Tito Karnavian: Mustahil Seorang Diri Kapolri Bisa Merubah Mindset 440 Ribu Polisi

TRANSINDONESIA.CO, JAKARTA –  Kapolri Jenderal Prof.H Muhammad Tito Karnavian,Ph.D, menyatakan mustahil seorang Kapolri mampu merubah mindset lebih dari 440 ribu polisi.

“Mustahil saya bisa bekerja sendiri,  merubah itu, makanya harus ada instrumen, pikiran dari saya ditambah partner yang tahu kepolisian, untuk disampaikan ke masing-masing pimpinan di daerah dapat diteruskan ke anggota sebagai pemikir-pemikir kepolisian dalam merubah mindset,” kata Tito Karnavian dalam sambutannya pada Launching dan Bedah Buku “Democratic Policing” karya kabolasarinya dengan Prof (Ris) H Hermawan Sulistyo,Ph.D, di Gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta, Selasa 21 Nopember 2017.

Menurutnya, Polri milik negara dan milik masyarkat diperlukan yang saat ini dibutuhkan polisi-polisi pemikir meski disatu sisi sangat diperlukan kritikan yang membangun untuk memajukan pemolisian.

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, bersama Hermawan Sulistyo, Deputy LIPI Rosita, dan moderator serta pembahas peluncuran dan bedah buku Democratic Policing di Gedung LIPI Jakarta, Selasa 21 Nopember 2017.[YAN]
“Buku ini diharapkan bisa menjadi pegangan pemimpin Polri untuk diterapkan ke anggota di lapangan. Segmen utamanya adalah internal, orang-orang peduli polisi juga pada perwira atau bintara pemikir polisi yang memiliki flower untuk membangun dan mengenbangkan bagaimana Polri di era reformasi ini,” terangnya.

Lebih lanjut dikatakan jenderal bintang empat ini, buku  yang diluncurkan bisa dikolaborasi dengan Promoter yang dibuatnya saat test and proper test menjadi Kapolri.

“Tapi harus diawali dengan konsep-konsep, seperti apa itu polisi, tipikial polisi dunia, polisi kita, era demokrasi polisi dan bagaimana konsep-konsep dasar ini diterjemahkan Polri dalam management operasinya,”paparnya.

Ditambahkannya, buku yang ditulisnya merupakan tulisan ilmiah, bukan kumpulan atau tulisan lepas yg diedit seperti bunga rampai, karena memiliki refrensi lebih dari 200 buku .

“Buku ini juga kita blending dari Mas Kiki yg menjadi guru politik saya. Konsep politik urusan Mas Kiki dan pemolisian adalah urusan saya dalam pembuatan buku ini agar argumennya jelas dan memiliki data sebagau buku kuat secara akademik,” ungkapnya.

Secara pribadi lanjut Tito, buku ini memjadi penting bukan sekedar akademik semata.

“Sebagai Kapolri diberi amanat merubahan mainset polisi dan cara berpikir masuk ke sistim demokrasi,” ujarnya.

Diakuinya, sejak 1998 sudah ada blue print polri, aturan hukum, instrumental dan kultur Polri.

“Dari semua itu, yang paling banyak tidak berhasil adalah kultur polisi termasuk mainsetnya. Disinilah kita harus merubahnya ke lebih baik lagi. Polri punya rakyat, untuk merubah itu memang tidak mudah dimana Polri menjadi kedua terbesar di dunia setelah China. Dilain negara tidak ada kapolri tidak remendi,” tambahnya.

Namun kata Tito, Polri menjadi paling kompleks dan terberat di dunia dibandingkan dengan Politisi Cina yang menganut satu sistem dan satu partai.

“Tapi di Indonesia sangat open demokrasi, problematika konflik sangat banyak sekali. Dibandingkan dengan kerjaan saya, di negara lain Kepala Polisi nya sambil mantuk-mantuk bisa ke kantor. Kita bangun tidur sudah ratusan laporan yang masuk dari berbagai Polda,” katanya.

Sebelumnya, Prof Hermawan Sulistyo menyatakan buku
“Democratic Policing” merupakan buku kolaborasinya kedua dengan Tito.

“Pada buku edisi pertama nama Pak Tito tidak dicantumkan, karena menjaga nama beliau yang saat itu tengah dalam proses menjadi Kapolri,” kata Hermawan Sulistyo yang akrab disapa Mas Kiki itu.

Banyak orang menyebut, polisi ngapain mengurusi harga-harga pasar seperti pada bulan Ramadhan lalu menjadi tugas Polri seluruh Polsek melaporkan harga-harga sembilan bahan pokok (sembako).

“Koq Polisi mengurusi harga pasar?, padahal norma dasar Polisi diskresi karena secara organisasi tidak mungkin menjadi lembaga politik,”ungkap Kiki.

Untuk buku ini lanjut Kiki, lebih mengutamakan akademik sebagai buku pegangan dan acuan d bagi anggota Polisi  yang berpikir.

“Buku ini lebih dalam, kental dengan akademik. Jadi tidak  dapat diterapkan bagi polisi yang tidak berpikir, hanya polisi berpikir  tentang merubah dan kemajuan Polri yang dapat meregenerasi jaringan  buku ini menjadi pegangan,” ucapnya.

Pada peluncuran dan bedah buku ini diseleggarakan Concern dengan Ketua Panitia Urip Slamet Widodo, dengan moderator Ir.Djuni Thamrin,MSc,Ph.D, dan pembahas Usman Hamid,SH, M.Phil (Country Directory Amnesty Internasional), serta Firman Noor,Ph.D (Kapuspen P2P LIPI).[YAN]

Share