Bersatu Lawan Covid-19: Utamakan Perlindungan Anak, Itu Amanat Konstitusi
TRANSINDONESIA.CO – Utamakan perlindungan anak! Itu bijak dan mutlak dalam memerangi pendemi Covid-19. Mereka generasi pelanjut masa depan bangsa dan negara merdeka, jika dan sebab itu Indonesia Emas patut diperjuangkan. Kita insan manusia eksis, bekerja, berjuang demi anak, idemditto demikian pula negara merdeka.
Publik perlu informasi data harian pendemi Covid-19 yang berbasis perlindungan anak, untuk siaga menjaga anak berbasis keluarga. Data anak terpapar Covid-19 musti dibuat dan diungkap, untuk alarm bagi eskalasi kebijakan dan tindakan intervensi paling optimal.
Merujuk data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang dikutip dari kompas.com, hampir 3.400 anak berstatus pasien dalam pengawasan (PDP), kematian PDP sebanyak 129 anak, positif Covid-19 pada anak sebanyak 584 kasus, dan 14 kematian anak dari kasus positif Covid-19. Atas data IDAI itu, penting dan patut jika pemerintah memberi penjelasan terinci, dan lebih penting lagi, apa intervensi pasti dan rinci yang dilakukan.
Jika data itu benar demikian, data itu berguna sebagai alarm kencang musti segera tindakan optimal dan luar biasa (extraordinary) melindungi anak. Tidak cukup hanya upaya biasa (ordinary effort). Jangan pula bias intervensi anak diasumsikan sama dengan orang dewasa. Sebab, UU No. 23 Tahun 2002 Jo.UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak memerintahkan perlindungan khusus anak dalam situasi darurat.
Mencermati data anak terpapar pendemi Covid-19 dan jumlah korban anak yang dirilis IDAI, sejak awal semustinya perlindungan anak menjadi pertimbangan utama (paramount consideration) dibanding pertimbangan lain-lain dan alasan lain-lain.
Tubuh dan jiwa anak bukan orang dewasa dalam ukuran mini, sebab itu intervensi perlindungan anak musti berbasis kebijakan perlindungan khusus. Yakni demi kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of the child), dan perlindungan khusus hak kesehatan serta hak kelangsungan hidup (right to survival), dan hak hidup anak (right to life) yang merupakan hak utama (supreme rights) yang tidak boleh dikurangi, yang dijamin konstitusi Pasal 28B ayat 2 UUD 1945, UU 35 Tahun 2014 Jo.UU 23 Tahun 2002, juga Konvensi PBB tentang Hak Anak (UN’s Convention on the Right of the Child) yang sudah diratifikasi Indonesia pada tahun 1990.
Pemerintah –sebagai penanggungjawab paling utama HAM, vide Pasal 28 I ayat 4 UUD 1945–, wajib memastikan perlindungan anak dalam skenario kebijakan dan tindakan serius, dengan sumberdaya dan biaya ekstra, guna memerangi pendemi Covid-19, yang rantai penularannya karena faktor kerumunan. Bukankah perlindungan anak lebih penting dari kartu kredit?
Demi kepentingan terbaik bagi anak, Pemerintah wajib menyusun lagi strategi yang jitu dan ketat, termasuk kebijakan dan tindakan yang matang tanpa toleransi (zero tollerance), juga menunda anak-anak sekolah kembali ke sekolah sedia kala. Tidak ada jaminan tak ada kerumunan. Analog seperti arus balik pemudik yang musti disekat.
Dengan sangat berharap, mohon Pemerintah jangan ambil resiko pada anak. Nasib mereka adalah nasib generasi dan prospek bangsa Indonesia. Jika tanpa jaminan, kepastian, perlindungan anak dari resiko Covid-19, tunda kebijakan beresiko pada anak sekolah.
Kita bertindak untuk perlindungan anak, sang pemilik masa depan Indonesia Emas, sebab itu sekali lagi, Pemerintah cq. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang paling berwenang dalam kebijakan pendidikan. Menteri Nadiem Makarim musti menjaga dunia pendidikan jangka segera dan jangka panjang nasib anak sebagai proyeksi bangsa Indonesia. Sebab itu publik berharap Menteri Nadiem semakin gigih, proaktif dan tidak melepaskan otoritas kebijakan pendidikan kedaruratan dari dimensi perlindungan anan. Mentri Nadiem musti pastikan kebijakan pendidikan dan penyelenggaraan sekolah anak patuh pada prinsip kepentingan terbaik bagi anak dan perlindungan khusus anak.
Tidak bijak membuat kebijakan yang beresiko pada anak, apalagi di tengah waswas tanpa kepatuhan ketat penegakan pembatasan sosial. Perlu kepatuhan ketat (strictly complience) hak perlindungan anak dengan zero tolerance resiko anak didik.
Hal itu demi kepatuhan pada amanat konstitusi.Bukankah negara subsider pemerintah bekerja dengan mandat konstitusi. Idemdito pendidikan merdeka, menjaga kehidupan anak adalah amanat konstitusi. Validitas prosedur dan substansi kebijakan sumber pertamanya dari amanat konstitusi.
Perhimpunan Advokasi Anak Indonesia dengan hormat meminta Pemerintah cq Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA) sebagai penanggungjawab urusan perlindungan anak mengambil peran sentral, aktif-positif, dan afirmatif. Sebab itu tidak cukup hanya mewaspadai, namun –sekali lagi– mohon bertindak aktif-positif dan afirmatif dengan parameter kedaruratan, karena pendemik Covid-19 bukan problema yang biasa-biasa.
Peranserta masyarakat adalah tindakan suplemen yang musti digiatkan sebagai sistem partisipasi. Bukan dibalik, Kementerian PP dan PA berada di garda depan tindakan nyata Indonesia demi perlindungan anak Indonesia.
Apalagi, penting dicatat, ikhwal hak kelangsungan hidup dan hak hidup anak merupakan hak utama (supreme rights), itu adalah amanat konstitusi. Jangan tunda intervensi perlindungan khusus anak. Anak adalah zona perjuangan semua, bersama kita bekerja untuk anak Indonesia. Bahagia Anak Indonesia, bahagia Indonesia. Tabik.*
[Muhammad Joni, Ketua Perhimpunan Advokasi Anak Indonesia – Peran Indonesia]