HNW Desak Perluasan Bansos Masa PPKM Darurat

TRANSINDONESIA.CO | Wakil Ketua MPR-RI Hidayat Nur Wahid mengkritisi strategi bantuan sosial pemerintah dalam penyelenggaraan PPKM Darurat 3-20  Juli 2021. Dalam keterangan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (1/7/2021) disebutkan bahwa Pemerintah akan memberikan tiga jenis bantuan sosial selama PPKM Darurat. Yakni, Program Keluarga Harapan untuk 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM), Program Sembako sebanyak 18,8 juta KPM, dan pencairan perpanjangan bansos tunai Mei-Juni untuk 10 juta KPM.

Menurut Hidayat Nur Wahid, ketiga jenis bantuan sosial, itu  adalah bansos reguler yang sudah diberikan sebelum pemberlakuan PPKM Darurat. Sehingga diperkirakan tidak akan efektif menahan sebagian besar masyarakat untuk tetap di rumah di era PPKM Darurat.

Padahal paradigma “PPKM Darurat” memiliki  konsekuensi berbeda, bahkan jumlah warga terdampak covid-19 juga lebih banyak dari sebelum diberlakukannya PPKM Darurat. Karenanya HNW mendesak agar Pemerintah minimal memberlakukan kembali skema bansos pada awal pandemi Covid-19 tahun 2020, mencakup perluasan target dan peningkatan indeks bansos PKH, Sembako, dan Bansos tunai.

Tentunya dengan validasi data warga yang berhak, serta pengawasan dan transparansi yang lebih baik, agar tak terulang tragedi korupsi Bansos, yang menyebabkan program Bansos jadi tidak efektif. Karena itu Hidayat Nur Wahid  juga mengingatkan peran sentral Menteri Sosial Tri Rismaharini untuk menyukseskan bantuan sosial di era PPKM Darurat dengan skema yang lebih tepat guna, tak ada korupsinya, dan efektif bantu warga terdampak bencana nasional covid-19 di era PPKM Darurat.

“Agar PPKM Darurat, menjadi kebijakan solutif,  mestinya Pemerintah membantu masyarakat terdampak kebijakan PPMK dengan menyalurkan perluasan bansos.  Tidak hanya kepada masyarakat miskin, namun juga masyarakat rentan. Bansosnya pun jangan hanya bansos reguler, namun mestinya juga bansos yang diperluas, dengan data yang lebih valid, dan dengan komitmen profesionalitas yang lebih tinggi sehingga tidak dikorupsi lagi. Sehingga warga betul-betul terpenuhi kebutuhan hidupnya untuk melaksanakan PPKM darurat, dengan tetap tinggal di rumah” disampaikan Hidayat dalam keterangannya, Sabtu (3/7/2021).

Hidayat yang juga Anggota DPR-RI Komisi VIII membidangi urusan sosial ini menjelaskan, pada awal Pandemi khususnya periode April-Juni  2020, Pemerintah melalui Kementerian Sosial memberlakukan perpanjangan bantuan sosial pada beberapa program. Bansos PKH untuk 10 juta KPM indeks bantuannya dinaikkan sebesar 25% dan pencairannya yang tadinya tiga bulan sekali dipercepat menjadi bulanan. Kartu sembako diberikan kepada 20 juta KPM dengan indeks bantuan ditingkatkan 33% sehingga per orang mendapatkan Rp 200.000 per bulan untuk sembako.

Pembebasan biaya listrik 3 bulan untuk 24 juta pelanggan 450VA dan diskon 50% untuk 7 juta pelanggan 900VA. Serta bantuan sembako dan langsung tunai untuk sekitar 11 juta KPM dengan indeks sebesar Rp 600.000 per bulan selama tiga bulan awal. Dengan mekanisme perluasan bansos seperti awal pandemi tersebut, kata HNW Pemerintah baru bisa secara lebih efektif meminta masyarakat untuk tinggal di rumah, dan mengurangi mobilitas di luar rumah.

Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini menilai, kunci sukses penyaluran bansos ada pada Kementerian Sosial. Karenanya sudah semestinya bila Tri Rismaharini ngotot memperjuangkan program bansos di era PPKM Darurat itu juga mencakup yang non reguler. Karena misalnya pada kasus perpanjangan bansos tunai 2021 selama bulan Mei-Juni, sejak awal Mensos malah tidak memperjuangkan, malah berkilah bahwa anggarannya tidak tersedia sekalipun Menko PMK sudah putuskan adanya perpanjangan bansos.  Bahkan Kemenkeu pun berulang kali menyatakan bahwa anggarannya tersedia dan menunggu surat usulan penerima dari Mensos.

Oleh karena itu HNW meminta Menko Kemaritiman dan Investasi sebagai Koordinator PPKM Darurat dan Menko PMK memastikan Mensos Tri Rismaharini memaksimalkan kinerja untuk suksesnya program bansos selama periode PPKM Darurat. Hidayat juga mendesak Menteri Sosial menunaikan janji yang disampaikan kepada komisi VIII DPR bahwa update data akan dilakukan setiap bulan, meski  faktanya dari pembaruan terakhir DTKS pada April 2021 hingga akhir Juni, belum ada update kembali.

Selain itu, peningkatan cakupan DTKS dari 97 juta jiwa pada 2020 menjadi 138,4 juta jiwa pada April 2021 juga harus dilakukan verifikasi dan validasi ulang yang memadai. Karena di saat yang sama Kemensos melaporkan ke KPK adanya 21 juta data ganda (yang ditidurkan) sehingga seharusnya cakupan DTKS berkurang bukan malah bertambah. Sekalipun memang data DTKS terbaru diintegrasikan dengan data bantuan lainnya, 38,4 juta data tersebut ditemukan belum padan dengan NIK Dukcapil.

“Sangat baik bila saat berlangsung PPMK darurat Bu Mensos  mengusulkan mekanisme bansos minimal seperti pada awal Pandemi, tapi dengan validasi data agar tak terulang lagi korupsinya,” pungkasnya.[rls]

Share