Kornas-Pera Tolak BTN Syariah “Dicaplok” BSI
TRANSINDONESIA.co | Konsorsium Nasional Perumahan Rakyat (Kornas-Pera) menolak tegas rencana merger Bank Tabungan Negara (BTN) Syariah ke Bank Syariah Indonesia (BSI). Merger dinilai akan semakin memperlemah dan mempersulit akses masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk mendapatkan rumah sehat dan layak huni sesuai amanah konstitusi.
Ketua Umum Kornas-Pera, Muhammad Joni menegaskan pihaknya melihat keberadaan BTN Syariah sebagai Unit
Usaha Syariah (UUS) PT Bank Tabungan Negara Persero Tbk (BTN) selama ini cukup berprestasi, kredibel dan mampu melaksanakan tugasnya secara baik dalam pembiayaan perumahan khususnya KPR berbasis syariah untuk rumah bersubsidi.
“Kami tidak melihat alasan kuat yang membuat BTN Syariah secara ekonomi, pengalaman dan yuridis konstitusional harus digabung ke BSI. Malah BTN Syariah ini seharusnya diperkuat sebagai penyalur KPR FLPP bersubsidi berbasis syariah, sehingga bisa memperluas kinerjanya,” kata Joni yang juga seorang lawyer dan pemerhati kebijakan perumahan rakyat, di Jakarta, Kamis (16/6/2022).
Menurut Joni, merger dengan BSI justru akan melemahkan positioning BTN Syariah sebagai bank yang fokus dalam penyaluran pembiayaan perumahan mengingat BSI tidak memiliki fokus dan pengalaman di bidang pembiayaan perumahan.
Yang semestinya dilakukan BSI, ujar Joni, adalah belajar terlebih dahulu kepada BTN Syariah mengenai sistem penyaluran KPR berbasis syariah, bukan malah main “caplok”.
“Semua stakeholder perumahan perlu bahu-membahu dan kompak untuk menjaga BTN Syariah demi melindungi konsumen terutama MBR, serta membangun ekosistem pembiayaan perumahan syariah yang sehat dan kuat di Indonesia. Siklus pembiayaan perumahan selama ini belum optimal, apalagi kalau sudah tidak ada lagi bank yang fokus di perumahan,” tegas Joni.
Praktisi hukum senior ini berharap pemerintah terutama Kementerian BUMN dapat mempertahankan BTN Syariah sebagai unit usaha dari bank yang benar-benar fokus pada pembiayaan perumahan.
“Pasalnya, penyediaan perumahan merupakan amanat konstitusi dan kewajiban pemerintah. Terlebih, kontribusi BTN dan BTN Syariah sangat besar selama ini terhadap penyediaan hunian bagi MBR,” ungkap Joni.
Batalkan Merger
Praktisi hukum senior Joni, mengingatkan pemerintah bahwa angka kekurangan (backlog) perumahan setiap tahun semakin bertambah.
Data Susenas tahun 2021 menyebutkan backlog perumahan sudah mencapai 12,7 juta rumah tangga. Angka riil
backlog, bahkan diprediksinya lebih besar dari angka tersebut.
Oleh karena itu, ujarnya, pemerintah perlu membatalkan rencana merger tersebut sehingga Bank BTN dan BTN
Syariah bisa tetap berkontribusi bagi Program Sejuta Rumah yang diinisiasi Presiden Joko Widodo.
“Kinerja BTN Syariah cukup kinclong. Laba bersihnya pada 2021 tercatat naik 37,33% secara tahunan dibandingkan 2020 dari Rp134,86 miliar menjadi Rp185,20 miliar,” terang Joni.
Dalam kurun waktu 2016-2021, BTN Syariah telah menyalurkan 168 ribu KPR senilai Rp26,03 triliun. Dengan rincian 135 ribu unit KPR Subsidi atau setara Rp16,79 triliun, dan 32 ribu unit KPR non-subsidi setara Rp9,23 triliun.
Sementara, merujuk kepada data Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), realisasi penyaluran KPR bersubsidi dengan skema FLPP masih dikuasai oleh Bank BTN.
Dari realisasi penyaluran KPR FLPP hingga 23 Mei 2022 yang mencapai 73.189 unit atau senilai Rp8,13 triliun, porsi Bank BTN mencapai 56,09%. Posisi kedua dikuasai oleh BTN Syariah yang mencapai 11,38%. Sementara, BSI porsinya hanya 2,78%.[rls]