Hernando de Soto dan Sejuta Rumah (3): Kapitalisasi Aset Komunitas
TRANSINDONESIA.CO – Kembali ke Hernando de Soto yang menitikbertakan perlunya membawa masuk asset diam ke dalam sistem pencatatan tanah dan memasuki sistem pembiayaan.
Dalam konteks perumahan rakyat, aset tanah itu menjadi bagian partisipasi untuk pelembagaan pembangunan perumahan rakyat berbasis komunitas.
Tergoda de Soto, saya menghayalkan betapa semakin melemahnya kelompok MBR mengakses rumah tanpa adanya intervensi sistemik pemerintah dan minusnya pelebagaan partisipasi komunitas. Tanpa itu, bisa jadi kaum MBR tak berkesempatan menikmati rumah yang berada di pasar rumah formal. Termasuk hilangnya peluang atas segala manfaat serta potensi keuntungan ekonomis di dalamnya, sebab rumah adalah daya ungkit kesejahteraan warga.
Warga yang hanya mendiamkan kapital miliknya, semisal tanah, mereka hanya menggenggam kapital yang mati, yang tak terkonversi nilainya menjadi pendapatan ekonomis.
Kapital yang dimiliki MBR, misalnya sebidang tanah, bisa dimanfaatkan dengan membuka keran partisipasi, menggiatkan nilai guna atau share values dari warga masyarakat. Mafhum, faktor terpenting membangun rumah adalah tanah. Tersebab itu, warga masyarakat pemilik aset tanah bisa menyumbang aset itu sebagai nilai guna atau dikapitalisasi sebagai saham pelaku pembangunan.
Jika dilakukan secara kolektif, kawasan permukiman kumuh atau lahan tanah milik warga masyakat bisa dioptimalkan dan diarahkan menjadi bagian pelaku pembangunan.
Menjadi Co-Developer
Partisipasi yang merupakan shared values MBR itu bisa datang dari para pemilik tanah yang MBR formal maupun informal, komunitas pembeli atau calon konsumen non fixed income sehingga memiliki potensi dan daya beli/daya cicil.
Tersebab itu, partisipasi pemilik kapital yang masih menjadi pasif dan misteri dikembangkan lewat mekanisme tertentu. Caranya, menggerakkan spirit partisipasi bukan hanya sebagai semangat gotong royong yang tersembungi dan idle, namun dengan modal asas kerjasama dan asas kemitraan (dalam UU No. 1 Tahun 2011), digerakkan dan diinstrumentasi serta dikapitalisasi dan institusionalisasi.
Jadi misinya mengerakkan kapital mati menjadi efektif dengan membesarkan gerak arus partisipasi dari hanya pengakuan kepada pelembagaan, dari akseptasi ke institusionalisasi.
Hemat penulis, pelembagaan ini mulai dari pengakuan (accepting), penormaan (legal forming), kapitalisasi (capitalizing), instrumentisasi, institusionalisasi, pemberdayaan, partisipasi lanjutan (repartisipating).
Berdasarkan ulasan di atas secara juridis konstitusional terdapat landasan kuat melakukan inovasi dan terobosan pembiayaan bagi perumahan rakyat. Termasuk dengan membuat regulasi yang inovatif mendukung itu, antara lain dengan membawa masyarakat pemilik “kapital mati” ke dalam sistem pembiayaan dan mengintegrasikannya dengan system pengadaan perumahan rakyat.
Terlebih penting memberdayakan kapital mati dengan pelembagaan aset komunitas yang dikelola berbasis komunitas.
Oleh karena itu, selain menyediakan pembiayaan untuk perumahan rakyat, mutlak diperlukan penyediaan tanah salah satunya berasal dari lahan tanah milik warga dan komunitas yang mati atau dipaksa abai. Cara ini bisa menjadi alternatif pembangunan perumahan yang berbasis komunitas.
Walaupun secara normatif UUPA tidak ekplisit menerakan penyediaan tanah untuk perumahan rakyat, namun dengan ketentuan UU Nomor 1 Tahun 2011 dapat mengisi landasan hukum penyediaan tanah bagi perumahan rakyat.
Termasuk sebagai landasan membentuk lembaga publik bank tanah yang terintegrasi dengan kebijakan perumahan rakyat, yang sekaligus mengatasi kelangkaan tanah dan kapitalisasi tanah yang tidak rasional.
Tak usah menunggu formalisasi bank tanah, stok lahan yang tersimpan dan masih terdiam dalam genggaman warga dan komunitas, dengan jurus partisipasi dapat digerakkan, diinstrumentasi, dikapitalisasi dan diinstitusionalisasi sebagai Co-Developer berbasis asset komunitas. Membawanya masuk ke dalam inti sistem penyediaan perumahan rakyat. Dengan melembagakan sistem partisipasi.
Oleh: Muhammad Joni [Ketua Masyakat Konstitusi Indonesia, Sekum Housing and Urban Development Institute, Managing Partner Law Office Joni&Tanamas]