Pastikan Hakim Ahok Berpaham Hukum Progresif

TRANSINDONESIA.CO – Berdasarkan informasi bahwa pihak penyidik Kepolisian dalam hal ini Bareskrim Mabes Polri telah menyelesaikan pemeriksaan penyidikan terhadap perkara pidana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Diperoleh kabar bahwa berkas perkaranya telah dinyatakan lengkap dan siap untuk diajukan ke Kejaksaan. Artinya jika tak ada aral yang melintang, maka perkara pidana Ahok ini segera disidangkan di pengadilan.

Penulis Fathullah.[IST]
Penulis Fathullah.[IST]
Sehingga, semua yang menjadi perdebatan hukum tentang perkara Ahok ini akan dibawa ke muka persidangan pengadilan. Berkaitan dengan fakta hukum dan pembuktian hukum akan digelar dalam acara persidangan yang dibuka dan terbuka untuk umum.

Pihak-pihak yang terlibat dalam persidangan, terutama Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Penasihat Hukum (PH), termasuk Panitera (Panitera Pembantu/PP) akan segera menjalankan tugas dan fungsi masing-masing di persidangan. Sedangkan pihak-pihak yang dihadirkan dalam persidangan, yaitu terdakwa, saksi-saksi, Saksi ahli dan saksi korban/pelapor (dalam hal ini Umat/ormas Islam) juga akan dimintai keterangannya masing-masing sesuai dengan jadwal dan acara persidangan.

Perkiraannya persidangan terhadap perkara pidana penodaan agama Islam (Pasal 156a KUHP) ini sangat menarik perhatian publik (spektakuler). Sebab, perkara ini memang perkara yang telah membuat heboh negeri ini.

Sejak terjadinya penistaan Al-Qur’an Surah Al-Maidah 51 di Kepulauan Seribu pada tanggal 27 September 2016 yang lalu hingga saat ini tak pernah sepi dari demo massa, baik di Jakarta mau pun di berbagai daerah lainnya, serta juga meluas ke beberapa negara, seperti Pakistan, Amerika Serikat dan lain-lainnya.

Di samping itu, yang justeru terasa paling santer dan memanas adalah perang opini, diskusi dan perdebatan di media sosial (medsos) serta diskusi dan perdebatan publik lainnya.

Memaknai persoalan yang terjadi itu dan harus diakui bahwa peradilan perkara pidana Ahok ini adalah tidak sekadar peradilan perkara hukum pidana biasa.

Artinya, termasuk perkara yang fenomenal dan kontroversial. Sejak awal terjadinya sudah sangat terasa bahwa nuansa kepentingan politik dan kepentingan kapitalik tertentu telah mempengaruhi berjalannya penanganan perkara ini. Itulah sebabnya, kenapa hingga saat ini pun, tersangka Ahok tidak juga ditahan, seperti para tersangka dalam perkara yang sama sebelumnya.

Hakim Progresif

Mengawal peradilan perkara pidana Ahok di pengadilan nantinya harus dengan serius dilakukan.

Memang pihak dari luar pengadilan tidak bisa ikut menentukan penunjukan majelis hakim atau hakim ketua majelis yang menyidangkan perkara tersebut yang sepenuhnya menjadi kewenanangan pengadilan.

Hanya saja, pengawalan yang perlu dilakukan adalah mengawasi secara efektif dan memastikan tidak ada permainan atau rekayasa dalam penunjukan hakim itu.

Pastikan bahwa hakim yang mengadili perkara ini terdiri dari para hakim yang bisa diharapkan objektif dan punya nurani keadilan untuk memutus perkara tersebut.

Dalam hal ini hanya para hakim yang berpaham progresif sajalah yang paling bisa diharapkan untuk mengadili perkara yang menodai rasa keadilan dan menyinggung kehormatan umat Islam.

Sebaliknya, kita tak bisa banyak berharap kepada para hakim yang beraliran positivistik legal formal. Apalagi hakim yang masih kental menganut paham hukum kekuasaan yang menganggap hukum itu adalah perintah penguasa (a command of lawgiver) yang wajib ditaati rakyatnya.

Dalam pemahaman hukum modern di Indonesia ini, sudah saatnya para hakim mengakomodir pemahaman hukum progresif yang digagas oleh Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH.

Tentu saja bagi kita yang belajar mengenai hukum dan penegakan hukum progresif ini sangat apresiatif dengan para hakim yang berani keluar dari pemahaman hukum yang sempit yang hanya semata-mata mendasarkan putusannya pada hukum dan penegakan hukum positivistik legal formal.

Kita berharap saat ini makin banyak para hakim yang berhijrah menganut paham hukum progresif.

Dalam konteks peradilan pidana Ahok, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, kita berharap agar majelis hakim  yang mengadilinya adalah majelis hakim yang berpaham progresif.

Sebab pada hakikaynya, perkara pidana penodaan agama Islam yang dilakukan oleh Ahok ini tidak saja melanggar hukum positif (KUHP) semata, akan tetapi juga penodaan agama Islam ini secara spritualitas telah mengoyak-ngoyakkan rasa keadilan umat Islam.

Sehingga, perkara pidana Ahok ini dapat diputus dengan seadil-adilnya, maka majelis hakim-nya perlu mempertimbangkan juga aspek hukum dan keadilan berdasarkan ajaran agama Islam, seperti yang dituntut umat Islam.

Sekadar mendeskripsikan adanya sosok seorang hakim yang ideal berpaham progresif yang telah banyak menorehkan karya putusannya yang sangat brilian, sehingga patut menjadi teladan hakim-hakim di Indonesia ini. Beliau adalah almarhum Bismar Siregar.

Dari perjalan karirnya menjadi hakim, banyak sudah putusan Bismar yang dinilai sangat progresif. Dalam mengambil putusan yang diadilinya, beliau selalu mempertimbangkan norma ajaran agama yang ada di dalam kitab suci agama masing-masing.

Dengan demikian, maka putusan yang dihasilkannya pun dapat memberikan sentuhan rasa keadilan yang substantif.

Mengambil contoh sosok pribadi Bismar Siregar sebagai seorang hakim yang layak dijadikan barometer sosok pribadi hakim-hakim yang berpaham progresif di Indonesia ini, utamanya untuk sosok hakim yang nantinya diharapkan akan mengadili perkara Ahok.

[Fathullah – Pengamat Hukum CIDES dan Advokat di Jakarta]

Share