TRANSINDONESIA.co | Sarana membangun perdamaian di antara bisa ditempuh melalui jalur pendidikan, memahami pendidikan sebagai kunci perdamaian, Muhammadiyah di beberapa Negara konflik kerap memberikan bantuan dalam bentuk atau berkaitan dengan pendidikan.
Misalnya kepada Palestina, selain memberikan donasi dan sumbangan lain, Muhammadiyah juga memberikan program beasiswa kepada pelajar Palestina untuk belajar di Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Bahkan di Lebanon, Muhammadiyah melalui Lazismu saat ini sedang membangun Madrasah Muhammadiyah di Kamp Pengungsian Palestina di Shatila, Beirut.
“Di Shatila Muhammadiyah memiliki Madrasah Muhammadiyah I. Kenapa di sebut sebagai Madrasah Muhammadiyah I, karena Muhammadiyah sedang membeli sebuah gedung di Shatila juga, untuk nanti didirikan Madrasah Muhammadiyah kedua,” kata Hajriyanto Y. Thohari, Dubes RI untuk Lebanon kepada reporter muhammadiyah.or.id pada (7/1).
Gedung tujuh lantai yang akan digunakan sebagai sekolah tersebut akan diberi nama Muhammadiyah Center for Education, Culture and Humanity. Hajri menambahkan, bahwa Madrasah Muhammadiyah II di Shatila ini akan diresmikan pada awal tahun 2022.
Perlu diketahui, pendidikan sebagai sarana perdamaian yang percayai oleh LazisMu merupakan upaya memperbaiki tata nilai sumber daya manusia. Maka melalui tasaruf zakat dengan skema beasiswa diharapkan bisa membantu tersebarnya nilai-nilai Islam Rahmatan Lil Alamin, Islam tengahan, nilai Islam nusantara, dan nilai-nilai Islam berkemajuan.
Derap Internasionalisasi Muhammadiyah dalam membangun peradaban global merupakan amanat dari hasil Muktamar ke 47 Muhammadiyah di Makassar. Oleh karena itu, Tokoh-tokoh teras Muhammadiyah di bidang politik juga dipersiapkan dalam peran kebangsaan untuk mewakili perjuangan Indonesia di ranah internasional.
Pada era mutakhir terutama sejak tahun 2000 setelah Muktamar di Jakarta, dimulailah secara khusus peran internasionalisasi Muhammadiyah. Pertama dengan mengawali berdirinya PCIM Mesir dan PCIA Mesir pada era 2002-2003 saat itu sebagai embrio dari lahirnya Cabang Istimewa Muhammadiyah dan Aisyiyah di berbagai negara.
Oleh karena itu, Hajriyanto berpesan kepada kader-kader Muhammadiyah untuk bisa berkiprah di luar negeri. Menurutnya, baik kader melalui jalur pengkaderan konvensional yang aktif di organisasi otonom Muhammadiyah, maupun kader melalui jalur pendidikan dari SD sampai perguruan tinggi sama-sama memiliki peluang untuk aktif dan proaktif, serta mempersiapkan diri sebaik-baiknya.
“Kader-kader Muhammadiyah melalui dua jalur tersebut memiliki peluang untuk berperan besar di kancah internasional, oleh karena itu kader Muhammadiyah perlu membenahi diri dan mengembangkan diri dengan meningkatkan berbahasa asing, terlebih Bahasa Inggris dan Arab”. Tandas Hajri. (muhammadiyah.or.id)