Pesepakbola Remaja Putri Jadi Inspirasi Bagi Perempuan di Pakistan

TRANSINDONESIA.co | Seorang remaja perempuan di Pakistan menentang stereotipe dan menginspirasi teman-temannya dengan tekadnya mencapai impian menjadi seorang pemain sepak bola internasional.

Didorong oleh masa lalu ibunya yang menyakitkan, Meher Jan Abdul Jabbar menjadi kapten timnya sendiri di Karachi dalam sebuah inisiatif yang disebut “Right To Play”.

Seperti kebanyakan anak lain yang berusia 15 tahun, Meher Jan Abdul Jabbar juga memiliki impian. Ia ingin menjadi seorang pemain sepak bola internasional. Meher tinggal di Karachi, Pakistan di mana ambisi tersebut tidak disukai bagi seorang perempuan.

Meher adalah anak bungsu dalam keluarganya di mana kekerasan terhadap perempuan menjadi bagian dari masa lalu mereka. Ibunya, Kalsoom Muhammad, menjadi buta setelah disiram air keras oleh ayahnya. Ayahnya meninggalkan keluarganya pada saat Meher berusia dua tahun.

Ibunya mengatakan, “Ia menyiram air keras kepada saya. Saya kehilangan penglihatan. Tangan, bahu dan telinga saya terbakar. Setelah itu, kehidupan anak-anak saya hancur. Saya dibawa ke Rumah Sakit Sipil.”

Ibu Meher membesarkan anak-anaknya dengan mengelola sebuah bisnis kecil-kecilan. Kalsoom mendukung impian anak perempuannya.

“Orang dapat mengatakan apa saja yang mereka ingin katakan. Saya tidak peduli. Setelah apa yang saya lalui dalam kehidupan, saya ingin anak-anak saya, terutama anak perempuan, dapat menghadapi dunia ini tanpa rasa takut,” katanya.

Meher menghadapi banyak kritik dari kerabat dan tetangganya yang menganggap rumah adalah satu-satunya tempat di mana anak perempuan seharusnya beraktivitas.

Meher mengatakan, “Saya senang bermain sepak bola di tempat terbuka namun masyarakat memandang rendah anak-anak perempuan yang bermain sepak bola atau permainan lain. Mereka memandang rendah pakaian kami. Mereka tidak setuju anak perempuan bermain bersama anak laki-laki.”

Masyarakat menganggap Meher tidak tahu malu dan kakak-kakaknya tidak tahu menjaga kehormatan keluarga. Seperti kebanyakan anak perempuan di Pakistan, Meher tidak memiliki akses ke fasilitas olah raga saat ia bertumbuh.

Meher mulai bermain sepak bola pada usia 10 tahun dengan bergabung dalam “Right To Play,” program yang diluncurkan sebuah organisasi non pemerintah.

Kini ia menjadi kapten bagi timnya. Meher berjuang keras melalui berbagai tantangan dan menjadi pendukung setia “Right To Play” bagi anak-anak perempuan.

Meher menambahkan, “Saya mengatakan kepada orang-orang bahwa anak perempuan juga dapat bermain. Anak perempuan juga dapat menjadi pemain sepak bola. Orang lain mengatakan bahwa anak perempuan seharusnya hanya memasak dan menjadi seorang istri yang baik, anak perempuan yang baik. Saya menyakini, anak perempuan yang bermain sepak bola juga merupakan anak perempuan yang baik. Anak perempuan perlu ikut bermain dalam olah raga. Itu akan memberikan rasa percaya diri yang penting agar sukses dalam setiap bidang kehidupan.”

Organisasi “Right To Play” telah melatih lebih dari setengah juta anak-anak. Lebih dari 70 persen dari mereka adalah anak perempuan.

Mahira Miyanji, seorang pelatih dari “Right To Play” mengatakan, “Di beberapa daerah di mana anak-anak bermain bola jaring, sepak bola atau kriket, kami menggunakan olah raga sebagai alat untuk mengajarkan keterampilan hidup bagi anak-anak. Mereka mempelajari keterampilan berkomunikasi, merasa percaya diri, toleransi, kerja sama dalam tim, dan keterampilan kepemimpinan. Jadi mereka belajar banyak keterampilan hidup. Ini adalah sekolah umum di mana murid-murid ikut terlibat selama satu tahun penuh.” [voa]

Share