosok Kombes Darmanto. Di kalangan  para pengarit memang akan dilabel nyleneh bahkan aneh. Namun setidaknya apa yang dilakukan Darmanto menjadi sebuah inspirasi polisi yang baik dan benar, melakukan tindakan anti korupsi setidaknya sudah 33 tahun ia  jalani.

Darmanto melakukan yang baik dan benaar walau banyak resiko yang harus diterimanya. Semoga apa yang dilakukan Darmanto terus konsisten dan sesuai dengan integritas dan komiitmen nya. Tentu dengan harapan semakin banyak tempat bagi orang-orang baik dan benar yang dapat menjadi cermin dan inspirasi menjalankan anti korupsi dengan baik dan benar.

Bener yen dianggep ora pener bisa saja malah didihakimi disingkirkan kalau perlu mungkisa malah dimatikan. Chrysnanda Dwilaksana

Fajar Tegal Parang 090723

Share