Menurut Mahathir, Pernyataannya Soal Serangan di Perancis Disalahartikan
TRANSINDONESIA.CO – Mantan pemimpin Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan, Jumat (30/10), ia muak karena komentarnya tentang serangan oleh ekstremis Muslim di Perancis telah disalahartikan.
Mahathir, 95, memicu kemarahan yang meluas ketika ia menulis di blognya, Kamis, bahwa “Muslim memiliki hak untuk marah dan membunuh jutaan orang Perancis karena pembantaian di masa lalu.”
Twitter menghapus cuitan dari Mahathir yang berisi komentar itu dianggap mengagungkan kekerasan, dan Menteri Digital Perancis menuntut Twitter memblokir Mahathir dari platform media sosial tersebut.
“Saya memang merasa muak dengan upaya-upaya menyelewengkan dan menyalahartikan apa yang saya tulis di blog saya,” kata Mahathir dalam sebuah pernyataan.
Ia mengatakan para kritikus tidak membaca tulisannya secara lengkap, terutama kalimat yang berbunyi: “Tetapi pada umumnya Muslim belum menerapkan hukum ‘mata ganti mata’. Muslim tidak. Orang-orang Perancis seharusnya juga tidak. Sebaliknya orang Perancis harus mengajari rakyatnya untuk menghargai perasaan orang lain.”
Mahathir mengatakan Twitter dan Facebook menghapus apa yang diposkannya meskipun ada penjelasan dari dirinya. Ia mengecam langkah itu sebagai sikap munafik.
“Di satu sisi, mereka membela orang-orang yang memilih untuk mempertontonkan karikatur Nabi Muhammad yang menyinggung, dan mengharapkan semua Muslim menerimanya atas nama kebebasan berbicara dan berekspresi,” katanya.
“Di sisi lain, mereka dengan sengaja menghapus pernyataan bahwa Muslim tidak pernah membalas dendam atas ketidakadilan yang dialami pada masa lalu. Tindakan yang dilakukan terhadap artikel saya membangkitkan kebencian Perancis terhadap Muslim,” tambahnya.
Pernyataan Mahathir di media sosial muncul untuk menanggapi seruan negara-negara Muslim untuk memboikot produk Perancis setelah pemimpin Perancis Emmanuel Macron menggambarkan Islam sebagai agama ”dalam krisis” dan berjanji untuk menindak radikalisme setelah insiden pemenggalan seorang guru Perancis yang menunjukkan kepada kelasnya sebuah kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad.
Pernyataan Mahathir juga muncul setelah seorang pria Tunisia membunuh tiga orang di sebuah gereja di Nice, Perancis.
Duta Besar AS untuk Malaysia, Kamunvl Shirin Lakhdir, mengatakan, Jumat (30/10), ia “sangat tidak setuju” dengan pernyataan Mahathir. “Kebebasan berekspresi adalah hak, sementara menyerukan kekerasan itu bukan,” katanya dalam pernyataan singkat.
Komisaris Tinggi Australia di Malaysia Andrew Goledzinowski menulis bahwa meskipun Mahathir tidak menganjurkan kekerasan yang sebenarnya, “dalam iklim saat ini, kata-kata memiliki konsekuensi”.
Mahathir untuk kedua kalinya menjabat sebagai perdana menteri dari 2018 hingga Februari 2020, sewaktu ia tiba-tiba menyatakan mengundurkan diri. Ia dipandang sebagai pendukung pandangan Islam moderat dan juru bicara untuk kepentingan negara-negara berkembang. Tetapi pada saat yang sama, ia sering mengkritik tajam negara-negara Barat dan hubungan mereka dengan dunia Muslim. [ab/uh]
Sumber : Voaindonesia