Garbage In Garbage Out: Pola Rekrutmen Kepolisian Promoter
TRANSINDONESIA.CO – Sumber daya manusia (SDM) adalah aset utama bagi kepolisian. SDM yang seperti apa yang menjadi aset utama institusi Polri? Menjawabnya tidak semudah pertanyaannya.
SDM yang menjadi aset utama adalah SDM yang berkarakter. Makna berkarakter dapat dikategorikan profesional, memiliki integritas dan kompetensi serta memiliki keunggulan. Membangun SDM yang berkarakter perlu pemikiran yang holistik dan membuat model sehingga diketahui polanya.
Walaupun kompleks dan memerlukan waktu yang bertahap serta kegigihan untuk dapat diimplementasikan di dalam membangunnya, tetap untuk dipersiapkan dan dilaksanakan dengan baik dan benar.
Tahap awal membangun SDM yang berkarakter dimulai dari rekrutmen, pendidikan dan pelatihan, penggunaan yang tepat, pemeliharaan dan perawatan hingga pengakhiran.
Tulisan ini difokuskan pada model rekrutmen dari masyarakat umum untuk dijadikan anggota kepolisian yang akan mengemban tugas sebagai Polisi yang profesional, modern dan terpercaya.
Pola rekrutmen akan mencari orang-orang yang memenuhi standar dan kriteria SDM yang dapat dididik dalam kurun waktu tertentu untuk menjadi petugas Polisi yang Promoter pada tingkat Brigadir maupun Inspektur.
Model rekrutmen tatkala standar dasarnya disimpangkan atau menjadi lahan subur tumbuh dan berkembangnya KKN. Tatkala proses rekrutmen sarat dengan kepentingan, maka tujuan membangun Polisi yang Promoter akan terbengkalai. Model rekrutmen untuk petugas Brigadir maupun Inspektur pada prinsipnya sama dengan batasan-batasan yang disesuaikan dengan masing-masing goalnya.
Model rekrutmen di era digital dapat dikembangkan secara online yang diikuti dalam proses-proses pengujian dengan aplikasi online dan secara manual.
Standar dasar untuk rekrutmen antara lain: 1.Standar administrasi, 2.Standar kesehatan fisik, psikologis, 3.Potensi akademik, 4.Kesamaptaan jasmanni, 5.Standar pengetahuan umum dan teknologi kekinian, dan sebagainya.
Standar-standar tersebut tatkala diimplementasikan dengan baik dan benar akan menjaga model rekrutmen di era digital. Tentu ada back office, aplication dan net working yg scr on line yang transparan dan akuntabel.
Tatkala rekrutmen sarat kepentingan, dilakukan secara manual, parsial akan berdampak pada kompetensi, integritas dan keunggulan institusi kepolisian.
Benarlah pepatah yang mengatakan “garbage in garbage out”. Seumur dia menjadi polisi akan menjdi benalu institusi”.
Dari kesadarannya, kepekaan dan kepeduliannya, tanggung jawabnya sampai dengan disiplinnya dengan kualitas rendah.
Belum lagi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan akan menjadikan social cost yang tinggi bagi institusi kepolisian. Program-program menuju Promoter akan terbengkelai, mengawaki institusi dengan pendekatan-pendekatan personal yang berdampak birokrasi menjadi irasional.
Pola rekrutmen menuju kepolisian yang Promoter dapat dilihat dari:
- Siapa yang menguji? memiliki integritas, komitmen dan kompetensi yang diakui dan bisa dijadikan ikon.
- Bagaimana standar-standar dan sistem ujinya? Apakah terpercaya dan teruji kecanggihanya?
- Bagaimana mengawasi dan mengikis penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi
- Siapa yang menjadi peserta uji? Tatkala peserta uji dengan standar-standar tinggi maka dapat diyakini calon-calon unggulan untuk dididik menjadi polisi yang berkarakter.
- Siapa dan bagaimana pihak-pihak eksternal yang dapat membantu mengawasi? Tatkala diawasi oleh pihak-pihak eksternal yang profesional dan terpercaya, maka rekrutmen akan dapat terselenggara dengan sebagaimana mesetinya.
Ke lima point di atas dijabarkan secara mendetail dan dibuat dalam paying-payung hukum, manual book sebagai acuan rekrutmen. Diimplementasikan dan dikembangkan dengan dukungan sistem informatif, komunikatif dan solutif.
Penyimpangan dalam proses rekrutmen selain kehilangan kepercayaan juga dapat memicu konflik berkepanjangan, yang social cost nya sangat mahal yaitu ketidak percayaan publik kepada institusi kepolisian.[CDL]