Kritisi UU Tapera: Tak Masuk Organ Tapera, Pemilik Dana Tidak Berdaulat [Selesai]

TRANSINDONESIA.CO – Dengan dalih gotong royong menghimpun dana murah mendukung program perumahan rakyat, mengesahkan Undang-undang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera), 23 Februari 2016 lalu.  Hanya sehari sejak disahkan, kritik bertubi-tubi menghantam UU Tapera.

Apa titik rawan UU Tapera? Menurut Muhammad Joni, Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI), organ kelembagaan UU Tapera tidak mewakili pemilik dana. Pekerja dan pemberi kerja sebagai pemilik dana tidak berdaulat. Hal itu merugikan hak konstitusional pemilik dana.

Ada apa  pembuat UU Tepera yang berasas nirlaba  malah melegalisasi  Manajer Investasi yang komersial? Apa gunanya Badan Pengelola Tapera?

Ilustrasi
Ilustrasi

Berikut wawancana TransIndonesia.co dengan Muhammad Joni,  Ketua MKI dan Sekretaris Umum Housing and Urban Development (HUD) Institute.

Trans Indonesia (TI): Kalau prinsip gotong royong, apa  kontribusi Pemerintah?

Muhamamd Joni: Biaya untuk operasional pengelola harus dibebankan kepada negara dalam hal ini APBN, termasuk gaji dan fasilitas penyelenggara. Ini yang harus menjadi beban APBN sebagai kontribusi Pemerintah.

Sebab, pengelolaan dana Tapera peran Pemerintah kurang adil, karena  berbeda dengan BPJS Kesehatan misalnya, Pemerintah turut membayar iuran dengan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Mestinya Pemerimtah ikut gotong royong dengan membiayai operasional BP Tapera.

TI: Itu maknanya gotong royong?

Muhammad Joni: Hemat saya, tidak adil jika Pemerintah tidak berpartisipasi atau tidak bergotong royong padahal semangat UU Tapera adalah gotong royong. Karena itu jangan BP Tapera coba-coba membuat regulasi sendiri yang bisa mengambil biaya operasional dari dana pemupukan.

Tidak adil jika biaya operasional diambil dari pengerahan dan pemupukan dana Tapera. Jika demikian itu  berbahaya karena dengan mudah BP Tapera membuat regulasi yang membiayai diri sendiri.

Apalagi, usur pemilik dana tidak  masuk dalam organ BP Tapera maupun Komite Tapera.

TI: Lembaga mana yang aman bagi penempatan dana perumahan rakyat?

Muhammad Joni: Aman atau tidaknya  penempatan dana ditentukan instrumen apa yg dipakai. Prinsipnya kehati-hatian. Namun selaian hati-hati, ada syarat lain, yakni  Pasal 143 UU No. 1 Tahun 2011  yang mengatur pemanfaatan dana tidak boleh selain untuk perumahan rakyat.

Bahkan, jika dilanggar ada sanksi pidananya dalam Pasal 160 UU No. 1 Tahun 2011.  Harus jelas bahwa pemanfaat dana Tapera telah lulus dan confirmed  dengan fungsi itu.

TI: Mekanismenya?

Muhamamd Joni: Perlu dirancang  semacam kewajiban memproleh Opini Hukum memastikan tepat fungsi penggunàn instrumen Tapera. Seperti  misalnya “fatwa syar’i” untuk instrumen  perbankan syariah atau “label halal” untuk produk halal atau halal food.

Untuk maksud itu harus dibangun sistem, prosedur, instrumen yang bisa memastikan lulus fungsi instrumen dan produk yang dipakai untuk pemupukan dana Tapera.

Gunanya, untuk menjawab pertanyaan hukum  apakah instrumen maupun jenis penempatan itu sesuai UU No. 1 Tahun 2011? Apakah complience  dengan kepentingan peserta  memperoleh rumah?

Disinilah urgensinya mengapa unsur pemilik dana wajib ada dalam Badan Pengelola  an Komite Tapera.  Jika tidak maka pemilik dana diabaikan oleh UU Tapera dan tidak berdaulat pada dananya sendiri.

TI: Anda yakin?

Muhammad Joni: Karena UU Tapera  abaikan unsur pemilik dana, maka saya ragu  BP  Tapera pro pemilik dana amanat itu. Karena itu, jalan lain ya harus dibuat mekanisme dan indikator yang jelas dan pasti agar BP Tapera bekerja hanya demi perumahan rakyat untuk MBR.

Hadirnya UU Tapera harus jadi momentum membangun sistem pembiayaan perumahan rakyat itu sebagaimana perintah UU No. 1 Tahun 2011.  Jadi bukan hanya membuat tabungan perumahan rakyat.

TI:  Apa titik rawan hukum pengelolaan dana Tapera?

Muhammad Joni:  Jika tidak diawasi dengan ketat, dan tidak memperhatikan kepentingan pemilik dana, apalagi dengan mengelola dana besar, hemat saya  Tanpa organ Dewan Pengawas dan sistem pengawasan,  hemat saya lembaga apapun sangat rentan penyalahgunaan keuangan  dan moral hazard.

Lagi pula BP Tapera sangat powerfull  sebagai pengelola yang melakukan 3 (tiga ) fungsi yakni pengerahan, pemupukan, dan pemanfaatan. Tak hanya itu BP Tapera sekaligus melakoni fungai mengatur sebagai regulator dan pengawasan yang bertumpuk dalam satu badan.

Ini aneh dan tidak ada modelling nya. Semua dana amanat itu ada Dewan Pengawas, lihat saja UU BPJS, UU Dana Pensiun, UU BUMN, UU PT, UU Pengelolan Keuangan Haji,  dan lainnya. Tiori ilmu hukum tentang badan hukum konsisten memisahkan organ pelaksanan  dengan organ pengawas.

Perkumpulan sosial ataupun olahraga saja ada badan pengawasnya. Logika hukum apa yang dipakai  Dana Tapera tanpa lembaga pengawas?  Ini titik kerawanannya.

TI: Bukankah ada OJK?

Muhammad Joni: Disinilah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga independen wajib mengawasi kegiatan  Badan Pengelola Tapera, karena melakukan kegiatan jasa keuangan.

Sebab itu,  ajaib dan tidak ada modelling-nya memasukkan unsur OJK dalam Komite Tapera. Itu jeruk makan jeruk. Itu delegitimasi fungsi dan independensi OJK.

Itu langkah mundur karena mirip pola Dewan Moneter era orde baru sebelum Bank Indonesia (BI) menjadi lembaga independen. Padahal OJK mengambil alih sebagian fungsi BI utk pengawasan micro prudential. Saya imbau legowo OJK mundur dari unsur Komite Tapera.

TI:  UU Tapera bisa diajukan gugatan judicial review ke MK?

Muhammad Joni:  Banyak kelemahan UU Tapera. Itu sudah diingatkan Housing and Urban Development (HUD) Institute melalui suratnya kepada Menteri Pekerjaan Umuj dan Perumahan rakyat  dan Pansus DPR.

HUD sendiri mendukung UU Tapera, karena pembiayaan inovatif merupakan salah satu unsur  5 (lima) Komponen Dasar Hak Bermukim (5 KDHB), bersamaan 4 komponen lain: kepastian tata ruang, penyediaan tanah, infrastrukur dasar, dan teknik, teknologi & bahan bangunan strategis.

Namun HUD Institute mengeritik organ kelembagaan dan mandat fungsi kelembagaannya yang tidak valid dan tidak adil bagi pemilik dana. Itu merugikan hak konstitusional mereka. Tersebab itu, banyak pasal dalam UU Tapera yang bisa diuji materil ke MK terutama soal organ kelembagaan dan mandat fungsi organ Dana Tapera.

Hemat saya, ikhwal organ kelembagaan dan mandat fungsinya, kualitas UU Tapera buruk dan sulit efektif dengan  organ yang sedemikian.

Saya kuatir UU Tapera menjadi UU yang gagal  karena aspek kelembagaan atau struktur hukum (legal structure) yang merugikan hak konstitusional pemilik dana yakni hak perlindungan atas harta benda yang dijamin Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 dan hak konstitusional atas milik pribadi yang dijamin Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.[Saf]

Share