Kasus e-KTP, MAKI Laporkan Setya Novanto ke KPK

TRANSINDONESIA.CO – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melaporkan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dugaan perbuatan menghalangi penegakan hukum dan memberikan keterangan tidak benar perkara korupsi KTP elektronik (KTP-el) ditangani KPK.

“Setya Novanto diduga telah menyuruh atau memberi arahan kepada M Nazaruddin, Andi Agustinus alias Andi Narogong, dan Diah Anggraeni untuk menutupi peran Setya Novanto dalam perkara korupsi KTP elektronik,” kata Boyamin, di gedung KPK, Jakarta, Rabu 12 April 2017.

Boyamin mengatakan Setya Novanto diduga meminta Andi Agustinus untuk menyamakan keterangan bahwa keduanya hanya bertemu dua kali dan hanya membahas persoalan penawaran kaos dan tidak pernah membahas proyek KTP elektronik.

Setya Novanto.[Dok]
“Padahal Setya Novanto lebih dua kali bertemu dengan Andi Agustinus dan melakukan pembicaraan tentang penganggaran proyek KTP elektronik,” katanya lagi.

Lebih lanjut, ia menyatakan Setya Novanto telah meminta mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni untuk menyampaikan pesan kepada Irman yang menyebutkan jika Irman ditanya siapa pun termasuk KPK untuk menyatakan “Irman tidak kenal dengan Setya Novanto”.

“Namun, Setya Novanto dalam kesaksian di persidangan sebagai saksi menyatakan awalnya tidak kenal dengan Irman dan tidak pernah membahas proyek KTP elektronik dengan Irman maupun Diah Anggraeni. Namun kemudian mengaku kenal Irman. Hal ini jelas bentuk menghalangi penegakan hukum,” ujarnya pula.

Kemudian, kata dia, Setya Novanto dalam memberikan keterangan di penyidikan sebanyak dua kali secara tegas menyatakan tidak kenal dan tidak pernah bertemu dengan Irman dan Sugiharto, dan juga secara tegas menyatakan tidak pernah membahas proyek KTP elektronik dengan Irman, Sugiharto, Diah Anggraeni, dan Andi Agustinus.

“Setya Novanto diduga telah melakukan pertemuan dengan Irman sebanyak tiga kali, dan setidaknya dua pertemuan membahas penganggaran proyek KTP elektronik bersama Irman, Sugiharto, Diah Anggraeni, dan Andi Agustinus,” ujarnya lagi.

Selain itu, kata dia, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta setelah ditunjukkan foto pertemuan dengan Irman di Jambi, Setya Novanto menyatakan baru mengingatnya setelah membaca berita dan secara tegas menyatakan pertemuan hanya sekali, yaitu di Jambi dan tidak ada pertemuan yang lain.

“Setya Novanro setidaknya telah bertemu dan kenal dengan Irman di Jambi dimana peristiwa tersebut bukan pertemuan yang pertama karena Setya Novanro telah mengucapkan kalimat “sekarang Irman di sini to’ dan ‘pidato paparan Pak Irman bagus, maklum mantan Dirjen’,” ujar Boyamin.

Boyamin menyatakan Setya Novanto melanggar pasal 22 juncto pasal 35 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.

Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK juga telah menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dan mantan anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani sebagai tersangka dalam perkara tersebut.

Andi disangkakan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.

Sedangkan Miryam S Haryani disangkakan melanggar pasal 22 juncto pasal 35 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.[ANT]

Share