Penangkapan Kalapas Dikhawatirkan Fenomena Gunung Es

KPK menemukan bukti-bukti, permintaan tersebut dilakukan baik langsung atau tidak langsung bahkan tidak lagi menggunakan sandi atau kode-kode terselubung

Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husein.[IST]
TRANSINDONESIA.CO | JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Al Habsyi menyesalkan adanya pejabat lembaga permasyarakatan (lapas) Sukamiskin Bandung yang diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan pada Sabtu (21/7) lalu. Ia mengkhawatirkan penangkapan kalapas sebagai fenomena gunung es.

“Ini seharusnya tidak terjadi jika kalapasnya berinegritas dan sistemnya tidak memungkinkan untuk terjadinya pelanggaran,” kata Aboe Bakar melalui keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (22/7)

Politikus PKS tersebut khawatir bahwa apa yang terjadi di Sukamiskin adalah fenomena gunung es. Ia berpendapat situasi serupa juga terjadi di lapas yang lain. Menurutnya hal tersebut perlu diantisipasi dengan baik oleh Menkumham agar kejadian yang sama tidak terulang lagi.

Ia berpandangan, ada dua hal yang perlu diperhatikan untuk pembenahan lapas. Pertama yaitu pembenahan sistem dalam lapas. “Sistem yang baik harus mampu menutup peluang adanya kongkalikong antar petugas dengan warga binaan. Aturan sedapat mungkin mengedepankan tertib hukum dan tertib aturan dalam lapas,” ujarnya.

Selain itu penguatan integritas para petugasnya juga perlu dilakukan. Dengan adanya integritas yang baik, maka peraturan yang ada pun akan dapat diimplementasikan secara tepat.

“Tanpa integritas, aturan sebaik apapun akan dapat diakali. Oleh karenanya integritas ini akan menjadi kunci paling strategis pembenahan lapas,” katanya.

KPK menangkap tangan Kepala Lembaga Permasyarakatan (Kalapas) Sukamiskin Bandung Wahid Husein atas dugaan penerimaan suap dan jual beli fasilitas lapas. Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Febri Diansyah mengungkapkan bahwa permintaan mobil, uang dan sejenisnya di Lapas Sukamiskin diduga dilakukan secara terang-terangan.

“KPK menemukan bukti-bukti, permintaan tersebut dilakukan baik langsung atau tidak langsung bahkan tidak lagi menggunakan sandi atau kode-kode terselubung. Sangat terang. Termasuk pembicaraan tentang ‘nilai kamar’ dalam rentang 200-500 juta/kamar,” kata Febri dalam pesan singkat.

Febri menjelaskan, sebelumnya, KPK mengidentifikasi bahwa Wahid Husein meminta mobil jenis Triton Athlete warna putih kepada narapidana kasus pemberi suap pengadaan alat satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) Fahmi Dharmawansyah. Wahid bahkan sempat menawarkan agar dibeli di dealer yang sudah ia kenal. “Namun karena mobil jenis dan warna tersebut tidak ada, akhirnya diganti dengan triton warna hitam yang kemudian diantar dalam keadaan baru tanpa plat nomor ke rumah WH,” jelasnya.[republika]

Share