Pemko Bekasi Rencanakan Pendirian Museum KH Noer Alie, Ini Sejarah 6 Serangkai Pejuang Bekasi

TRANSINDONESIA.CO – Walikota Bekasi Rahmat Effendi, gagas pembangunan museum pahlawan nasional KH Noer Alie. Untuk mesosialisasikan pembangunan museum tersebut, Pemko Bekasi akan berkoordinasi dengan Bupati Bekasi guna bersama-sama membangun museum KH Noer Alie karena Kabupaten Bekasi merupakan satu kesatuan dari Kota Bekasi, Jawa Barat.

Rencana pembangunan museum ini diungkapkan Rahmat Effendi usai memimpin upacara Hari Pahlawan di Alun-Alun, Kamis 10 Nopember 2016.

“Kita akan koordinasikan dengan Kabupaten Bekasi untuk menentukan dimana letak museum itu nantinya. Apa dikediaman KH Noer Alie atau di Kota atau di Kabupaten. Itu yang perlu dikomunikasikan antara Pemko dengan Kabupaten Bekasi,” terang Rahmat.

Menurut Walikota, dengan dibangunnya museum KH Noer Alie dapat menjadi wadah penyimpanan benda-benda bersejarah peninggalan almarhum KH Noer Alie, juga sebagai sarana untuk mendekatkan masyarakat dengan sejarah Bekasi.

KH Noer Alie dan kawan-kawan.[Ist]
KH Noer Alie dan kawan-kawan.[Ist]
Ulama besar kharismatik, KH Noer Ali merupakan tokoh pejuang Bekasi bersama rekan-rekannya seperti Mayor Madnuin Hasibuan beserta tokoh pejuang lainnya merupakan tokoh sebelum kemerdekaan yang banyak berkorban untuk pendirian Bekasi dan mengusir agresi penjajah.

KH Noer Alie yang dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Maha Putra Adipradana oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara pada Kamis, 9 Nopember 2006.

Saat pertahanan Jakarta-Bekasi-Karawang-Cikampek porak-poranda pada 1948, pejuang kelahiran Bekasi pada 1914 itu menghimpun semua kekuatan dalam badan perjuangan alternatif yang dibentuk dan dipimpinnya: Markas Pusat Hizbullah-Sabilillah (MPHS) Jakarta Raya.

Dalam buku biografi tentang KH Noer Ali yang ditulis Ali Anwar, disebutkan bahwa KH Noer Ali lahir tahun 1914 di Kampung. Ujungmalang (sekarang menjadi Ujungharapan), Kewedanaan Bekasi, Kabupaten Meester Cornelis, Keresidenan Batavia. Ayahnya seorang petani bernama H. Anwar bin Layu, seorang petani dan ibunya bernama Hj. Maimunah binti Tarbin. Beliau wafat pada tanggal 3 Mei 1992, dalam usia 78 tahun.

Enam Serangkai

Sejarah Bekasi dimulai dari sang pelopor dibentuknya “Panitia Amanat Rakyat Bekasi” oleh enam orang tokoh berjasa pendirian Kabupaten Bekasi yakni, KH. Noer Alie, Mayor Madnuin Hasibuan, R.Supardi, Namin, Aminudin dan Marzuki Urmaini.

Dalam catatan sejarah, nama “Bekasi” memiliki arti dan nilai sejarah yang khas. Menurut Poerbatjaraka, seorang ahli bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno – Asal mula kata Bekasi, secara filosofis, berasal  dari kata Chandrabhaga. Chandra berarti “bulan” (dalam bahasa Jawa Kuno, sama  dengan kata Sasi) dan Bhaga berarti “bagian”. Jadi, secara etimologis kata  Chandrabhaga  berarti  bagian dari bulan.

Kata Chandrabhaga berubah menjadi  Bhagasasi  yang pengucapannya  sering disingkat  menjadi  Bhagasi. Kata Bhagasi ini dalam pelafalan bahasa Belanda seringkali ditulis  “Bacassie” kemudian berubah menjadi  Bekasi  hingga kini.

Bekasi dikenal sebagai “Bumi Patriot”, yakni sebuah daerah yang dijaga oleh para pembela tanah air. Mereka berjuang disini sampai titik darah penghabisan untuk mempertahankan negeri tercinta dan merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Ballada kepahlawanan tersebut tertulis dengan jelas dalam setiap bait guratan puisi heroik Pujangga Besar Chairil Anwar yang berjudul “Krawang – Bekasi”.

Dari masa ke masa Kabupaten Bekasi telah banyak terjadi perubahan yang tahun 2016 ini usianya telah 66 tahun.

Sejarah terbentuknya Kabupaten Bekasi dimulai dengan dibentuknya “Panitia Amanat Rakyat Bekasi” yang dipelopori KH. Noer Alie, Mayor Madnuin Hasibuan, R.Supardi, Namin, Aminudin dan Marzuki Urmaini, yang menentang keberadaan RIS – Pasundan dan menuntut berdirinya kembali Negara Kesatuan RI.

Selanjutnya diadakan Rapat Raksasa di Alun-alun Bekasi yang dihadiri oleh sekitar 40.000 orang rakyat Bekasi pada tanggal 17 Pebruari 1950. Menyampaikan tuntutan Rakyat Bekasi yang berbunyi :

(1) Penyerahan  kekuasaan Pemerintah Federal kepada Republik Indonesia,

(2) Pengembalian seluruh Jawa Barat kepada Negara Republik Indonesia,

(3) Tidak mengakui lagi adanya  pemerintahan di daerah Bekasi, selain Pemerintahan Republik Indonesia,

(4) Menuntut kepada Pemerintah agar nama

Kabupaten Jatinegara diganti menjadi Kabupaten Bekasi. Upaya para pemimpin Panitia Amanat Rakyat Bekasi untuk memperoleh dukungan dari berbagai pihak terus dilakukan.

Diantaranya mendekati  para pemimpin Masjumi, tokoh militer Mayor Lukas Kustaryo dan Moh. Moefreini Mukmin) di Jakarta.

Pengajuan usul dilakukan tiga kali antara bulan Pebruari sampai dengan bulan Juni 1950 hingga akhirnya setelah dibicarakan dengan DPR RIS, dan Mohammad Hatta menyetujuim penggantian nama  “Kabupaten Jatinegara”  menjadi  “Kabupaten Bekasi  “.

Persetujuan pembentukan Kabupaten Bekasi semakin kuat setelah dikeluarkannya Undang-Undang No.14 Tahun 1950. Kabupaten Bekasi secara resmi dibentuk dan ditetapkan tanggal 15 Agustus 1950 sebagai Hari Jadi Kabupaten Bekasi.

Selanjutnya pada tanggal 2 April 1960 Pusat Pemda Bekasi semula dipusatkan di Jatinegara (sekarang Markas Kodim 0505 Jayakarta, Jakarta) dipindahkan ke gedung baru Mustika Pura Kantor Pemda Bekasi yang terletak diBekasi Kaum JI. Jr. H. Juanda.[HSB/RED]

Share