Di India, Beberapa Siswa Muslim Berhijab Dilarang Masuk Kelas

TRANSINDONESIA.co | Sejumlah siswa Muslim yang mengenakan hijab di India menggelar aksi berkemah di sekolah menengah khusus perempuan ketika pihak sekolah melarang mereka memasuki ruang kelas dan menggunakan jilbab pada bulan lalu.

Kisah itu viral di internet, menarik kru berita ke depan sekolah yang dikelola pemerintah di Distrik Udupi, di negara bagian Karnataka, India selatan.

Para siswa mulai memprotes di luar gerbang sekolah dan duduk berkelompok, membaca pelajaran mereka. Sementara pihak sekolah, yang mengatakan para siswa menentang aturan seragam, tetap bergeming, Associated Press melaporkan.

Sebulan kemudian, lebih banyak sekolah mulai menerapkan larangan jilbab serupa sehingga pengadilan tinggi negara bagian turun tangan. Pengadilan akan mendengarkan petisi yang diajukan oleh para siswa yang melakukan protes pada Selasa (8/2) dan memutuskan apakah akan membatalkan larangan tersebut.

Namun kebuntuan itu menimbulkan ketakutan di kalangan mahasiswa Muslim di negara bagian itu yang mengatakan bahwa hak-hak beragama mereka dirampas. Pada Senin (7/2), ratusan mahasiswa, termasuk orang tua mereka, turun ke jalan menentang pembatasan. Mereka menuntut siswa harus diizinkan untuk menghadiri kelas bahkan jika mereka mengenakan jilbab.

“Apa yang kita saksikan adalah bentuk apartheid agama. Keputusan itu diskriminatif dan secara tidak proporsional mempengaruhi perempuan Muslim,” kata A. H. Almas, seorang mahasiswa berusia 18 tahun yang turut dalam aksi protes yang telah dilakukan selama berminggu-minggu.

Sejauh ini beberapa pertemuan antara pihak sekolah, perwakilan pemerintah dan mahasiswa yang memprotes menemui jalan buntu. Menteri pendidikan negara bagian, B. C. Nagesh, juga menolak untuk mencabut larangan tersebut. Dia mengatakan kepada wartawan pada Minggu (6/2) bahwa “mereka yang tidak mau mengikuti aturan berpakaian seragam dapat mencari pilihan lain.”

Selama beberapa dekade, masalah jilbab menjadi sumber kontroversi di beberapa negara barat, khususnya di Prancis. Negara Eropa tersebut pada 2004 melarang warganya memakai jilbab di sekolah umum. Namun di India, di mana penduduk Muslim mencapai 14% dari populasi yang hampir mencapai 1,4 miliar, jilbab tidak dilarang dan juga tidak dibatasi penggunaannya di tempat-tempat umum.

Faktanya, perempuan yang mengenakan hijab adalah hal yang umum terjadi di India, dan bagi banyak dari mereka, hijab melambangkan identitas agama dan merupakan masalah pilihan pribadi.

Karena debat melibatkan dugaan bias atas item agama yang dikenakan untuk menutupi rambut dan menjaga kesopanan, beberapa aktivis hak asasi manusia menyuarakan keprihatinan. Mereka mengatakan keputusan tersebut berisiko meningkatkan Islamofobia. Kekerasan dan ujaran kebencian terhadap Muslim meningkat di bawah partai nasionalis Hindu pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi, yang juga memerintah negara bagian Karnataka.

Protes telah menuai kecaman publik. Tagar #HijabIsOurRight beredar luas di media sosial, tetapi juga menyebabkan penolakan yang agak tidak terduga.

Selama seminggu terakhir, beberapa siswa Hindu di negara bagian itu mulai mengenakan selendang berwarna kunyit, simbol kelompok nasionalis Hindu. Mereka juga meneriakkan pujian kepada dewa-dewa Hindu, sambil memprotes pilihan penutup kepala gadis-gadis Muslim. Fenomena tersebut menandai adanya ketegangan pahit antara mayoritas Hindu di negara itu dan minoritas Muslim yang besar.

Peristiwa tersebut telah mendorong pemerintah negara bagian untuk melarang pakaian yang dikatakan “mengganggu kesetaraan, integritas dan ketertiban umum” dan beberapa sekolah menengah mengumumkan hari libur untuk menghindari masalah komunal.

Pada Senin (7/2), salah satu sekolah pada akhirnya mengizinkan siswa Muslimnya untuk menghadiri kelas dengan jilbab. Namun mereka harus duduk di ruang kelas yang terpisah. Langkah itu dikritik habis-habisan. Mahasiswa Muslim menuduh pihak sekolah memisahkan mereka atas dasar keyakinan.

“Ini penghinaan,” kata Almas. “Sampai kapan kita akan menerima bahwa warga negara bisa distigmatisasi karena agamanya?”[ah/rs]

Sumber: Voaindonesia

Share