Pengelolaan Data Wujudkan Peningkatan Penanggulangan Bencana

TRANSINDONESIA.CO – Bencana merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Lebih dari 90% bencana yang terjadi merupakan bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor dan puting beliung.

“Pada saat musim penghujan maka ancaman bencana ini akan meningkat, namun jika musim kemarau maka kekeringan dan kebakaran lahan dan hutan akan meningkat intensitasnya. Perubahan iklim sekarang ini berpotensi untuk meningkatkan terjadinya bencana di berbagai wilayah penjuru dunia,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, dalam siaran persnya kepada Transindonesia, Selasa 14 Maret 2017.

Menurutnya, Kantor Bank Dunia memaparkan bahwa, tiap tahunnya dunia mengalami kerugian US$520 miliar (sekitar Rp 6.916 triliun) akibat bencana alam.

“Yang paling menderita ialah masyarakat paling miskin. Setiap kehilangan US$1 yang dialami mereka bernilai lebih besar pada kerugian aset karena hanya semakin menenggelamkan ke arah kemiskinan,” ungkapnya.

Jalan lintas Provinsi Riau-Sumatera Barat putus akibat banjir.[LP]
Bencana alam katanya, merupakan motor penggerak terjadinya kemiskinan. Dari riset Bank Dunia, untuk Indonesia, jika bisa menambah pendapatan ke kelompok miskin sebesar 10%, akan mampu menghindari kerugian kesejahteraan akibat bencana sampai US$8,9 juta per tahun.

Data bencana merupakan bagian yang penting dalam menyiapkan mitigasi dan kesiapsiagaan agar bencana dan kemiskinan dapat diatasi secara bersamaan. Dalam mengentaskan kemiskinan negara berupaya terus menggelontorkan dana yang cukup besar.

“Tahun ini pemerintah menggelontorkan anggaran Rp124,5 triliun untuk penduduk miskin. Pada sisi yang lain, bencana mampu menciptakan penduduk miskin baru terutama mereka yang berada di batas garis kemiskinan. Itu karena, bencana mampu menghilangkan harta benda dalam waktu seketika,” ujarnya.

Kerugian ekonomi akibat bencana alam di Indonesia mencapai Rp30 triliun per tahunnya. Yang terbaru adalah banjir dan tanah longsor di Limapuluh Kota, Sumatera Barat, dimana estimasi kerugian mencapai Rp252,9 miliar rupiah.

“Kerugian ini akan terus meningkat jika upaya mitigasi dan kesiapasiagaan bencana belum menjadi urusan prioritas bagi negara dan pemeirntah daerah. BNPB mencatat selama tahun 2017 hingga bulan ke tiga, telah terjadi bencana sebanyak 793 kejadian yang menyebabkan 83 korban tewas, 210 luka-luka, 777.350 jiwa menderita dan mengungsi,” kata Sutopo.

Pada sisi yang lain lanjutnya, bencana juga menyebabkan kerusakan pada beberapa sektor masyarakat. Tercatat 8.373 rumah mengalami kerusakan, 104.143 terendam, 139 fasilitas pendidikan, 94 fasilitas peribadatan, dan 13 fasilitas kesehatan selama tahun 2017 ini.

Data bencana memiliki peran yang penting baik dalam pra, saat maupun setelah terjadi bencana. Data historis bencana menjadi rujukan dalam penentuan kebijakan, mitigasi, kesiapsiagaan dan penelitian demi mengantisipasi bencana yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Pada saat darurat, data memegang kunci dalam peranan penanggulangan, jumlah korban, pengungsi dan kerusakan berguna bagi pengambil keputusan. Di saat pasca bencana, data bencana digunakan dalam penentuan berapa jumlah kebutuhan yang diperlukan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi.

Data bencana menciptkan peluang dalam segala hal. Satu data bencana memang tidak berbicara sesuatu, namun series dan komparasi data akan memberikan informasi cukup akurat.

Pelaku bencana sudah saatnya sadar bahwa data bencana merupakan kunci dalam penanggulangan. Pengelolaan data bencana yang akurat dan baik, tentu menjadi bagian dalam peningkatan kapasitas pelaku bencana.

Sementara, Kepala Pelaksana Provinsi Jawa Tengah, Sarwa Pramana, mengatakan data laporan bencana menjadi toal ukur keberhasilan BPBD Kabupaten/Kota dalam menangani bencana.

Lebih lanjut Sarwa menjelaskan, pada penetapan siaga darurat di tahun 2017 ini, beliau langsung melakukan ispeksi mendadak (sidak) ke seluruh pusdalops Kabupaten/Kota guna mengecek kesiapan dalam hal bencana.

“Tahun 2015 total kejadian bencana yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah mencapai 1.573 kali dan mengalami peningkatan signifikan di tahun 2016 yang mencapai 2.112 kali,” ujarnya.

Pengelolaan data bencana sumber untuk mencapai keberhasilan penanggulangan bencana. “Siapa yang menguasai data, maka dia mampu menguasai dunia,” tambah Sutopo.

Bencana menjadi isu yang hangat akhir-akhir ini, jumlah korban dan kerusakan serta kerugian menjadi perbincangan hangat yang hampir setiap hari menghiasi media massa. Bencana yang terjadi harus mampu ditangkap oleh pelaku penanggulangan bencana dalam bentuk data, selanjutnya diolah menjadi informasi dan disebarkan kepada masyarakat.

Pola penanggulangan bencana yang bergeser ke arah mitigasi dan kesiapsiagaan, membutuhkan suatu kesimpulan yang mampu disajikan dengan data bencana yang akurat. Pemilihan kebijakan penanggulangan bencana, mudah dilakukan jika berdasarkan bencana yang telah terjadi. Mitigasi dan kesiapsiagaan yang tepat akan mampu menjauhkan bencana dari masyarakat dan menjauhkan masyarakat dari bencana.[SAF]

Share