KPK Motori Pencegahan Korupsi Sektor Kehutanan

TRANSINDONESIA.CO – Koalisi Anti-Mafia Hutan mengapresiasi dan menyatakan dukungan terhadap upaya bersama lembaga-lembaga negara dalam rencana aksi bersama menyikapi korupsi kehutanan yang dimotori oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Rencana aksi tersebut merupakan langkah terobosan besar dalam pemberantasan korupsi di sektor kehutanan yang terjadi secara sistematis selama bertahun-tahun.

Koalisi itu juga menginginkan dan mendukung agar segera ada rencana aksi bersama pencegahan korupsi di sektor kehutanan.

Gedung KPK.[Dok]
Gedung KPK.[Dok]
Upaya pencegahan bersama dapat menyelamatkan kerugian keuangan negara miliaran dolar AS yang bisa digunakan untuk sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.

Dukungan tersebut diutarakan dalam konferensi pers yang bertemakan “Masyarakat Sipil Pantau dan Kawal Implementasi Rencana Aksi KPK,” di Jakarta, kemaren.

Hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut, antara lain Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ida Bagus Putera Parthama, juru bicara Koalisi Penyelamatan Sumber Daya Alam (PSDA) Riau Muslim Rasyid, perwakilan Jaringan Advokasi Sosial dan Lingkungan (Jasoil) Papua Dominius Safe, dan Direktur Eksekutif Kemitraan Monica Tanuhandaru.

Sehari sebelumnya, Rabu, 24/2, KPK bersama KLHK, Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan lembaga regulasi keuangan, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menyepakati rencana aksi tersebut di kantor KPK yang rencananya akan bisa diakses masyarakat mulai 1 Maret 2016.

Contoh Kasus Juru bicara Koalisi Penyelamatan Sumber Daya Alam (PSDA) Riau Muslim Rasyid, mengatakan bahwa kasus kejahatan kehutanan di Riau merupakan potret utuh dari buruknya tata kelola hutan di Indonesia.

Menurut dia, kasus korupsi di Riau telah menghukum tiga mantan gubernur, dua mantan bupati, dan empat mantan kepala Dinas Kehutanan dengan total kerugian Rp1,2 triliun.

“Kasus di Riau itu saya yakin kerugiannya lebih dari itu karena datanya sendiri hanya mengandalkan laporan perusahaan,” kata Muslim.

Oleh karena itu, kata dia, rencana aksi tersebut merupakan langkah baik yang siap harus didukung karena mengarah pada upaya membuka informasi berapa kekayaan negara yang sebenarnya dieksploitasi.

“Dari rencana aksi ini, jelas terlihat upaya peran-peran negara untuk mencegah perilaku ‘rent-seeking’ yang menjadi insentif terjadinya korupsi,” ucap Muslim.

Sementara itu, perwakilan Jaringan Advokasi Sosial dan Lingkungan (JASOIL) Papua Deminius Safe, mengatakan bahwa kelemahan tata kelola hutan di Papua, khususnya Papua Barat, karena kurangnya pengawasan dan penegakan hukum.

“Fakta lapangan menunjukkan beragamnya tipologi kejahatan, mulai dari penebangan tanpa meninggalkan pohon inti atau cuci mangkok, pembukaan jalan tanpa izin, hingga manipulasi data produksi,” kata Safe

Menurut dia, hasil pantauan masyarakat sipil bersama tim terpadu dari Dinas Kehutanan Provinsi di Papua Barat menemukan adanya manipulasi laporan data produksi hingga hasil hutan Papua seperti Merbau dicatat sebagai kayu rimba campuran.

“Jelas ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga masyarakat Papua. Tim pemantau mencatat di Papua akibat persoalan tersebut saja, kerugian negara mencapai lebih dari Rp17 miliar,” kata Safe.

Safe juga menekankan pentingnya memperkuat penegakan hukum agar lebih efektif.

Kerugian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merilis sebuah kajian yang mendokumentasikan kerugian negara dari sektor kehutanan yang diperkirakan mencapai Rp598 triliun sampai dengan Rp799 triliun (60,7 miliar hingga 81,4 miliar dolar AS) yang bersumber dari nilai komersial domestik untuk produksi kayu yang tidak tercatat selama periode 2003 sampai 2014 atau rata rata Rp5,24 triliun sampai Rp7,24 triliun setiap tahunnya yang berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam bentuk dana reboisasi (DR), dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang tidak terpungut.

Dampak lain dari ketidaksesuain pencatatan volume kayu yang ditebang tersebut telah turut menyebabkan hutan Indonesia mengalami deforestasi tingkat tinggi.

Sejak studi tersebut dirilis, KPK telah bekerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan lembaga regulasi keuangan, seperti PPATK dan OJK, untuk menyepakati sebuah rencana aksi bersama mengatasi korupsi yang merajalela di sektor kehutanan.

Ditjen Pengelolaan Hutan Produk Lestari (PHPL) Kementerian LHK dan KPK akan bahu-membahu meyempurnakan sistem pemungutan PNBP di sektor kehutanan.[Ant/Met]

Share
Leave a comment