TRANSINDONESIA.CO – Hanya wakaf tanah?
Bagaimana dengan Indonesia? Akankah wakaf tanah untuk perumahan rakyat bisa digerakkan mengatasi kekurangan defisit rumah (housing backlog) bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)?
Jangankan wakaf perumahan (properti) bagi dhuafa ataupun MBR, wakaf tanah untuk perumahan rakyat belum menggeliat, walau sudah menjadi politik hukum UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rusun). Perihal pendayagunaan tanah wakaf tertera eksplisit dalam Penjelasan UU Rusun, yang disebut sebagai “hal mendasar … dalam Undang-undang ini”.
Tersebab itu, sebagai “hal mendasar” politik hukum UU Rusun maka absah jika sungguh-sungguh melakukan langkah mandasar pendayagunaan tanah wakaf untuk rumah susun. Namun setelah lebih enam tahun UU Rusun, apa yang sudah dilakukan Pemerintah menggiatkannya? Pun, Peraturan pemerintah (PP) Rusun yang diamanatkan UU Rusun belum turun saat esai ini dinaikkan.

Ikhtiar pendayagunaan wakaf tanah untuk perumahan rakyat jangan ditunda, karena urgensinya maka jurus dan varian wakaf musti kreatif membuat hukum, seperti inspirasi wakaf perigi (sumur) yang dibeli Ustman bin Affan dari Huma secara bergantian. Makudnya? Dibuat kesepakatan jual bergantian hari, hari ini milik Ustman besok milik Huma pemilik asal perigi, dan seterusnya sesuai kesepakatan.
Itu mengajarkan 3 (tiga) hal dari wakaf perigi Ustman: kesegeraan, kreatifitas, dan kesepakatan. Kesepakatan (dan kerelaan) adalah induk dari hukum, persis seperti asas konsensualitas yang direspsi dalam hukum perdata barat.
Di tengah kelangkaan dan mahalnya tanah, pembangunan perumahan rakyat sulit tanpa penyediaan tanah oleh pemerintah yang diupayakan khusus untuk perumahan rakyat memenuhi kebutuhan rumah MBR. Walaupun pengaturan penyediaan tanah termaktub dalam UU Rusun dan UU No. 1 Tahun 2011, namun tanpa peran konkrit otoritas pertanahan, penyediaan tanah untuk perumahan rakyat sulit direalisasikan. Alhasil, bab penyediaan tanah dalam UU Rusun dan UU No. 1 Tahun 2011 relatif belum efektif diterapkan.
Tersebab itu, penyediaan tanah untuk perumahan rakyat dengan pendayagunaan wakaf tanah menarik diterapkan. Banyak kisah inspiratif menjadi tenaga menggiatkan wakaf properti. UU Rusun memiliki norma penyediaan tanah dengan pendayagunaan tanah wakaf (Pasal 22 ayat (1) huruf e UU Rusun). Idemditto, pendayagunaan tanah wakaf juga muncul dalam Pasal 18 huruf b UU Rusun dalam kaitan pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus. Norma itu musti bisa menginspirasi wakaf properti.
Walaupun UU Rusun hanya mengenal wakaf tanah untuk pembangunan rumah susun umum dan rumah susun khusus, bisa dipahami karena rezim hukum Indonesia menganut azas pemisahan horizontal yang memisahkan tanah dengan bangunan yang terbangun di atasnya dan membedakan Sertifikat Kepemilikan Bagunan Gedung (SKBG) satuan rumah susun (sarusun) dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) sarusun.
Kua normatif, pendayagunaan tanah wakaf untuk pembangunan rumah susun dapat dilakukan dengan cara sewa atau kerja sama pemanfaatan sesuai dengan ikrar wakaf (Pasal 20 UU Rusun). Artinya, musti tertera eksplisit dalam ikrar wakaf peruntukannya diperbolehkan untuk pembangunan rusun umum atau rusun khusus. Jika tidak sesuai ikrar wakaf, diberi kemudahan untuk melakukan pengubahan peruntukan setelah memperoleh persetujuan dan/atau izin tertulis Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Ini peluang hukum yang musti dioptimalkan untuk wakaf perumahan rakyat, walaupun aturan UU Rusun yang mengaturnya masih minimalis dan terbatas. Mustinya, UU No. 1 Tahun 2011 juga membuka peluang pendayagunaan wakaf, dengan jurus kesegeraan, kreatifitas dan kesepakatan. Tak cukup lagi aturan wakaf tanah hanya untuk rumah susun umum dan rumah susun khusus.
Padahal, jenis dan lingkup wakaf seluas urusan manusia (bahkan burung dan makhluk selain manusia), mulai dari tanah, perumahan, sekolah, masjid, sampai perigi (sumur) air, jalan kawasan, taman bermain, pasar, sampai kepada wakaf utuh yang menjadi sepaket kawasan, bahkan menjadi Imaret yang kini lazim disebut wakaf city. Kilasan soal ini diujarkan pada sub judul “Menginspirasi Imaret” halaman esai ini.
Bagaimana dengan regulasi wakaf di Indonesia? Sudah ada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (UU Wakaf). Terbentuk pula Badan Wakaf Indonesia (BWI), suatu lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan UU Wakaf, untuk mengembangkan dan memajukan perwakafan di Indonesia.
Kehadiran BWI tidak dimaksudkan mengambil alih aset-aset wakaf yang ini dikelola nazhir (pengelola aset wakaf) yang sudah ada, namun kehadiran BWI penting membina nazhir agar aset wakaf dikelola lebih baik dan lebih produktif sehingga bisa memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat, baik dalam bentuk pelayanan sosial, pemberdayaan ekonomi, maupun pembangunan infrastruktur publik. Tepat, karena wakaf adalah perbuatan perdata yang sah yang tidak bisa digantikan dengan peran BWI. Karena BWI bukan nadzir yang menerima amanah menerima (dan mengelola) wakaf.
Merujuk sumber data Direktorat Pemberdayaan Wakaf Kementerian Agama RI per bulan Maret 2016, terdatat 4.359.443.170 m2 luas tanah wakaf di seluruh Indonesia. Dengan jumlah 435.768 tanah wakah, dengan 287.160 sudah memiliki sertifikat wakaf, dan sisanya 148.447 belum sertifikat wakaf. Ada sekitar 450 ribu titik wakaf belum dikelola maksimal. Ada 600 triliun nilai dari 3,3 miliar meter persegi luas lahan wakaf, tulis laman wakafedia.com.
Apa saja harta benda wakaf? Merujuk UU Wakaf, berbentu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Yang termasuk kualifikasi benda tidak bergerak adalah tanah, bangunan, tanaman dan benda lain berkaitan dengan tanah, hak milik atas satuan rumah susun (sarusun), benda lainnya. Benda bergerak termasuk uang, logam mulia, surat berharga, kenderaan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, barang bergerak lainnya.
Ada berbagai badan non pemerintah yang menghimpun wakaf dan menjadi mutawali. Sebut saja dompet dhuafa, yang menghimpun wakaf mengembangkan program pendidikan, kesehatan, ekonomi dan pemberdayaan sosial. Meniru wakaf perigi Ustman bin Affan, Dompet Duafa membuat program AUK (Air Untuk Kehidupan). Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Wahai saudaraku, siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkan untuk umat, maka akan mendapatkan surganya Allah SWT” (H.R. Muslim). Perintah yang langsung direspon segera Ustman, sang dermawan sahabat Rasul dengan jurus kratifitas dan kesepakatan.
Sempat terdengar kabar ikhwal Kementerian Agama melakukan kerjasama dengan Bappenas dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk membangun rumah susun (rusun), namun belum menjadi kenyataan yang bisa dilihat kemajuannya.
Oleh karena pendayagunaan wakaf adalah politik hukum yang menjadi “hal mendasar”, perlu mendorong pemerintah membuktikan kegiatan konkrit “hal mendasar” itu. Sekadar melakukan literasi wakaf properti agar pendayagunaan wakaf dan gerakan patriot gemar berwakaf lebih maju, termasuk “hal mendasar” untuk situasi saat ini. Tak salah meniru langkah Turki yang tabah terus menggelar pekan wakaf, menggiatkan program wakaf rusun bagi dhuafa.
Walaupun UU Rusun hanya mengenal wakaf tanah, tak menjadi halangan menggiatkan wakaf properti dalam arti luas. Wakaf bisa berkembang, seperti pohon bunga mawar menjadi taman kota. Tak hanya wakaf tanah, pun berkembang saluran air, wakaf sumur (perigi) sumber air bersih, wakaf angkutan umum/sekolah, wakaf jalan kawasan, wakaf penerangan jalan, wakaf taman bermain anak, bahkan wakaf pasar mungil tempat berjualan dan memberdayakan warga kota melakukan jual beli “barang lusuh”, seperti ternyata ada di Penang, Malaysia.
Walau minimalis, aturan pendayagunaan wakaf tanah dalam UU Rusun, tidak membatasi lingkup wakaf itu sendiri dan dioptimalkan pintu masuk menggiatkan wakaf properti termasuk wakaf rumah umum dan wakaf rumah susun bagi dhuafa, yang dimungkinkan dalam UU Wakaf (Pasal 16 ayat (2) huruf a dan d).
Belum diperoleh informasi bagaimana bentuk “hal mendasar” dan apa rancangan pendayagunaan wakaf perumahan itu. Diksi pendayaagunaan itu tepat, karena wakaf itu todak menghabiskan tapi mengupayakan memetik hasilnya. Agar tak hanya menjadi harta wakaf yang potensial atau harta wakaf yang terdiam. Agar 450 ribu titik wakaf yang belum dikelola maksimal, 600 triliun nilai dari 3,3 miliar meter persegi luas lahan wakaf, tidak menjadi “kapital mati”, meminjam istilah Hernando de Soto, walaupun dalam status benda wakaf. Duplikasilah Dirjen Wakaf Turki yang melakukan investasi atas harta wakaf, pun demikian pelajaran dari AWQAF Holding Berhad itu, menggiatkan wakaf korporat sebagai instrumen memanfaatkan kelestarian wakaf, dengan proyek “Persada AWQAF Development” di Putrajaya.
[Muhammad Joni,SH,MH:KetuaMasyarakat Konstitusi Indonesia (MKI), Sekretaris Umum Housing and Urban Development (HUD) Institute, Managing Partner Law Office Joni & Tanamas]