Reikarnasi Terorisme Zaman Jahiliyah Tak Boleh Tumbuh di Muka Bumi

TRANSINDONESIA.CO – Aksi heroik yang membunuh siap saja oleh Terorisme tidak henti-hentinya terus meneror dan mengahntui masyarakat.

Didalam Gereja Katolik Stasi Santo Yosep di Jalan Dr Mansur Nomor 75, Medan, Sumatera Utara, pada Minggu 28 Agustus 2016, pun pelaku teror mengejar sang Pastor.

Kekejaman terorisme, mengingatkan kami pada zaman sebelum Islam lahir yakni zaman Jahiliyah, zaman yang tidak berperikemanusiaan.

“Bom Medan” dilakukan oleh seorang pria muda dengan membawa bom rakitan, menyerang seorang Pastor.

Maksum Zubbir
Maksum Zubbir

Berdasarkan e-KTP, pelaku bernama Ivan Armadi Hasugian, tercatat lahir di Medan, 22 Oktober 1998, beralamat di Jalan Setiabudi Gang Sehati Nomor 26, RT/RW 000/000, Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang, belum menikah dan berstatus pelajar /mahasiswa, berumur 18 tahun, nekad melancarkan aksi terornya saat kebaktian Minggu pagi itu.

Ingat terorisme, ingat zaman Jahiliyah, zaman sebelum kemunculan Islam, terjadi kejahatan, kekacauan dan radikalisme merajalela dimana-mana. Pada masa Jahiliyah, yang kuat menindas yang lemah, wanita dianggap sebagai pemuas hawa nafsu bagi laki-laki.

Zaman Jahiliyah tidak berlaku aturan, moralitas telah jatuh di titik paling rendah. Pengrusakan, perang antar suku, penganiayaan, kedzaliman, anarkisme, dan hal-hal buruk lainnya terjadi di zaman itu.

Kejahatan-kejahatan tidak hanya marak dilakukan orang Arab pada zaman saat itu, melainkan juga dilakukan di sebagian besar peradaban dunia pada masa itu. Tidak ada yang menghargai hak-hak asasi manusia. Orang kaya menindas yang miskin, dan mereka menciptakan aturan apapun yang mereka inginkan.

Zaman Jahiliyah tidak ada moralitas yang ideal atau aturan dalam masyarakat. Korupsi, kepercayaan pada takhayul, kebebasan yang tak terkendali, dan pemuasan terhadap kenikmatan duniawi menjadi hal yang umum pada masyarakat saat itu.

Para lelaki di masa itupun mempunyai banyak istri dan tidak dibatasi jumlah istri yang dapat mereka miliki. Demikian pula sebaliknya, para wanita di zaman itu boleh memiliki suami sebanyak yang mereka inginkan.

Perzinahan adalah hal yang umum terjadi, anak tiri dapat menikahi ibu tiri mereka dan bahkan kadang-kadang seorang saudara kandung menikahi saudari kandung mereka sendiri. Pria dan wanita bebas melakukan apapun menuruti hasrat semaunya.

Posisi wanita sangat direndahkan dalam masyarakat, mereka diperlakukan sebagai barang yang hina dan sebagai alat pemuas nafsu belaka. Kelahiran seorang anak perempuan dianggap sebagai kutukan yang besar.

Mempunyai anak perempuan merupakan hal yang memalukan di zaman itu, dan mempunyai anak laki-laki adalah sebuah kebanggaan. Karenanya, tidak jarang orang-orang di masa itu membunuh bayi-bayi perempuan mereka.

Sebaliknya, mereka sangat berbangga hati apabila yang lahir adalah bayi laki-laki. Wanita di zaman itu tidak memiliki hak waris dari suami atau ayah kandung mereka.

Perbudakan berlaku di masyarakat Jahiliyah, dalam bentuk yang paling buruk, banyak sekali budak-budak kulit hitam yang diperdagangkan di pasar-pasar.

Budak-budak ini diperlakukan layaknya seekor binatang. Mereka seringkali dicambuk, dipukul, disayat dengan pedang, dan disiksa dalam bentuk-bentuk lainnya. Seorang tuan bahkan boleh menyiksa budaknya sampai mati.

Salah Arah

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepada kamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar dan dianiaya maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” (QS An-Nisa’ [4]: 29-30)

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebina-saan…” (QS. al-Baqarah [2]: 195)

Bom bunuh diri tidak dibenarkan oleh agama, namun ada yang diperbolehkan bila ‘Amaliyah al-Istisyhad. Banyak dari para pelaku teroris adalah orang yang bersedia untuk membunuh dirinya untuk kepentingan pribadinya sendiri, sementara pelaku ‘amaliyah al-istisyhad mempersembahkan dirinya sebagai korban demi agama dan umatnya. Orang yang bunuh diri adalah orang yang pesimis atas dirinya dan atas ketentuan Allah SWT, sedangkan pelaku‘amaliyah al-Istisyhad adalah manusia yang seluruh cita-citanya tertuju untuk mencari rahmat dan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bom bunuh diri hukumnya haram karena merupakan salah satu bentuk tindakan keputusasaan (al-ya’su) dan mencelakakan diri sendiri (ihlak an-nafs), baik dilakukan di daerah damai (dar al-shulh/dar al-salam /dar al-da’wah) maupun di daerah perang (dar al-harb) Amaliyah al-Istisyhad (tindakan mencari kesyahidan) dibolehkan karena merupakan bagian dari jihad bin-nafsi yang dilakukan di daerah perang (dar al-harb) atau dalam keadaan perang dengan tujuan untuk menimbulkan rasa takut (irhab) dan kerugian yang lebih besar di pihak musuh Islam, termasuk melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan terbunuhnya diri sendiri. Amaliyah al-Istisyhad berbeda dengan bunuh diri.

Dalam Al-Qur’an dan kaidah fikih disebutkan:

  1. Islam mengizinkan berperang karena pihak musuh telah memerangi orang Islam atau menganiaya orang Islam atau telah mengusir orang Islam dari kampung halamannya tanpa alasan yang benar. (QS. Al-Hajj [22]: 39 – 40).
  2. Islam mengharamkan bunuh diri dengan cara apa pun dan dengan alasan apa pun. Tidak ada balasan kelak di akhirat kecuali neraka. (QS. An-Nisa [4] : 29 – 30)
  3. Islam mengharamkan menghabisi nyawa seseorang. Dalam keadaan terpaksa boleh membunuh seseorang apabila ia telah membunuh orang lain atau telah membuat kerusakan di muka bumi yang membahayakan umat manusia. (QS. Al-Baqarah [2]:
  4. Tindakan terpaksa atau darurat yang bersifat khusus harus dihindari apabila tindakan tersebut akan membawa dampak yang bersifat umum (lebih luas). (Qaidah Fiqhiyah).

Penulis [Maksum Zubbir – Ketua Rumah Kamnas Indonesia]

Share