Potret Kelam Pendidikan
TRANSINDONESIA.CO – Hari Pendidikan Nasional yang selalu diperingati pada 2 Mei merupakan hari bersejarah, sebab disaat itulah lahirnya kemerdekaan dalam mengenyam pendidikan bagi anak bangsa.
70 tahun sudah bangsa ini merdeka, namun nilai-nilai kemerdekaan masih jauh dari apa yang telah menjadi cita-cita luhur para pendahulu kita.
Merenung wajah pendidikan bangsa ini, yang semakin hari semakin memperihatiinkan, apa yang kita lihat pada hari ini? Tak banyak yang berubah, dari tahun ke tahun, potret pendidikan di negeri ini seolah tak menunjukkan kemajuan yang berar.
Tahun demi tahun terus berganti, namun fakta ‘miris’ masih saja banyak ditemui. Bahkan, tak perlu jauh-jauh hingga ke luar Jawa. Lihat saja, kesebagian anak-anak sekolah pergi menuntut ilmu dengan akses pendidikan yang relaif mudah, disebagian yang lain kita masih menemukan sebuah “perjuangan” lain demi mengenyam pendidikan.
Melintasi jembatan darurat, menyeberangi derasnya arus sungai, naik turun bukit atau berjalan ditengah-tengah lumpur yang menjijikkan, menjadi sebuah pemandangan “miris” yang terjadi di negeri ini. Sebuah perjuangan anak negeri atas nama niat besar dan luhur demi cita-cita dan mimpi-mimpi besar mereka
Hal memprihatinkan juga bisa kita temui ketika banyak liputan di media massa yang menyuguhkan fakta sebagian anak-anak Indonesia masih harus belajar di sekolah yang kurang atau bahkan tidak layak. Banyak sekolah yang rusak dan nyaris roboh masih menjadi tempat belajar para siswa.
Di Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, misalnya masih banyak kita dapat sekolah-sekolah yang tidak layak dijadikan sebagai rumah untuk menempah dan mendidik anak bangsa.
Salah satu contoh, di Sekolah Dasar (SD) di Dusun Sei Juragan, Desa Sei Sentang, Kecamatan Kualuh Hilir, kondisinya sangat jauh dari kata layak. Yang sangat memprihatinkan bahwa ini fakta yang tidak hanya terjadi di Labuhanbatu Utara saja, bahkan hampir diseluruh sudut negeri.
Semua harus menjadi catatan tersendiri dalam dunia pendidikan kita. Sisi gelap pendidikan kita, bukan sebatas pada sarana prasarana pendidikan dan akses menuju pendidikan saja. Dalam hal sistem pendidikan pun juga selalu menjadi sorotan banyak kalangan, kurikulum, kualitas pendidik dan mutu pendidikan.
Masih segar dalam ingatan kita, tentang kejadian yang sangat mencoreng wajah pendidikan beberapa waktu lalau, seorang oknum PNS yang berprofesi sebagai guru di SDN No. 115479 Desa Aek Tapa, Kecamatan Marbau, Labuhanbatu Utara, melakuakan pencabulan terhadap 15 muridnya.
Ironisnya, ketika kita mendengar hal seperti ini, sangat mustahil pendidikan kita bisa melahirkan generasi yang bermoral baik jika saja para pendidiknya bermoral bejat dan kotor.
Mahalnya biaya pendidikan menambah catatan hitam pendidikan, membuat rakyat miskin semakin terpinggirkan.
Meskipun saat ini bantuan pendidikan bagi rakyat miskin dari pemerintah mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, namun tetap saja belum berarti besar bagi dunia pendidikan. Terlebih lagi ketika tuntutan hidup semakin mendesak mereka untuk lebih memilih mencari sesuap nasi dari pada bersekolah.
Selain itu, potret lain juga dapat menunjukkan tentang kesejahteraan sebagian tenaga pendidikan di Indonesia. Masih banyak guru-guru di Indonesia yang masih mendapatkan gaji minim dan jauh dibawah standar kebutuhan hidup layak.
Dengan segala kebesaran hati, mereka masih berkenan memikul tugas mulia mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberantas kebodohan. Meskipun tidak memungkiri realitas bahwa mereka juga membutuhkan gaji yang layak agar juga bisa hidup dengan sejahtera.
Ini hanyalah sekelumit potret buramnya pendidikan kita, dan masih banyak sisi-sisi gelap lainnya yang belum terungkap.
Tentu kita semua berharap, semoga dengan seiring bergulirnya waktu pendidikan kita semakin mengalami kemajuan hingga cita-cita luhur “mencerdaskan kehidupan bangsa” bisa benar-benar terwujud di negeri yang kita cintai ini.
Ahmad Syafii Tambusai [Ketum Garda Bangsa Labuhanbatu Utara]