Kaum Perempuan Rembang Desak Pemerintah Lanjutkan Pembangunan SIR

TRANSINDONESIA.CO – Kaum perempuan Rembang, Jawa Tengah, mendesak pemerintah melanjutkan pembangunan PT Semen Indonesia Rembang (SIR) yang kini terhenti sementara akibat ulah segelintir orang yang tidak ingin melihat kesejahteraan masyarakat yang ratusan tahun hidup dibawah garis kemiskinan.

“Masih dalam proses pembangunan SIR saja perekonomian keluarga kami yang selama ini dibawah garis kemiskinan menjadi lebih baik,” kata perwakilan kaum perempuan Rembang, Triningsih, pada diskusi
“Industri Semen dan Masa Depan Indonesia” di Gedung Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) Jakarta, Senin 16 Januari 2017.

Dikatakan Triningsih, sebanyak 3500 kepala keluarga (KK) dengan jumlah penduduk sekitar 13 ribu jiwa sangat merasakan manfaat dari proses pembangunan pabrik semen.

Triningsih perwakilan kaum perempuan Rembang pada diskusi "Industri Semen dan Masa Depan Indonesia", di Gedung LIPI Jakarta, Senin 16 Januari 2017.[SOF]
Triningsih perwakilan kaum perempuan Rembang pada diskusi “Industri Semen dan Masa Depan Indonesia”, di Gedung LIPI Jakarta, Senin 16 Januari 2017.[SOF]
“Ini masih proses pembangunan, bagaimana kalau sudah jadi, kami yakin akan mensejahterakan masyarakat kami disekitar lokasi SIR,” tutur Triningsih dengan kental logat bahasa Jawanya.

Begitu pula manfaat dari kaum bapak lanjut Triningsih asli warga setempat itu mengungkapkan para suami mereka memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang sangat lumayan dan dapat memenuhi kebutuhan keluarga mereka.

“Sampai-sampai kaum bapak bisa membeli sepeda motor baru yang selama ini tidak terbeli,” ucapnya.

Disisi lain kata Triningsih yang aktif memperjuangkan dan berharap pemerintah melanjutkan pembangunan pabrik semen itu juga dirasakan di bidang pendidikan.

“Anak-anak kami kini semua bersekolah bahkan mendapatkan beasiswa dari pihak SIR yang peduli dengan kemajuan pendidikan warga disekitar pembangunan pabrik,” katanya.

Sebelumnya, salah seorang warga lainnya Joko menyatakan, saat ini anak-anak usia pendidikan tingkat sekolah dasar 100 persen tamat sekolah.

“Yang dulunya sangat hampir tidak pernah ada anak-anak tamat SD, bahkan  anak perempuan yang masih kelas 4 SD sudah menikah,” kata Joko yang berprofesi guru di desa sekitar pembangunan pabrik SIR tersebut.

Manfaat yang sangat dirasakan pada bidang pendidikan kata Joko, kini daerah sekitar pembangunan pabrik sudah ada SMP dan SMA. “Sebelumnya hanya ada SD, kini SMP bahkan SMA sudah ada sejak proses pembangunan pabrik,” ungkap Joko yang sudah 28 tahun menjadi guru di desa sekitar lokasi pembangunan SIR.

Sebelumnya, salah seorang peneliti senior LIPI Prof (RIS) Hermawan Sulistyo menyatakan, pembangunan SIR milik BUMN harus dilanjutkan karena memiliki aset negara dalam membangun perekonomian pemerintah dan masyarakat.

“Kalau dihentikan, moratorium saja semuanya. Bagi mereka yang menolak jangan lagi membangun rumahnya dengan semen. Apa ada orang yang menolak itu membangun rumahnya tanpa semen?
Kalau menolak semen, jangan munafik membangun rumah pakai semen. Kalau bangun dengan kayu, sekalian saja kita moratorium kayu, jangan potong pohon,” kata Hermawan yang akrab disapa Prof Kiki.

Sebagai pihak mediasi antara warga dengan pihak yang menolak pembangunan SIR kata Prof Kiki, pilihan produksi semen karena kebutuhan pembangunan pada sektor-sektor lain.

“Ini aset BUMN dengan nilai Rp25 trilyun. Pilihan produksi semen karena kebutuhan pembangunan pada sektor-sektor lain. Pembangunan pabrik dikawasan paling miskin di Rembang itu untuk mendongrak ekonomi rakyat menjadi sejahtera,” terangnya.

Apalagi lanjut Prof Kiki, daerah yang ratusan tahun tidak bisa menghidupkan ekonomi masyarakatnya dengan layak, tetapi dengan pabrik ada potensi untuk kesejahteraan.

“Yang protes menolak pembangunan SIR hanya segelintir orang bahkan warga Australia ikut protes,” ungkap Prof Kiki.[SOF]

Share