Ngakak, Gojekan Subro

TRANSINDONESIA.co | Setelah mendapat beberapa kumpulan kartun karya FX Subroto dari mas Doni Blero saya merasakan ada sesuatu penggeli hati yang menstimuli untuk ngakak. Kartun FX Subroto (Subro) memang luwes dan khas njawani gojekan singkat padat lugas jelas dalam gambar dan kata katanya.

Kartun tidak sekedar melucu namun ada satir atau kritik sosial yang mengedukasi melalui guyonan. Merasakan kelucuan kartun pak Subro memang tidak perlu sampai mengernyitkan dahi putar otak sampai migren atau keram otaknya. Lihat membaca merasakan dan langsung tertawa. Ini hebatnya pak Subro. Tarsisius Wintoro menulis tentang “Studi Kartun Editorial Karya FX Subroto” sebagai skripsi ISI Yogyakarta.

Skirpsi tahun 1994 ini cukup detail mengungkap kartun pak Subro dari bentuk, anatomi, ide gagasan sampai sumbernya. Yang tebtu dilandasi konsep dan teori yang relevan dengan tema penulisan skripsi. Pak Subro sendiri belajar secara otodidak dan terus melatih dan mengasah gayanya dari waktu ke waktu sampai menemukan stylenya.

Kartun kartun editorial di Berita Nasional melalui pak Bonal mengkoprolkan situasi sosial yang ada. Misalnya, patuh ah karena ada operasi patuh, di sisi lain ada yang nyeletuk ” lantas kalau nggak ada operasi patuh, nggak patuh?”. Ini menunjukan kepatuhan msayarakat terhadap lalu lintas yang naif. Patuh karena takut ditilang, takut ada polisi bukan karena kesadarannya maupun tingkat kedisiplinannya.

Masalah keluarga berencana KB, digambarkan orang desa dengan naik sepeda yang memboncengkan anak dua, di sisi lain orang kota naik mobil pick up membawa anak lebih dari dua. Dengan tulisan “dalam ber LB kami tidak kalah lho… hehehe”. Kenaikan BBM seorang anak menanyakan kepada bapaknya yang tukang becak :” tarip akutan becak ya ikut naik pak?”. Bapaknya menjawab; “ikut terrcekik”. Masih banyak hal yang seloroh seloroh ringan namun mengingatkan bahwa hidup di kelas menengah ke bawah ini memang susah.

Gojekan kere ala Jogja, kata pak Itok, ini bukan melecehkan namun menunjukan betapa merakyat guyonan Subro ini. Mengkritik dengan cara menggelitik dan yang dibelapun terhibur tidak dengan sesuatu yang ndakik ndakik. Kadang membela kaum lemah demgan teori di mersucuar sampai yang dibela mumet yang kena kritik tetap mbegegeg demgan pendiriannya tidak berubah.

Gojekan kere ini asyik renyah asin gurih jleb seperti krupuk kere yang digoreng demgan pasir. Gojekan kere ini justru merakyat menggambarkan kaum termarjinalkan yang hanya mampu nggrundel. Grundelan grundelan ini menjadi inspirasi FX Subroto dalam kartun kartunya. Memahami gojekan kere ala Subro memang melihat sisi kemanusiaanya melihat rasa keadilan, rasa humor walau susah tetap bisa ngakak atau tertawa lepas.

Pak Subro memilih tokoh ala orang kebanyakan bapak, ibu dan anak. Refleksi hidup dari keluarga. Kalau kita mengenang keluarga cemara karya Arswendo Atmowiloto ditunjukan harta paling berharga adalah keluarga.

Bisa saja lucu di mana mana namun tidak mampu melucu di keluarganya. Pak Subro ingin menunjukan juga meluculah di keluarga. Kalau di keluarga bisa saling ngakak garap garapan apalagi bisa gojekan kere, ini asyik dan semin ada cinta serta kerinduan satu sama lain untuk ngakak bareng walau kepenatan hidup melanda.

Chrysnanda Dwilaksana
Paska gerimis di Tegal Parang 160522

Share