DEDUKSI KEILMUAN #6 IMPROVEMENT STARTED FROM US

TRANSINDONESIA.CO | Oleh: Dr. Daduk Merdika Mansur [Human Capital Developer and Researcher]

Terkisah disebuah kerajaan yang adil dan makmur suatu hari Raja memiliki program nasional untuk mengumpulkan madu. Setiap rakyat harus mengumpulkan secangkir madu di kumpulkan dalam drumd yang telah disediakan oleh kerajaan. Pengumpulan secara serentak dilaknsanakan malam hari. Salah seorang warga berfikir bahwa dirinya merasa rugi jika harus menyumbangkan madu, dia berfikir karena mengumpulkan madunya malam hari maka bisa saja dia hanya menuangkan air dalam drum tersebut.

Maka pada jam yang telah ditetapkan si Fulan membawa secangkir air ke lapangan didepan istana untuk menuangkanya ke dalam drum yang telah disediakan. Dia berfikir pasti petugas kerajaan tidak akan tahu bahwa yang dituangkan hanya secangkir air. Toh madu yang jumlahnya banyak akan menutupi secangkir air yang dituangkan.

Keesokan harinya petugas istana memeriksa hasil pengumpulan madu dari seluruh rakyat, dan alangkah terkejutnya petugas istana karena dalam drum tersebut yang ada hanyalah berliter-liter air dan tidak ada madu setetespun. Rupanya semua rakyat memiliki pikiran yang sama bahwa kerajaan tidka akan tahu saat malam hari mereka hanya menuangkan secangkir air.

Kisah di atas merupakan sebuah cerminan betapa perubahan atau sebuah resiko itu harus dimulai dari setiap individu, jangan mengharapkan ada orang lain yang akan menyelesaikan tugas-tugas social.

Hal ini merupakan sebuah deduksi dari dalil yang menyebutkan bahwa Setiap dari kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintakan pertanggung jawabannya. Kenapa hal-hal seperti diatas terjadi tak lain karena manusia banyak yang memperturutkan sahfatnya.

Kenikmatan dan gemerlap dunia sudah menyilaukan dan menipu mata batinnya. Adanya kaidah bahwa Kehidupan di dunia ini hanyalah fatamorgana tidak dideduksikan sehingga manusia terjebak untuk mengejar dunia siang dan malam.

Hidup di dunia ini seperti meminum air laut, semakin banyak yang kita minum maka kita akan semakin haus. Kemampuan qolbu untuk menundukan ego syahwat kita merupakan kunci penting agar kita terhindar dari dahsyathya pembelokan oleh gemerlapnya dunia yang pada ujungnya bisa terjadi kita akan menuhankan harta, jabatn dan dunia. Maka tujuan kita untuk selamat dan sejahtera hidup di dunia menjadi jauh panggang dari api.

Setiap dari kita pada tingkatan tertunggi sesunggguhnya hanya mencari ketenangan dan ketentraman hidup. Hal ini hanya dapat dicapai jika kita sudah memiliki stabilitas kebatinan dan mencapi level Naftsul Muthmainnah. Dalil tentang ini menyebutkan bahwa orang yang sudah mencapai level Naftsul Muthmainnah maka dia akan memasuki suasana kehidupan di syurga. Batinnya sangat tenang, gejolak egonya sudah ditundukkan. Manusia yang stabil semacam ini akan memiliki modal kebatinan dan energy yang besar untuk tumbuh dan produktiv. Pikiranya akan sangat bisa focus sehingga berbagai macam konsep keilmuan akan bisa difahami dengan maksimal. Pada saat pemahamanya sangat tinggi maka dengan sendirinya keilmuan ini akan dengan mudah diimplementasikan sebab manfaat dari keilmuan tersebut sangat difahami dengan detail.

Namun fakta di lapangan sangat banyak orang yang gagal melakukan ini meskipun ada dalil yang menyebutkan bahwa Alloh tidak akan merubah nasib suatu kaum jika kaum tersebut tidak mau merubah perilakunya. Kekotoran batin dan lemahnya energy tubuh serta rebdahnya konsentrasi membuat dalid sedahsyat ini tidak mampu difahami serta dirasakan betapa dalil ini memiliki urgensitas yang sangat tinggi. Bahkan fakta yang terjadi banyak orang yang gagal memberdayakan sumber daya waktu yang dikaruniakan padahal sudah jelas ada dalil sesungguhnya setiap manusai itu merugi kecuali orang-orang yang beramal sholeh.

Begitulah kondisi jika kebatinan atau qolbu yang sakit maka kondisi penting bahkan urgen bagi peningkatan kualitas hidupnya tidak menjadikan sebuah trigger dalam kehidupan untuk melakukan evaluasi dan perbaikan diri. Yang terjadi manusia semakin terjerumus dan tenggelam dalam penjara kenikmatan dunia yang sangat melenakan. Dan jika Alloh sudah menutup semua pintu hidayah maka kita akan terus berkubang dalam penjara dunia yang sangat menyiksa dan melelahkan jiwa dan batin kita. Semoga Alloh memberikan kita hidayah dan kesadaran untuk mau merendahkan diri sehingga kita bisa membangun energy meningkatkan kualitas kehidupan.*

Share