Seneng Dadi Kebo
TRANSINDONESIA.CO – Kebo atau kerbau sering dianalogikan sebagai binatang yang dungu, walau berbadan besar dan kuat.
Plonga-plongo koyo kebo (hanya tolah-toleh tanpa ekspresi karena tidak tahu apa-apa seperti kerbau), bagai kerbau dicocok hidungnya (patuh dan taat disuruh apa saja karena tidak ada daya nalarnya).
Kerbau hanya dinyatakan besar badannya namun otaknya nol. Kerbau tidak memikirkan masa depan, lingkungan atau bahkan dirinya sendiri.
Berkubang dalam lumpur, sungai bahkan diantara kotoranya sendiripun tidak dipikirkan. Yang penting senang, dapat makan cukuplah.
Berteriak kesana kemari, menabur kebencian, merusak, membantai hingga memusnahkan sesamanya dengan bangga dilakukan.
Tiada rasa malu, rasa bersalah apa lagi tentu tidak ada sama sekali. Sepertinya aneh, namun itulah faktanya. Demi menjadi dominan dan mendominasi tega segala galanya. Yang penting menang senang, hancur sekalipun akan menjadi kebanggaan, bahkan bisa saja mendeklarasikan dirinya sebagai sang pahlawan.
Manusia keunggulanya adalah memanusiakan bukan malah sebaliknya. Dan bagi manusia yg rela menghilangkan atau kehilangan logikanya akan lebih kejam dari binatang. Karena ia bisa memusnahkan sesamanya tanpa rasa bersalah dan rasa welas asih dan malah dianggap sebagai kehebatan, keagungan bahkan suatu kepahlawanan.
Manusia hebat, agung, menjadi pahlawan tatkala mampu memanusiakan sesamanya, mengangkat harkat dan martabat manusia.
Spiderman, Batman, Cat Woman, Mahesa Suro, Sugriwo, Subali, Anoman, semua menginisialkan binatang namun apa yang dilakukan adalah untuk kemanusiaan, menolong, membantu, menyelamatkan, menjembatani, memerangi kejahatan.[CDL-26122016]