Tim Dekor : The Man Behind The Screen
TRANSINDONESIA.CO – Pada waktu taruna saya menjadi tim dekor sekaligus tim taman. Jadi sambil kuliah di waktu senggang atau saat ada acara perayaan atau hari hari besar selaku menyiapkan dekorasinya. Semua serba manual untuk membuat layarnya pun harus dihiasi satu persatu dengan kertas krap. Membuat layar back ground di gedung Manunggal Akpol bisa sampai 2 hari baru selesai. Belum gambar gambar, orang, sesuatu, temanya. Semua serba tempel menempel dengan kertas krap dan asturo sesuai warna warninya. Juga tulisan tulisanyapun manual.
Di Akpol tidak ada keistimewaan atau penghargaan atas kerja tambahan sebagai tim ini itu. Pelajaran nilai jelek diberi kesempatan mengulang satu kali kalau masih jelek maka tidak naik pangkat. Kehebatan apapun tidak ada kaitan dengan akademik maupun pelajaran lapangan. Fisik, jasmani dan akademik semua harus seimbang.
Menjadi tim dekorasi sebenarnya nyaman, aman, kerja keras kalau tidak pandai pandai mengatur waktu akan her bahkan bisa tidak naik tingkat. Label bagi tim dekor adalah aman. Bahkan yang sirik ,menjudge, ninja atau makan tulang atau elek elekan. Mereka tidak merasakan beban tanggung jawab dan resiko atas kerja yang tidak pernah dianggap sebagai prestasi. Karena tim dekorasi sering makan belakangan tidak ikut kegiatan kegiatan pengasuhan yang juga berdampak pada penindakan senior jika ada kesalahan.
Kehidupan Korps Taruma unik menarik dan para senior diberi kesempatan memimpin yuniornya dan juga teman-teman seangkatannya. Pada saat makan bersama yang sering membuat nyali ciut karena harus menghadapi banyak senior. Salah ijin, salah melayani, apatis terhadap lingkungan akan mendapat perintah menghadap senior ke kamarnya pada malam hari.
Menghadap senior ini juga bervariasi tindakannya, ada persuasif hingga body contac. Persuasif biasanya dinasehati sampai berjam jam. Bodi contac biasanya lebih cepat. Ada juga yang satu set (push up, sit up, squat jump, dan pul up) dalam jumlah tertentu. Penanaman nilai nilai nilai jiwa korsa disiplin dan budaya kepolisian sebagian besar ditangani oleh taruna senior.
Para tim dekor bekerja tidak hanya membuat dekorasibsaat acara saja tetapi juga menulis nama nama di semua kamar yunior maupun di angkatannya. Juga membuat slide kalau diperintah para dosen juga manual. Mengisi buku induk taruna. Membuat panel data di kantor resimen dan batalyon. Menata taman di kawasan resimen korps taruna yang tandus dan saluran air belum ada jadi perawatan harus disiram satu persatu dengan cara manual. Ngangsu atau menimba air.
Suatu ketika saat apel pesiar, saya sudah siap pesiar wangi dan dengan baju mlithit. Tiba tiba Dan Yon tar kami Letkol Adrian Dahniel berteriak:
“Chryshnanda mau ke mana kamu? Tanam dulu pohon pohonmu itu!”.
Tentu jawaban singkat jelas tegas yaitu, “Siap Ndan”.
Saya naik lagi ke flat dan berganti dengan training membawa cangkul dan peralatan kebun. Karena saya sudah tingkat tiga, maka taruna tingkat dua juga saya perintahkan ganti baju berkebun. Teman teman lain pesiar kani nyangkul nyangkul nanam pohon. Pada saat kami sedang asyik asyiknya macuk macul eh taruna tingkat satu dengan gaya bersama pacarnya foto foto di antara kami senior yang sedang menyamar jadi tukang kebon. Untung tidak bilang tukang kebonnya kok ganteng ganteng hhhhh…..
Setelah kani teriak: “Hai kopral kamu rilex sekali”. Sang taruna tingkat satu baru sadar yang menjadi back ground foto fotonya tadi seniornya.
Pada suatu hari, kami diperintah membuat dekorasi malam akrab taruna. Seperti biasa dekorasinya kami buat dan sudah rapi. Taman di depan panggung dan pintu pintu masuk kami meminjam ke ibu WH Simatupang. Koleonel Polisi WH Simatupang sebagai Komandan Resimen kami. Kami meminjam 100 pot untuk hiasan taman. Acara berjalan lancar.
Biasanya kami yang membuat kami yang membongkar. Saat kami akan membongkar 100 pot tanaman sudah raib entah kemana. Kami panik, tanya ke sana ke mari, tidak ada yang tahu. Akhirnya kami memberanikan diri melapor jika pot pot tanaman hias yang kami pinjam hilang.
Kolonel WH Simatupang yang sedang makan memerintahkan menunggu. Ternyata beliau mengganti baju dinas. Dan bang Muryanto kena sasaran, “plak “. “Saya tidak mau tahu kamu cari pohon pohon itu sampai ketemu” perintah beliau.
Kembali kami hanya berteriak: “Siap “.
Kami pusing tujuh keliling akan mencari kemana. Saat kami sedang kebingungan ada seorang pegawai Akpol entah bagian apa memberi informasi kalau potnya berada di blok I. Hati kami serasa terguyur air gunung yang segar dan plong, segera kami bergegas ke sana, ternyata benar. Dan kami segera mengambil alih kembali pot pot tanaman hias tersebut. Dan mengembalikan kepada ibu WH Simatupang.
Menjadi tim dekor yang jelas tekor dan dilabel bodor. Saat pesta tidak pernah ikut acara karena bdan pegel semua. Kami paling di belakang layar sambil ngantuk ngantuk. Ya, kami tidak mendapat kehormatan tetapi kami mendapat kenikmatan bisa dengan training di acara dan bebas apel malam walau resiko besar tinggal tingkat.*
OTW Balai Budaya Menjelang Petang
Jakarta 19 Pebruari 2021
Chrysnanda Dwilaksana