Peradaban di Rimba Netizen
TRANSINDONESIA.CO – Hidup bersama atau berkelompok potensi konflik yang kontra produktif menjadi momok. Untuk menghindari adanya hukum rimba, pola balas membalas semaunya, dan melindungi harkat martabat manusia yang produktif diperlukan aturan, norma, etika, moral hingga hukum sebagai refleksi peradaban.
Demikian juga bagi pembangunan peradaban dalam netizen. Aturan-aturan bagi netizen saat ini masih sangat minim. Netizen masih bagaikan rimba yang bisa melakukan apa yang disukai maupun mengungkapkan kekesalan hati atas sesuatu yang tidak disukainya.
Aturan bagi netizen memang sudah ada dan sudah ada beberapa yang dihukum atas ulahnya. Kebebasan melakukan berbagi kegiatan dalm dunia virtual bisa menjadi penguat sekaligus menjadi perusak.
Sistem edukasi, bisnis sampai bulian-bulian liar, tidak terkendali dapat dilontarkan didalamnya. Siapa saja dan apa saja bisa disharingkan dan dikomentarinya.
Bisnis, pelayanan-pelayanan publik, hingga tebaran kebencian carut marut saling tumpang tindih.
Saat ini kita memulai memikirkan cara mengatasi kemacetan lalu lintas netizen yang bisa berdampak kontra produktif.
Aturan-aturan, sistem pengawasan, pengendalian dan penindakan bagi netizen harus sudah dirintis dari sekarang, sebelum nasi menjdi bubur.
Perubahan begitu cepat, dan tatkala para punggawa negara santai-santai dan tenang-tenang saja maka akan tiba saatnya kekejaman rimba netizen memporak-porandakan anak cucu dan generasi mendatang.[CDL-29032016]
Penulis: Chryshnanda Dwilaksana