Kisah Nabi Musa, Penolong Pendosa Mulia
TRANSINDONESIA.co | Nabi Musa lahir di wilayah Mesir yang pada saat itu dipimpin oleh Fir’aun. Nabi Musa lahir ketika saat itu muncul perintah untuk membunuh para bayi.
Dikutip berbagai sumber, Fir’aun diceritakan merupakan raja yang kejam dan sewenang-wenang, bahkan menganggap dirinya sebagai Tuhan. Nabi Musa termasuk dalam golongan Ulul Azmi atau yang memiliki kesabaran luar biasa.
Ia memiliki sejumlah mukjizat dari Allah SWT berupa, tongkat Nabi Musa dapat berubah menjadi seekor ular besar. Nabi Musa dapat membelah lautan, tangannya dapat bercahaya dan ia adalah sosok yang taat kepada Allah SWT.
Pada zaman Nabi Musa, pernah terjadi peristiwa di mana masyarakat ramai-ramai menolak memandikan dan menguburkan jenazah seorang laki-laki. Di mata orang-orang, lelaki ini tidak lebih dari sampah masyarakat, sebab, perilakunya terkenal fasiq.
Yaitu gemar melakukan dosa besar ataupun dosa kecil secara terus-menerus. Tidak hanya menolak mengurus jenazahnya, masyarakat bahkan menyeret kaki mayat lelaki tersebut lalu membuangnya di gundukan kotoran hewan.
Atas kejadian ini, Allah SWT memberikan wahyu kepada Nabi Musa, untuk membantunya untuk mengurus jenazahnya. Mulai dari memandikan, mengafani, mensalatkan dan menguburkanya.
Usai mendapatkan perintah demikian, Nabi Musa menuju lokasi yang dikehendaki. Nabi Musa mencoba bertanya tentang siapa sebenarnya orang yang baru saja meninggal tersebut kepada warga sekitar.
“Bisakah saya ditunjukkan di mana letak mayat itu berada? Allah menyuruhku datang ke sini semata-mata karena lelaki itu,” pinta Musa kepada masyarakat.
Nabi Musa bersama orang-orang sekitar pun akhirnya sampai di lokasi keberadaan mayat. Beliau melihat ada janazah terbuang di atas kotoran hewan serta mendengar keterangan buruknya terkait perilaku.
Nabi Musa pun kemudian bermunajat kepada Allah SWT, mengenai jenazah tersebut patut dipuji atau dicela. Hal itu mengingat perilakunya yang buruk di mata masyarakat sekitar.
Mendapat aduan demikian, Allah SWT menjawab, jika sebelum wafat, dia telah meminta pertolongan kepada Allah SWT dengan tiga hal. Maka Allah SWT akan mengasihinya, walaupun bukan hanya dia yang meminta.
“Dengan demikian, aku belas-kasihani dia. Aku ampuni dosa-dosanya, karena Aku Maha-pengasih dan penyayang terlebih kepada orang yang mengakui atas dosanya di hadapanku,” kata Allah SWT.
Maka Allah SWT meminta Nabi Musa untuk segera melakukan apa yang diperintahkan. Dan Allah SWT akan memberikan imbalan berupa ampunan oleh siapa pun orang yang menyalati jenazah dan menghadiri pemakaman.
Pada cerita di atas, dapat diambil pelajaran, kita tidak boleh memvonis siapa pun sebagai ahli neraka. Karena urusan surga dan neraka merupakan urusan Allah SWT.
Kedua, siapapun orang yang meninggal dalam keadaan Islam, walaupun semasa hidupnya bergelimang kemaksiatan, ia tetap harus dirawat. Yaitu dirawat sebagaimana jenazah orang muslim pada umumnya.[rri]