Kapal Dibajak, 10 WNI Di Sandera Filipina
TRANSINDONESIA.CO – Dua kapal Indonesia, yakni kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12, telah dibajak kelompok yang mengaku Abu Sayyaf di Filipina. Kedua kapal itu membawa 7.000 ton batubara dan 10 awak kapal berkewarganegaraan Indonesia.
“Saat dibajak, kedua kapal dalam perjalanan dari Sungai Puting, Kalimantan Selatan, menuju Batangas, Filipina Selatan,” ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, lewat pernyataan tertulisnya, Selasa (29/3/2016).
Kepada BBC Indonesia, Selasa (29/3/2016), Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, Kolonel Laut Edi Sucipto, mengungkapkan pembajakan terjadi “di perairan Tawi-tawi” di Filipina Selatan.
Menurut Edi, sebelumnya “tidak pernah ada kejadian (pembajakan) kapal Indonesia di kawasan tersebut”.
Soal kapan kapal itu dibajak, pemerintah mengaku tidak mengetahui persis. Yang jelas, kapal memulai pelayaran pada 15 Maret dan baru diketahui dibajak beberapa hari lalu.
“Pihak pemilik kapal baru mengetahui terjadi pembajakan pada 26 Maret, pada saat menerima telepon dari seseorang yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf,” tutur Arrmanatha.
Abu Sayyaf adalah kelompok separatis yang terdiri dari milisi Islam garis keras yang berbasis di sekitar kepulauan selatan Filipina, antara lain Jolo, Basilan dan Mindanao.
Awak kapal disandera
Kementerian Luar Negeri RI menegaskan Kapal Brahma 12 telah dilepaskan dan saat ini berada di tangan otoritas Filipina.
Namun, kapal Anand 12 dan 10 awak kapal masih berada di tangan pembajak. “Belum diketahui persis di mana posisi mereka,” kata Arrmanatha.
Arrmanatha mengungkapkan “dalam dua kali telepon antara pembajak-penyandera sejak tanggal 26 Maret, mereka meminta tuntutan sejumlah uang tebusan”.
Kemenlu belum mau mengonfirmasi berapa jumlah uang tebusan yang diminta, tetapi berdasarkan laporan yang beredar, Abu Sayyaf meminta tebusan 50 juta peso atau setara Rp14,2 miliar, dengan tenggat pada 31 Maret mendatang.
“Menlu terus berkomunikasi dengan berbagai pihak terkait di Indonesia dan Filipina,” tutur Arrmanatha.
Sementara itu, TNI Angkatan Laut mengaku siap mengerahkan pasukan “kalau ada permintaan untuk membantu menyelesaikan masalah itu”.
Menurut Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, Kolonel Laut Edi Sucipto, selalu ada patroli wilayah penegakan kedaulatan di perairan Indonesia yang berbatasan dengan Filipina.
Patroli tersebut, menurutnya, melibatkan empat kapal perang, yakni KRI Surabaya, KRI Ajak, KRI Ami dan KRI Mandau. “Selain itu juga ada dua tim komando pasukan katak (Kopaska),” tandas Eko.[Fen]