Akhir Hayat Birokrasi
TRANSINDONESIA.CO – Salahkah birokrasi yang skrang ini ada? Atau sudah tidak lagi up to date? Birokrasi dibangun untuk membagi pekerjaan-pekerjaan dalam pelayanan kepada publik agar dapat memberikan pelayanan yang prima.
Pilar-pilar birokrasi disangga rasionalitas, logika, petugas-petugas yang profesional, sistem-sistem yang terintegrasi mampu menjembatani dan memberikan solusi. Hakekatnya adalah agar publik terlayani dengan cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informative, dan mudah diakses.
Para petugasnya berorientasi kerja dan gaji. Tingkat produktifitas menjadi kebanggaan dan standar bagi kariernya. Apa yang dikerjakan ada standarnya dapat diukur dan diaudit baik di dalam birokrasi maupun dari kepuasan publik atas pelayanannya.
Namun, faktanya birokrasi sering malah melilit dan membuat sulit serta berbelit-belit. Berurusan dengan birokrat identik dengan duit. Tanpa duit jangan harap bisa terlayani dengan baik. Bisa saja malah hilang enyah kemana. Birokrasi menjadi lahan atau ajang penguasaan sumber daya.
Para birokratnya berebut jabatan dan kesempatan pada posisi-posisi yang bisa mendominasi dan mengangkangi sumber daya.
Bagian-bagian dimategoriman dalam zona basah dan kering. Golongan air mata dan mata air. Pendekatan-pendekatan tidak rasionalpun menjangkit dan semakin mengurita, maka lahirlah mafia-mafia dalam birokrasi. Klik, kroni dan berbagai kelompok personal semakin kental dan tajam dalam pengoperasionalanya.
Kaum-kaum di zona nyaman akan mempertahankan status quo akan tetap senang dengan cara-cara parsial monvensional dan manual. Cara-cara tersebut menjadi sarang kolusi korupsi dan nepotisme. Merombak birokrasi untuk menjadi waras bagai putri duyung yang mendamba ekornya untuk menjadi kaki.
Golongan-golongan waras idealis yang berjuang memperbaiki dapat digolongkan sebagai bagian manusia putri duyung. Lingkungan kebanyakan yang ingin tetap dengan cara-cara manual konvensional dan parsial dapat dikategorikan sebagai ekor atau bagian bawah putri duyung.
Golongan manusia jika mengikuti pola ekor atau binatang, maka ia akan gila. Sebaliknya golongan ekor tidak mungkin mengikuti manusia. Tatkala ingin dipotong atau dipisahkan maka akan mati keduanya. Bagai buah simalakama yang dilematis.
Mewaraskan birokrasi bagai mengajak ekor berevolusi menjadi kaki manusia. Bisa saja yang mengajak waras dianggap gila atau bajkan diserang atau bahkan untuk dimatikan.
Francis Fukuyama menulis, the end of history: the last man yang menggambarkan dunia sudah sampai puncaknya dan akan mengalami kehancuran untk memulai sejarah peradaban baru.
Mungkinkah analogi Fukuyama digunakan untuk the end og bureaucracy? Pasti mungkin, karena di era digital tidak ada lagi batas ruang dan waktu. Dalam pewayangan ruang dan waktu disimbulkan dalam Bathara Kala. Ia menjadi penguasa gelap dan menguasai ruang dan waktu.
Namun, antara badan dan kepala Kala dipisahkan agar tidak menghabiskan isi jagat raya ini. Dalam ceritera gerhana digambarkan sang Bathara menelan matahari karena tidak ada badannya, maka matahari akan bersinar lagi. Di era digital yang memangkas Kala adalah sistem-sistem online yang terhubung dalam sistem-sistem elektronik .
Birokrasi yang tersekat-sekat dalam labirin yang memusingkan dapat dipangkas dan di terobos dalam satu sistem pelayanan. One stop service menjadi bagian yang terintegrasi dalam pola back officice, aplication dan network.
Pola-pola ini akan berrkembang dalam sistem big data yang akan ada apa saja yang dibutuhkan. Yang bisa dikerjakan dalam sistem tidak lagi ditangani manusia. Semakin mengurangi sentuhan person to person untuk menghindari potensi-potensi penyimpangan.
Rasionalisasi birokrasi akan menjadi tantangan setiap pemimpin untuk mewaraskan dan mengakhiri kegilaan birokrasi. Selain itu, juga memangkas mafia-mafia birokrasi yang menjadi god fathernya.
Para pemimpin akan diuji nyali melawan naga mafia birokrasi yang sarat dengan kesaktian karena memiliki pangkat jabatan uang media jaringan bahkan massa. Tatkala pemimpin produk hutang budi maka jangankan melawan pasti kerjanya hanya cium tangan dan bahkan sungkem sambil memberi bukuh bekti glondong pangareng areng.
Pemimpin transformatid yang layak sebagai pejuang dan berani berkorban dan bernyali tinggi dinanti untuk menebas sang naga mafia birokrasi dengan sistem-sistem onlinenya. Tatkala sistem online jadi, maka para mafia tanpa dibunuh akan mati dengan sendirinya. Dan kegilaan dalam birokrasi bisa diakhiri.[CDL]