Penahanan Soenarko Ditangguhkan, Sutiyoso: Redam Arus Bawah Kopassus
TRANSINDONESIA.CO – Mayjen TNI (Purn) Soenarko usai shalat Jumat (21/6/2019) kembali menghirup udara bebas dari Rutan Guntur di Markas Pomdam Jayakarta yang ditahan sejak Senin (20/5/2019), dengan tuduhan melakukan penyeludupan senjata api aktif jenis M-4 Carbine dari Aceh ke Jakarta pada 18 Mei 2019.
Soenarko dijemput keluarganya, istri dan anak meninggalkan Rutan Guntur sekitar pukul 13:45, dengan kendaran Toyota Fortuner warna hitam Nopol B 999 MRD.
Bareskrim Mabes Polri mengabulkan permohonan penangguhan penahanan untuk Mayjen TNI (Purn) Soenarko melalui surat Nomor B/103 Subdit I/VI/2019/Dit Tipidum tertanggal 21 Juni 2019.
Dalam surat itu dinyatakan telah dilakukan penangguhan atau pengeluaran tahanan dari Bareskrim Polri di Rutan Guntur. Penangguhan penahanan berdasarkan rujukan dari sejumlah pihak diantaranya surat permohonan penangguhan penahanan dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto masing-masing tertanggal 20 Juni 2019.
Penangguhan penahan Soenarko dikabarkan dijamin 102 purnawirawan TNI/Polri. “Saya tidak secara tertulis, tapi secara moral saya ikut jamin,” ucap mantan Gubernur DKI Jakarta sekaligus mantan Danjen Kopassus, Letjen TNI (Purn) Sutiyoso, pada Antara di Jakarta, Jumat (21/6/2019).
Sutiyoso menyatakan penangguhan penahanan juniornya di satuan elit Angkatan Darat (AD) itu karena terkait kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal, dapat meredam gejolak arus bawah di tubuh Kopassus
“Ya setuju banget lah, aku ini cemas ya, karena perlakuan pada jenderal-jenderal TNI itu kan bisa saja membuat kemarahan prajurit-prajurit di bawah, kan ini bahaya,” kata Sutiyoso.
Bang Yos (sapaan akrab Sutiyoso), bahkan mengingatkan bagaimana kasus penyerangan Lapas Cebongan Yogyakarta beberapa tahun lalu yang melibatkan oknum anggota Kopassus hingga mengakibatkan enam orang tewas, yang dilatarbelakangi pembunuhan satu anggota Kopassus di tempat hiburan malam yang diduga oleh enam orang tersebut.
“Makannya aku cemas. Kita sudah mau mati bolak-balik di Timor Timur (Timor L’ste), Papua, Aceh, terus tiba-tiba ada tuduhan mau makar dengan satu pucuk senjata kuno dari Aceh kan apa gak gendeng itu,” ujarnya.
Bang Yos menyebut Soenarko sebagai mantan stafnya tersebut tidak mungkin melakukan tindakan yang dituduhkan yakni tindakan makar, karena selain jasa yang bersangkutan dalam mempertahankan kesatuan Provinsi Aceh (sebagai mantan panglima), juga karena alasan karakter yang bersangkutan.
“Kalau Narko itu, saya sebagai mantan komandannya, saya lihat sepertinya gak masuk akal kalau Narko aneh-aneh, dia termasuk perwira yang pendiam. Apalagi dia kan sedang kesusahan, anaknya lulusan AKABRI kan meninggal juga jatuh pesawatnya lagi tugas,” ucapnya.
Adapun soal kepemilikan senjata, Sutiyoso mengatakan bahwa bukan hanya yang bersangkutan saja yang demikian, namun dia mengakui ada yang tertib dalam administrasi, namun ada juga yang tidak.
“Namanya kita sering tugas, bawa kenang-kenangan, saya juga punya senjata, tapi saya selalu ada izin polisi. Namun dia mungkin lupa punya satu sudah kuno. Saya juga punya satu kuno tapi bisa apa senjata kayak gitu? Apa mau dibilang Bang Yos makar ada senjata di rumah gitu,” ujarnya sambil tersenyum.
“Jadi terkait Narko ini efeknya amat banyak. Semua kan sebetulnya mungkin bisa terjadi ya. Tapi apa logis kah Narko mau makar,” ucap mantan Gubernur lima presiden tersebut.[BSH]