Perlindungan Anak dan Teladan Hajar
TRANSINDONESIA.CO – Saya tabah menuliskan ini. Loyal menjadi aktifis-jurist perlindungan anak. Sejak lulus. Bertungkus lumus. Pun tatkala kini ikut berdedikasi lagi, via KPAI –Komisi Perlindungan Anak– yang dibentuk dengan mandat UU No.23 Tahun 2002.
Bergelut dunia advokasi anak dan orang muda belia, anda pasti gembira. Awet muda. Dan, bergelimang tenaga. Walau sudah kakek nenek, tetap disapa: “Kak”.
Apa sebab gembira? Karena anak zona penuh gembira. Walau hanya melihat kerlingnya. Sunggingnya. Bola matanya yang tersenyum. Pun bau hawa pori-porinya; damai rasanya. Siapa tak suka kepada si ‘buah hati sibirang tulang’, ‘intan payong’, ‘tondiki’, pun ‘qurrata a’yyun’. “Robbanaa hablanaa min azwajinaa wadzurriyaatinaa qurrota a’yun waj alnaa lil muttaqiina imaamaa”.
Kalau sebab bergelimang tenaga? Saya mengilhami perlindungan anak dari kisah lama ini. Dari teladan Sang Nabi. Dari tulus bunda Hajar. Yang kasihnya tak kikis sekulit ari, pun musti berlari-lari kecil. Sendiri. Di lembah kerontang dan sepi. Tak berkawan. Hanya bunda Hajar saja, dan Ilahi Rabbi –Tuhan Yang Maha Penjaga Hidup– saja. Lalui dua bukit berbatu terjal dan –sekali lagi– kerontang. Tak hanya sekali. Hajar tabah diuji, berlari tujuh kali. Hajar tak bisa menunggu. Can Not Wait. But, to Day. Hajar bergelimang tenaga.
Seperti teladan Nabi Ibrahim. Yang menjadi mubaligh kepada Ismail kecil. Ayah-lah mubaligh pada anak. Mengarahkan dan memandu: direction and guidance, tugas kembar orangtua. Jika mengacu ‘Implementation Handbook on the Rights of the Child’ terbitan Unicef.
Seperti teladan Siti Hajar. Yang ikhtiar tulus lari-lari kecil di bukit bersejarah: Safa-Marwa. Dua bukit paling dicari. Seperti kausal hentak kaki Ismail. Yang musabab hausnya mencairkan zam-zam. Air tiada akhir. Air kehidupan paling bergizi.
Bagi saya, begitulah makna rahasia, pun “pahala” amaliah perlindungan anak. Sesiapa saja yang loyal pada takdir sosial perlindungan anak, bahagialah! Anda melakoni teladan Rasul-rasul: Ibrahim, Ismail, dan perempuan taat, pun istimewa-mulia: Hajar. Anda pengikutnya. Se-koum dengan trah Rasul.
Mereka teladan yang ajarkan akhlak cerah. Dari Makkah al-mukaaramah, bukit Safa-Marwa bersejarah dan sumur zamzam airnya meruah; bahwa perlindungan anak itu amaliah tinggi mulia.
Dulu pun kini, kita tak kekurangan pengasih anak. Pembela koum muda belia. Penjaga putra putri kehidupan, meminjam diksi Kahlil Gibran. “Children are from heaven”, tulis John Gray. Ikhtiar demi anak jangan ecek-ecek. Musti dilakoni progresively and full achievement. Bukan ordinary effort, sebab: “Many think can wait. Children can not. To them we can not say tomorow. Their name is today”, gubah Gabriella Mistral.
Konkritnya? Angka stunting anak balita yang indeksnya 30,8%, ayo di-nol-kan. Kekerasan anak, hentikan sekarang! Walau dianya bukan paskibra. Pengawasan hak anak, jangan kendor. Batas usia tanggungjawab pidana anak, telah dinaikkan. Misi ‘Penjara Bukan Tempat Anak’, musti diteruskan. Kekerasan anak –fisik, psikis, seksual, yakin pikiran– pastikan hapuskan. Kekeraaan itu bagian luar bahkan vis a vis pendidikan. Pastikan literasi-edukasi pada anak tak pernah henti. Jargonkan, ‘anak belajar, negara membayar’. Padamkan asap rokok. Larang iklan rokok. Kota Layak Anak, lanjutkan. Menuju permukiman dan perumahan layak anak, dan terjangkau keluarga.
Salah satu indikator kuatnya isu hak anak, periksalah aktifisnya. Periksalah organisasi swadaya masyarakat alias organisasi nonpemerintah (ornop)nya. Aktifis anak dan organisasi perlindungan anak, hemat saya cukup banyak. Pun sejak zaman dulu. Orang-orang tulus kepada anak dan perempuan –yang sampai sepuh mengabdi– seperti (almarhumah) ‘eyang’ Oetaryo dari Ngayogjakarta, musti dikenang dan dicemburui dedikasinya.
Aktifis-aktifis anak itu. Kawan-kawan saya itu, defenisinya adalah pejuang. Mereka penjaga hak-hak anak. Mereka taknak berpikir kepada penghargaan, saya tahu itu. Namun surplus gembira dan tenaga. Bahagia menjadi “Kakak” dari anak Indonesia. Bahkan beyond nusantara.
Biarkan KPAI, giat mengapresiasi. Memberi Award. Tugasnya mengawal KHA –konstitusi hak anak. Biarkan saya menjadi jurist-constitusionalis pengawal hak anak saja.
Hari bahagia subsider gembira itu, 23 Juli adalah Hari Anak Nasional. Saya menghadiri Penghargaan KPAI kepada tokoh dan organisasi perlindungan anak. Yang menyayangi sang putra putri kehidupan. Yang bergelimang tenaga dan keajaiban sayang. Tahniah! Tabik.
[Muhammad Joni, Advokat, penulis buku ‘Penjara (Bukan) Tempat Anak’, Ketua Perhimpunan Advokasi Anak Indonesia]