Bank Dunia dan IMF Ulangi Peringatan soal Resesi Global
TRANSINDONESIA.co | Presiden Bank Dunia David Malpass dan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva hari Senin (10/10) mengulangi peringatan tentang resesi global yang tertunda.
Berbicara pada awal pertemuan musim gugur mereka, Malpass dan Georgieva mengatakan ada “bahaya nyata dari resesi dunia tahun depan.”
“Kita harus meletakannya dalam konteks beratnya masalah yang ada, di mana ada risiko dan bahaya nyata dari resesi ekonomi dunia tahun depan. Ekonomi negara-negara maju di Eropa akan melambat. Hal ini akan terjadi tahun depan. Depresiasi mata uang berarti tingkat utang negara-negara berkembang akan semakin besar. Kenaikan suku bunga juga menjadi beban tambahan. Inflasi masih menjadi masalah utama bagi semua orang, terutama bagi warga miskin. Minggu lalu, untuk pertama kali dalam dua tahun, kami merilis laporan kemiskinan dunia yang menunjukkan lebih dari 70 juta orang terjerembab dalam kemiskinan. Hal lain yang memprihatinkan adalah pengurangan pendapatan rata-rata hingga 4%. Jadi ketika kita bicara tentang tujuan mencapai kemakmuran bersama, hal itu tidak terjadi,” kata Malpass.
Georgieva mengamini pandangan Malpass. “Saya sangat setuju dengan Anda bahwa risiko resesi telah meningkat. Kami telah menghitung bahwa sekitar sepertiga ekonomi dunia akan mengalami sedikitnya pertumbuhan negatif dua kuartal berturut-turut tahun ini, tahun depan, dan bahwa jumlah kerugian akibat perlambatan ekonomi dunia antara saat ini dan tahun 2026 akan mencapai empat triliun dolar. Ini adalah ukuran PDB Jerman yang hilang,” ujar Georgieva.
Ditambahkannya, IMF telah menurunkan proyeksi pertumbuhan globalnya tiga kali.
IMF kini memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun 2022 menjadi 3,2%; sementara tahun 2023 menjadi 2,9%.
Proyeksi IMF yang suram itu datang seiring kebijakan bank-bank sentral di seluruh dunia untuk menaikkan suku bunga dengan harapan dapat meredam lonjakan inflasi.
Bank Sentral Amerika telah mengambil serangkaian kebijakan yang paling agresif ketika menggunakan kenaikan suku bunga sebagai piranti untuk mendinginkan inflasi.
Sejumlah bank sentral dari Asia hingga Inggris juga telah mulai menaikkan suku bunga mereka minggu ini.
“Kita tidak bisa membiarkan inflasi menjadi tidak terkendali,” tegas Georgieva.
Pertemuan tahunan 190 negara anggota IMF dan Bank Dunia dilangsungkan dua kali setahun guna mengatasi berbagai risiko terhadap ekonomi global. [voa]