Sinau Soko Kahanan: Merdeka Merawat Meruwat dari Luar Pagar Borobudur

TRANSINDONESIA.CO | Merawat dan meruwat biasanya dsri dalam bahkan ingin menjadi yang terdepan atau menjadi tokoh utama. Namun semua ini berbeda dengan apa yang dilakukan oleh pak Sucoro Setrodiharjo atau dikenal pak Coro. Merawat meruwat dari luar pagar. Bukan siapa siapa tidak menjadi apa namun mempunyai kepekaan kepedulian atas lestari hidup dan berkembangnya Borobudur. Caranyapun juga cara yang apa adanya apa yang bisa bahkan tanpa harus minta minta. Kecintaan itulah landasannya. Pak Coro tidak mengandalkan akademisinya atau kekayaannya atau kekuatan kekuatan lainnya namun melalui kekurangannya. Ini kekuatan yang menginspirasi untuk bisa belajar dari keadaan ” sinau soko kahanan”. Apa yang dilakukan dari laur pagar tentu tidak dilihat bahkan tidak dianggap penting bisa bisa ditertawakan atau dijadikan bahan bulian. Namun justru sebaliknya apa yang dilakukan pak Coro dengan apa yang ada apa yang bisa ia lakukan agar cahaya dan nilai nilai luhur Borobudur bisa berkembang meluas ke seluruh jagat raya. Pak coro bukan ingin berlebihan namun apa yang ia lakukan di luar dugaan banyak orang, tanpa sadar apa yang dilakukan pak Coro justru menjungkirbalikan bagi yang jumawa mengagung agungkan kepandaian, kekayaan, kekuasaan, media masa dsb.

Cinta itu merdeka tanpa batas dan dimanapun kapanpun cara apapun bisa. Dari keadaan yang ada bisa belajar dari hidup dan kehidupan masyarakat sekitar Borobudur. Mereka melakukab berbagai aktivitas untuk bertahan hidup tumbuh dan berkembang. Mereka sadar anugerah warisan leluhur adanya Candi Borobudur menjadi berkat. Menjadi sesuatu yang dapat menjadi tempat belajar dan bahkan tempat mencari kehidupan. Apa yang dikerjakan pak Coro merupakan inspirasi orang orang di sekitar Borobudur belajar dari kahanan atau situasi dan suasana yang penuh keterbatasan. Apa yang dilakukan melalui pendekatan seni budaya dan kemanusiaan dengan berbagai cara membangun suatu literasi. Pak Coro sadar bahwa Borobudur ini bukan sebatas apa namun memerlukan siapa. Cara ruwat rawat dari luar pagar ia pilih agar merdeka.

Konteks merdeka di sini menunjukkan apa saja bisa merawat dan meruwat Borobudur tanpa terikat birokrasi apalagi pamrih pamrih yang mungkin menjadi penghambat kejujuran kejernihan dan ketulusan hati. Bisa saja sinau dari kahanan ini ibarat wong legan golek momongan. Namun sejatinya ini semua menjadi contoh upaya pak Coro membangun literasi. Pak Coro dalam konteks ini sebenarnya telah melakukan sesuatu bagi masyarakat yang multikultural. Sebagai orang muslim menghormati menghargai dan mencintai situs budaya yabg berlatar belakan agama Budha. Ia melakukan dialog dan kegitan dengan suka cita dengan berbagai kelompok lainjya tanpa merasa tersaingi atau inin bersaing ataupun balapan. Ia ingin guyub rukun membangun kecintaan akan nilai luhur Borobudur bukan fisik semata namun yang non fisik atau yang untangible. Dari sinilah pak Coro seolah menemukan kemerdekaannya bebas dengan cara apa saja yang ia bisa lakukan atas cinta dan bangganya sebagai warga Borobudur.

Pak Coro banyak teman kerabat sahabat yang sejalan dengan pemikiran dan harapannya untuk membagikan kepekaan dan kepedulian serta kecintaan akan Borobudur kepada manusia manusia di sekitar Borobudur dengan apa adanya yang bisa saja sesuai dengan situasibdan kondisinya. Mungkin bisa juga sejalan dengan spirit komunitas Kampoeng Semar :” sak anane sak isane iso kanggo urip lan nguripi”. Apa yang ada tanpa mengada ada jujur tulus hati ini spirit yangbingin ditularkan pak Coro dalam membangun literasi Borobudur. Literasi Borobudur bukan sebatas baca tulis atau seni seni yangbada dilakukan dalam berbagai festival namun sesungguhnya adalah untuk mencintai dan bangga akan borobobudur bisa dari diri sendiri dari kesadarannya. Orang orang yang sadar akan bertanggungjawab dan disiplin.

Merawat meruwat dari luar pagar hakekatnya merupakan bagian membangun masyarakat sadar seni budaya dan pariwisata (masdarwis). Konteks masdarwis sejatinya menjadi bagian mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Masyarakat yang sadar cinta dan bangga akan seni budaya dan pariwisata akan menumbuhkembangkan sikap toleransi, ramah tamah, menghargai orang lain, berperan aktif dalam menjaga keteraturan sosial, menjadi komunikatif dan dialogis dsb. Mampu memberdayakan alam lingkubgan, religi, seni, tradisi, hobi, komuniti hingga teknologi untuk membangun karakter masyarakat di sekitar Borobudur. Tanpa sadar pak Coro melalui rawat ruwat dari luar pagar ini merupakan gerakkan moral dari rumah.

Sinau soko kahanan itu  sama dengan gerakan moral dengan “apa saja kapan saja dimana saja dengan cara apa saja dan siapa saja bisa. Proses penyadaran kecintaan akan Borobudur dan pembangunan keteraturan sosial hingga peradaban pengimplementasian nilai nilai luhur Borobudur dimulai dari rumah.  Pak coro bersosialisasi secara virtual maupun aktual akan  dilakukan dari rumah. Rumah ini ikon luar pagar Borobudur yang menjadi kekuatan dasar atau basis berbagai kekuatan kehidupan sosial kemasyarakatan. Penanaman nilai nilai kepekaan kepedulian hingga bela rasa bagi yang menderita bagi yang termarjinalkanpun dari rumah. Rumah yang homy atau yang nyaman asri aman dan ngangeni standarnya bukan pd kemewahan melainkan pd suatu rasa kemanusiaan ada aura pencerahan yang dapat dirasakan. Aura ini adalah sesuatu yang tak benda atau untangible. Sentuhan rasa pada yan tangible akan mampu membangun rasa yang untangible.

Membangun literasi bagi Borobudur  Ini ide yang mencerdaskan dan memunculkan jiwa, taksu,chi maupun passion. Komitmen dan konsistensi pak Coro sama sekali tidak tergantung perintah atau pamrih dan berani nggetih. Dampak luas bagi hidup dan kehidupan melalui gerakkan moral yang dibangun bottom up ini akan menjadi fondasi bagi hidup tumbuh dan berkembangnya kesadaran. Gerakkam moral dari rumah tidak perlu sama karena konteksnya adalah untuk menanamkan nilai nilai kemanusiaan daru rumah. Saling menginspirasi, menjaga keteraturan sosial dari berbagi sisi atau berbagai model kegiatan.

Ruwat rawat dari luar pagar ini dilakukan peduli lingkungan  melalui gerakan ” bersih bersih dari rumah”. Kebersihan lingkungan peduli sampah membuang sampah pada tempatnya dimulai dari rumah. Menata rumah menjadi home sweet home, ” rumahku musiumku” “rumahku galeriku” dsb. Apa yang ada di rumah memiliki nilai atau makna yang sangat berharga bagi hidup dan kehidupan. Menggelorakan rumah sebagai basis religi seni tradisi hobi komuniti hingga teknologi bisa dilakukan. Secara moral pak Coro sudah berupaya baik dan benar dalam hubungan sosial kemasyarakatan. Dan kita semua juga perlu mendukung untum ditumbuhkembangkan.

Rawat ruwat dari luar pagar itu merdeka sehingga apa saja kapan saja dimana saja dengan cara apa saja dan siapa saja bisa.
1.Apa saja :
Memulai apa saja dari rumah bisa.
2. Kapan saja
Kapan saja waktunya bisa kita lakukan
3. Dimana saja
Rumah kita di mana saja bisa memancarkan aura dan nilai nilai budi luhur untuk peka peduli dan bela rasa kpd manusia maupun lingkungannya
4. Dengan cara apa saja
Dari cara manual hingga virtual bisa dilakukan
5. Siapa saja bisa.

Apa saja kapan saja dimana saja dengan cara apa saja dan siapa saja bisa dimulai dari rumah untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sentuhan dari rumah menjadi sangat penting bagi munculnya keteraturan sosial bagi kekuatan untuk membangun solidaritas sosial dalam menjaga daya tahan daya tangkal hingga daya saing. Tatkala dari luar pagar ini terbangun karakternya dapat di tingkatkan dalam berbagai community of interest. Contoh kampung code yang dirintis dan bangun romo mangun wijaya bersama para warga. Kampung tertib yang dibangun stake holder bidang lalu lintas. Rumah pintar yang mjd ikon literasi. Rumahku musiumku sbg wujud kecintaan membangun rumah sbg tempat apresiasi bagi seni budaya. Kampung seniman kampung warna warni. Dan banyak lagi yang telah ada dan dimulai oleh masyarakat.
Ini yang perlu dikemas dimaknai dan dimarketingkan.

Dari luar pagar ruwat rawat Borobudur membangun masyarakat sadar seni budaya dan  pariwisata. Karena sadar seni budaya dan pariwisata menjadi kekuatan untuk cinta tanah air lingkungan kampung hingga rumah kita masing masing. Sumber daya manusia adalah aset utama bangsa. Mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi hal yang utama dan pertama dan tanggung jawab kita bersama. Tiada hari tanpa kebaikan dan perbaikan. Pembangunan nilai nilai moral dengan kesadaran tanggung jawab dan disiplin. Karakter nilai nilai luhur Borobudur akan hidup tumbuh dan berkembang menjadi kebanggaan dan kecintaan. Hidup adalah harapan tantangan perjuangan proses panjang pembelajaran dan nyali berbuat baik untuk kebaikan dan kebenaran agar semakin manusiawinya manusia. Maturnuwun pak Coro tetap sehat semangat menginspirasi memotivasi sinau seko kahanan menguatkan jiwa dan kecintaan akan literasi bagi Borobudur.

Tegal Parang 201021
Chryshnanda Dwilaksana

Share