“Terikatlah dengan apa yang disukai Allah”

TRANSINDONESIA.co | KH. Abdullah Gymnastiar

Ketika Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam mendapat perintah dari Allah Ta’ala untuk berdakwah secara terbuka, beliau pun mendaki Bukit Shafa. Di sana beliau menyeru dan mengumpulkan para pembesar suku quraisy. Setelah menanyakan tentang kepercayaan mereka terhadap beliau, lalu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Aku memperingatkan kamu semua bahwa di depanku (akhirat) ada siksa yang amat pedih.”

Diantara orang-orang Quraisy itu terdapat Abu Lahab paman kandung Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam. Abu Lahab yang ikut hadir saat itu langsung menyahuti ajakan Nabi dengan makian “ celakalah engkau sepanjang hati! Apakah untuk ini engkau mengumpulkan kami?” Tetapi Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tidak membalas ejekan keras tersebut.

Beberapa waktu setelah itu dan masih disekitar Bukit Shafa juga, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah dicaci-maki oleh Abu Jahal dengan kata-kata yang luar biasa menyakitkan.

Namun, beliau tetap diam saja. Yang bertindak justru paman beliau, Hamzah bin Abdul Muthalib RA yang saat itu belum masuk Islam setelah mendapatkan laporan tentang hal tersebut. Pahitnya cacian sampai membuat Hamzah memukul Abu Jahal dengan panah yang masih dibawanya sepulang dari berburu.

Saudaraku, kebaikan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam itu sempurna. Beliau mengajak manusia kepada keselamatan dan akhlak mulia. Apa yang beliau sampaikan pun bukan untuk kepentingan pribadi beliau, akan tetapi untuk kebaikan manusia. Walau demikian, beliau tetap saja dianggap jelek oleh sebagian orang. Padahal, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam sudah dikenal sebagai orang yang tepercaya jauh sejak sebelum diangkat sebagai Rasul.

Jadi, sebaik apapun yang kita lakukan, tidak akan semua menganggapnya baik. Oleh sebab itu, dalam berbuat baik, kita tidak usah terpenjara oleh kelakuan dan perkataan Orang. Karena, “Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada disisinya malaikat pengawas yang selalu siap mencatat.” (Q.S Qaf 50:18). Apa yang diucapkannya pasti kembali kepada dirinya sendiri.

Begitu juga kalau ada orang yang pelit kepada kita, kita jangan merasa tertantang atau dendam untuk ikut-ikutan pelit. Ajaran Islam mengajarkan agar kita memberi kepada yang pelit itu. Kalau tidak sanggup, kita maafkan dia, tidak usah membalas atau marah. Kalau kita membalas melotot kepada orang yang melotot, kita akan menjadi kembaran dia sehingga tidak ada bedanya antara kita dengan dirinya.

Dalam hidup ini kita harus berusaha untuk terus berbuat baik. Namun, dalam berbuat baik itu kita jangan terikat oleh orang. Biarlah orang berbuat baik itu kita jangan terikat oleh orang. Biarlah orang berbuat apa yang diinginkannya, karena dia akan memikulnya sendiri. Kita hanya mau terikat oleh apa yang Allah Ta’ala suka.

Ada satu teladan dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam ketika hendak berangkat hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar RA, beliau meninggal kan Ali bin Abi Thalib di Mekkah. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bukan hanya meminta Ali bin Abi Thalib untuk tidur ditempat tidur beliau, tetapi juga meminta Ali untuk mengembalikan barang-barang titipan orang-orang musyrik.

Ini sangat luar biasa. Walau mengingkari ajaran yang beliau sampaikan, kaum musyrik Quraisy tetap percaya pada keamanahan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dalam urusan dunia. Beliau tidak marah dan dendam mereka masih mendustakan Islam sehingga beliau tetap menerima penitipan barang dan mengembalikan ketika akan hijrah . Kebaikan Rasulullah sangat sempurna. Beliau yakin kepada janji Allah dan hanya terikat pada apa yang disukai-Nya.

Maka, kalau kita yakin dan terikat dengan apa yang Allah sukai, energi untuk berbuat baik pun dengan sendirinya bertambah. Oleh sebab itu, ingatlah selalu kepada Allah karena itu akan menjadi obat yang sangat mujarab. Lain halnya apabila kita ingatnya hanya kepada orang dan tidak dikaitkan kepada Allah, iu dapat menjadi penyakit kronis yang akan menggerus kebahagiaan dan kesehatan.*

Share