Dari Kampung Susun: Jak Habitat-cum-Jak Transform, Bisa! (1)

TRANSINDONESIA.co | Ketika menengok logo ‘Jak Habitat’ berwarna merah cerah di “Kampung Susun Produktif Tumbuh Cakung’,  saya membatin: Wuah, inilah perubahan.

Amba bersukaria hari Perumahan Nasional (Hapernas) 2022 diacarakan, lagi. Dengan acara yang tidak itu ke itu saja. Tak hanya unjuk logo, ‘Jak Habitat’ –sebagai integrasi program perumahan dan permukiman terjangkau– alan tetapi unjuk karya. Bersama warga kampung aseli. Bukan unjuk kata janji.

Di ruang demi ruang  ibukota Jakarta,  ‘Jak Habitat’  –yang mengintegrasikan program Rusunawa (Rusun Sewa), DP (Down Payment) Nol Rupiah, Hunian TOD (Transit Oriented Development), dan Permukiman– mendedikasikan inovasi, kreasi, dan perubahan menjadi kabar baik. Bukan berita kengerian.

Nah, ‘Jak Habitat’ Permukiman itu, juga konkrit, terbukti, dan bisa! wujud dengan  karya ‘Kampung Susun’.

Konsep perkampungan vertikal itu membangun tanpa menggusur, yang dirancang memfasilitasi interaksi sosial masyarakat kampung sebagaimana awal semula dulu tinggal dengan latar sosial yang relatif  serupa.

Secara statistik,  jurus anyar dalam karya ‘Kampung Susun’ itu tegak di 5 (lima) lokasi, 14 blok, 612 unit.

Namun secara strategis, ‘Kampung Susun’ itu perubahan-sekaligus peremajaan ruang kota Jakarta. Yang tidak menggusur perkampungan. Yang tidak mencerai-beraikan  arsitektur bangunan sosial warga. Yang tidak menolkan lokak  (job) pencaharian warga, bahkan membuatkan cuan dan memberdayakan.

Sebab itu, ‘Jak Habitat’ membedakan intervensi  dan target group ‘Kampung Susun’ dengan karya-karya lain: Rusunawa, DP Nol Rupiah, Hunian TOD, apalagi hanya rumah susun (Rusun) pada umumnya. Jelas, betapa nyata ‘Kampung Susun’, bukan menara Rusun.

Menara Rusun, walaupun yang bertitel apartemen , ialah vertical housing –yang secara sosial cenderung individualistik dalam  gaya  berinteraksi sosial, karena beragam latar dan asal mula. Seakan kumpulan unit Rusun/apartemen belaka, tanpa  guyub. Yang seakan guyub “zat” langka dan mahal. Sebab itu, Rusun dan Rusunawa  berbeda dan tidak kompatibel dengan warga ‘Kampung Susun’.

Perubahan itu mahal, namun bisa diusahakan, dan direncanakan. Pas hari Hapernas, 25-8-2022, saya tercenung beberapa jenak menengok foto tiga anak-anak, berwajah cerah. Sosok  berusia belia sekitar 8 tahun itu,  sukaria berlari-lari melewati sign board  ‘Kampung Susun Produktif Tumbuh Cakung, yang diimbuhkan tulisan: ‘Eks Bukit Duri’. Di sebelah kanannya melekat  logo ‘Jak Habitat-Permukiman’ yang berbentuk rumah.

Tampak, anak-anak itu produktif berlari dalam melintasi masa kanak-kakak (childhood) –yang seumur hidup hanya datang dan pergi cuma sekali. Anak-anak itu tumbuh dalam lintas zaman berzaman.

“Kampung” vertikal yang dirancang, didialogkan dengan jurus rencana aksi komunitas (community action plan)  di awal masa jabatan, dibangun selama 10 bulan  dan diresmikan pemakaiannya (2022) oleh Gubernur Anies Baswedan.

Peresmian hunian eks  Bukit Duri itu pada momen Harpenas 2022 seakan memperkaya dan menabalkan kosakata baru permukiman: ‘Kampung Susun’, menelusup ke dalam khazanah perumahan dan perkotaan. Kosakata ‘Kampung Susun’ itu melampaui konsepsi juncto frasa rumah susun yang dibahasakan by law dengan UU No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Demikianlah sekilas ulasan debut Jak Habitat  dalam karangka Jak Transform. Belajar dari Kampung Susun,  Jak Habitat-cum-Jak Transform sebagai fitur housing and urban transforming, pun bisa berlari. Memulakannya tanpa  mengubah Undang-undang. (Bersambung #2).

[Muhammad Joni, Ketua Umum Konsorsium Nasional Perumahan Rakyat]

Share