Permen No.8/2016, Menkum HAM Dinilai Langkahi Presiden
TRANSINDONESIA.CO – Kuasa hukum PT Inter Sport Marketing (ISM)/PT Nonbar, Wilmar Rizal Sitorus, SH, MH menyayangkan Menteri Hukum dan HAM mengeluarkan Permen No. 8 tahun 2016 tentang pencatatan dan tatacara pembayaran royalti, yang bersifat surut, dimana saat ini sedang ramai gugatan PT Nonbar terhadap puluhan hotel di Yogjakarta, Semarang, Bali dan Lombok.
Permen tersebut dikhawatirkan dapat mempengaruhi proses peradilan yang tengah berlangsung karena diduga terlahir berdasarkan masukan dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), kepada Menteri Hukum dan HAM melalui Dirjen Haki.
Semestinya, terlebih dahulu harus dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan dari UU sebelum dikeluarkan Peraturan Menteri. “Ada wewenang Prediden Jokowi yang dilangkahi,” kata Wilmar Rizal Sitorus, Kamis (1/9), yang mengaku akan membuat surat kepada Presiden untuk mempertanyakan masalah tersebut.
“Buktinya sudah ada. Gugatan kami dikabulkan dan pihak tergugat harus bayar Rp2,5 miliar. Saya sudah pegang putusannya, Tapi surat putusan kemudian hanya Rp 100 juta. Ini tidak logika karena untuk mendaftar gugatan saja harus bayar resmi Rp 280 juta,” katanya.
Nah, bukti dari masukan PHRI adalah surat jawaban Menteri Yasona Laoly tertanggal 18 Juli 2016 ditujukan kepada Ketua Umum PHRI. Surat Ketua PHRI tersebut hanya memerlukan waktu selama tiga hari, untuk mendapat jawaban Menteri Yasona, kemudian dibawa ke persidangan Pengadilan Niaga di Surabaya, dimana PT Nonbar tengah menggugat sejumlah hotel di Bali. Sidang dilakukan di Surabaya karena di Bali belum ada Pengadilan Niaga.
Surat Laoly menyebut PT ISM pernah mengajukan pencatatan pada Dirjen Haki atas lisensi hak siar piala dunia 2014 di Brazil. Tetapi belum dapat dilaksanakan mengingat PP yang mengatur pencatatan belum ada, sehingga tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga.
“Terang saja saya minta kepada majelis Hakim untuk menghadirkan Menkum Ham Yasona Laoly. Apalagi pihak PHRI pada proses persidangan ini bukan pihak,” kata Wilmar.
Seperti diketahui, PT Nonbar selaku anak perusahaan PT ISM ditunjuk melaksanakan kegiatan mulai dari sosialisasi, memasarkan, mengawasi, dan sebagainya siaran piala Dunia 2014. Karena PT ISM bukan broadcas, lalu berbagi dengan ANTV dan TV One, melalui instrument hukum sub lisensi, yang dibenarkan oleh UU.
Setelah perhelatan world cup selesai, PT Nonbar menginventarisir hotel, vila, kafe atau tempat-tempat usaha yang tertangkap menayangkan world cup tanpa izin dari PT ISM/Nonbar. Kemudian PT Nonbar melayangkan surat somasi atau teguran kepada yang tertangkap melanggar agar bersedia berdialog dengan PT Nonbar.
Beberapa hotel, kafé, dan tempat komersil yang disomasi sepakat untuk memilih jalan damai sebelum PT Nonbar melapor ke polisi atau menggugat secara perdata via peradilan tata niaga.
Setelah PT Nonbar melapor ke polisi antara lain ke Polda Bali, masih ada beberapa terlapor yang meminta berdamai dengan membayar konvensasi atas kerugian yang dialami PT ISM yang mendapatkan lisensi dengan membayar kepada FIFA setara Rp 700 miliar.
Pada awal laporan polisi, PT Nonbar atas dugaan tindak pidana HAKI sesuai UU No. 19/2002 namun setelah UU berubah menjadi UU 28/2014 dimana pelanggaran ini menjadi delik aduan maka pelaporan langsung dilakukan oleh Direksi PT ISM sesuai petunjuk penyidik.
Di Polda Bali, laporan di SP-3 karena penyidik melakukan pertemuan dengan Dirkrimsus dan menyatakan PP belum ada, jadi kalau disiarkan hotel tak salah. “Inilah yang dipegang pihak PHRI,” kata Wilmar.
Padahal, sudah ada keterangan saksi ahli yang menyatakan pendaftaran lisensi sah dan menayangkan tanpa izin merupakan pelanggaran. Itulah yang dipedomani di Yogjakarta. Pada 2015 kemarin ada putusan yang krusial, tiga putusan perdata menang, dan pidana satu dipenjara. “Itulah makanya PHRI menyurati Menkum HAM,” tandas Wilmar.
Sementara itu anggota Komisi III DPR RI Wihadi Wiyanto yang diminta komentarnya soal turunan UU menyebut, dalam kasus ini harus diselesaikan secara baik. Jika pemegang lisensi sudah melakukan pendaftaran, tak terpengaruh lagi oleh PP atau Permen yang baru dikeluarkan. “Inikan siaran sepak bola bersifat exhibition, bukan red performance seperti hak cipta musik,” katanya.
Audit Investigasi
Sementara itu, PT Nonbar juga kembali mengadukan soal tindakan kesewenangan penyidik Polda Bali ke Kapolri. Dalam surat ke dua tertanggal 1 Agustus 2016, Wilmar Rizal Sitorus menyebut PT ISM/Nonbar (Imansyah Budianto) telah dua kali berturut-turut pemegang lisensi Rights FIFA World Cup, di wilayah Indonesia. Bila sesuai rencana, termasuk tahun 2018.
Untuk mendapatkan lisensi tersebut PT ISM wajib melaporkan kepada FIFA soal situasi, keadaan dan kendala, utamanya pelanggaran Hak Cipta serta penanganannya. Masalahnya, Dirkrimsus Polda Bali Kombes Pol Suryambodo menerbitkan surat perintah penyidikan pada 7 Juli 2014 atas perkara yang yang dilaporkan Agustus 2014. Namun pada Nopember 2015, penyidikannya dihentikan oleh Kombes Triyono Basuki.
Sedangkan perkara yang sama di Polda Yogyakarta sudah disidangkan di PN Sleman, terdakwa divonis bersalah melanggar Hak Cipta. “Kami minta Kapolri melakukan audit investigasi atas penghentian perkara yang kami laporkan,”ujar Wilmar Rizal Sitorus.[Met]