TAJUK: Reklamasi Jakarta Pengaruhi Gerak Hidro Tangerang dan Bekasi
“… Tanah airku aman dan makmur
Pulau kelapa yang amat subur
Pulau melati pujaan bangsa
Sejak dulu kala
Reff: Melambai lambai
Nyiur di pantai
Berbisik bisik
Raja Kelana …”
TRANSINDONESIA.CO – Betapa indahnya syair bait-bait lagu Rayuan Pulau Kelapa yang di tulis oleh Ismail Marzuki. Kalau kita menilik kembali rencana Pemda DKI Jakarta untuk melakukan Reklamasi Pantai Teluk Jakarta sangat menyesakkan dada dan menyakiti hati bagi rakyat terutama yang tergusur dari di pesisir pantai tersebut.
Dimama sehari-harinya rakyat itu hanya bertahan untuk mencari penghasilan sebagai nelayan dan pedagang ikan yang tidak melebihi sekedar buat makan dan mesekolahkan anak-anaknya.
Akhir pekan lalu, kita kembali tersentak akan kejadian banjir yang cukup besar di wilayah Bekasi, Jawa Barat, air yang tingginya hingga mencapai atap rumah dan menenggelamkan mobil serta sepeda motor menyentakkan banyak orang dan kalangan pejabat baik di daerah maupun pusat.
Terlihat dengan sigap para aparatur negara TNI/POLRI bersama BNPB serta masyarakat membantu menyelamatkan penduduk yang terkepung banjir.
Bagi penduduk ditempat terkena musibah banjir itu, sebelumnya merasa tidak mungkin terjadi air setinggi itu karena intensitas hujan dilokasi tersebut tidak begitu besar.
Menurut informasi, air tersebut adalah kiriman dari hulu Sungai Cikeas. Air mengalir ketempat yang rendah, itu pasti kecuali ada gerak “peristaltik.
Dari Wikipedia Indonesia, gerak peristaltik adalah gerakan yang terjadi pada otot-otot pada saluran pencernaan yang menimbulkan gerakan semacam gelombang sehingga menimbulkan efek menyedot/menelan makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan.
Hal ini menjelaskan mengapa air yang kita minum tidak tumpah keluar kembali walaupun kita minum sambil menjungkir balikan tubuh sekalipun.
Penimbunan Teluk Jakarta jadi tanah timbul 17 pulau buatan, kemana air mengalir? Mari kita simak bait lagu Bengawan Solo, ditulis pada 1940 oleh Gesang Martohartono:
“… Mata airmu dari Solo
Terkurung gunung seribu
Air mengalir sampai jauh
Akhirnya ke laut
Itu perahu
Rihwayatmu dulu
Kalau pendatang s’lalu naik itu perahu …”
Oleh: Syafruddin