Timses Anies-Uno Kuasai Strategi Pilkada [Bagian I]

TRANSINDONESIA.CO – Bagi setiap Partai Politik strategi dalam memenangkan Pemilihan Umum baik tingkat eksekutif maupun legislatif merupakan suatu hal yang harus dimiliki dan juga merupakan bagian dari grand strategi Partai Politik.

Wujud dari strategi politik suatu partai adalah merebut suara hati rakyat untuk memperoleh kemenangan dan tercapainya tujuan politik bersama. Dengan demikian, kata strategi ini tidak hanya menjadi objek permanen para jenderal atau bidang militer saja, tetapi telah meluas ke segala bidang kehidupan.

Sebab, strategi pada dasarnya merupakan seni dan ilmu yang digunakan dan dikembangkan pada kekuatan-kekuatan lainnya seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan-keamanan yang telah ditetapkan bersama untuk mencapai tujuan dan cita-citanya khususnya pada strategi politik dalam memenangkan pemilu dengan cara yang baik dan jujur.

Pasangan calon Gubernur DKI, Ahok - Djarot, Agus – Sylviana, Anies Sandiaga.[IST]
Pasangan calon Gubernur DKI, Ahok – Djarot, Agus – Sylviana, Anies Sandiaga.[IST]
Semakin banyak parpol yang berkoalisi dalam pemilu maka semakin banyak pula grand strategi parpol yang ingin dimainkan terutama dalam penyusunan struktural pemenangan kampanye pasangan calon dan juga pembagian logistic politik yang tentunya tidak sedikit.

Banyaknya parpol yang berkoalisi juga tidak dapat dipastikan meraih kemenangan pada pemilu rakyat karena faktanya kemenangan hanya ada dibilik TPS.

Berkaca pada pilkada Jakarta tahun 2012 lalu tim yang tergabung dalam pemenangan Jokowi-Ahok merupakan gabungan dari dua partai besar yakni PDI Perjuangan dan Gerindra. Pertarungan politik pada pilkada DKI saat itu sangatlah sengit sebab, selain adanya dua putaran pemilihan juga kedua partai ini (PDI Perjuangan dan Gerindra) ‘dikeroyok’ oleh partai-partai besar lainnya seperti Golkar, Demokrat, PKS dan PAN yang mendukung pasangan petahana Fauzi Bowo (Foke) dan Nahrowi Ramli (Nara).

Sedangkan unsur-unsur dari tim pemenangan yang ada dipihak Foke-Nara juga dari organisasi dan LSM yang besar seperti eksponen HMI, Bamus Betawi, KAMMI, dll. Sehingga dari adanya kekuatan parpol, organisasi dan LSM lainnya seharusnya pasangan Foke-Nara sudah dapat dipastikan menang secara maksimal.

Pada kubu pasangan Jokowi-Ahok dalam koalisi rampingnya yakni PDI Perjuangan dan Gerindra selain memasang figur yang fenomenal (Jokowi-Ahok) juga diiringi dengan kekuatan personal para petinggi parpol di DKI Jakarta seperti PDI Perjuangan dengan Boy Sadikin dan Gerindra dengan M. Taufik yang dapat dikatakan mampu manarik para pemilih potensial di DKI Jakarta dengan kekuatan mesin parpolnya yang bekerja hingga tingkat ranting (RT dan RW).

Sedangkan pada dukungan organisasi dan LSM yang mendukung pasangan Jokowi-Ahok tidaklah banyak dan besar seperti yang ada pada pasangan Foke-Nara. Akan tetapi, sejarah berbicara lain bahwa Foke-Nara harus tumbang oleh pasangan Jokowi-Ahok diputaran kedua pada pilkada 2012 lalu, hal demikian juga membuat tercengang setiap lembaga survei yang sebelumnya banyak memberitakan kemenangan Foke-Nara dengan elektebilitas yang tinggi dari pasangan Jokowi-Ahok.[Adang Taufik Hidayat – Pengamat Politik Fakta Institut]

Share